Kebaya Kartini
Hari ini hari Kartini. Tadi malam di WA grup sekolah diposting himbauan mengenakan kebaya bagi ibu-ibu guru dan tata usaha selama jam kerja. Ditambahkan pula di surat himbauan, bawahannya harus rok atau kain tenun ikat. Mak Ida tidak terlalu menghiraukan himbauan tersebut. Berkebaya kemudian mengoperasikan bor duduk dan solder akan sangat mengganggu dan berbahaya. Lagipula, satu-satunya kebaya Mak Ida adalah seragam keluarga pada acara pernikahan keponakannya dua tahun yang lalu. Sekarang, mana muat kebaya itu di badannya yang kian subur bahagia.
Mengenakan seragam hari Rabu, Mak Ida meluncur ke sekolah.
“Loh Bu, kok gak pakai kebaya?” tanya Pak Soni tepat ketika Mak Ida turun dari sepeda motornya.
“Emang harus pakai kebaya ya, Pak?” Mak Ida balik bertanya.
“Kan hari Kartini, Bu. Kebaya-an dong untuk menghormati jasa-jasanya. Bangsa yang besar kan bangsa yang menghormati jasa pahlawannya, Bu,” beber Pak Soni.
“Kalau gak pakai kebaya, gak menghormati jasa pahlawan ya Pak?” Mak Ida bertanya lagi.
“Yaaa, gak juga sih,” jawab Pak Soni mulai ragu. Mak Ida tersenyum lalu masuk ke ruang guru.
Belum sempurna duduknya, Bu Yuli yang guru PKn menegurnya.
“Bu, kok gak pakai kebaya sih? Gak nasionalis tau!”
Mak Ida tidak habis pikir. Sejak kapan kebaya jadi tolok ukur ke-nasionalisme-an seseorang?
“Bu cantiiik, yang gak nasionalis itu kalau tidak mencintai produk-produk dalam negeri. Contohnya, sepatu made in Italy, tasnya made in Paris, itu kain tenun ikatnya imitasi made in China,” tunjuk Mak Ida pada barang-barang yang dikenakan Bu Yuli. Makjleb.
“Bu Ida ini ada-ada aja deh,” ujar Bu Yuli sambil tersenyum malu.
“Ini kan belinya saat liburan, Bu,” lanjut Bu Yuli.
“Saat liburan atau saat diskon?” selidik Mak Ida, ia tahu itu barang-barang branded impor yang sedang diskon di salah satu marketplace, dan temannya yang satu ini tergila-gila dengan merek luar negeri.
“Sssttt…..” Bu Yuli memberi kode agar Mak Ida diam, lalu ia bergegas keluar ruang guru yang agak sepi.
Sekelompok siswi berkebaya memasuki ruang guru. Mereka hendak mengambil buku catatan mereka pada meja salah seorang guru. Mak Ida mendengar sekilas percakapan mereka.
“Tau gak sih, aku mulai ngantri di salon Meko sebelum subuh. Jadi ngantuk nih,” cerita si A
“Yang penting kan jadi makin cantik say. Aku jauh-jauh hari sudah maskeran. Biar kinclong gitu lo pas hari Kartini. Supaya makin bersinar aura Kartini saat pakai kebaya,” ujar si B.
“Eh, tapi PR kalian udah jadi belum?” tanya si C.
“Boro-boro ngerjain PR, kan kita sibuk nyiapin hari Kartini,” jawab si A.
Mak Ida geleng-geleng kepala mendengarnya.
“Kartini berkebaya taunya dari mana sih?” Pikiran Mak Ida penasaran.
“Jangan-jangan gara-gara Sujatin Kartowijono memakai kebaya dan sanggul saat mementaskan tokoh Kartini di parade perayaan 50 tahun ratu Wilhelmina nih, makanya orang-orang jadi beranggapan Kartini kebaya-an terus. Kabarnya, sejak parade itu, setiap kali ada acara mengenang hal-hal yang berhubungan dengan Kartini, ia digambarkan sebagai wanita yang berkebaya dan bersanggul. Berkebaya dan bersanggul, itulah yang kemudian ditiru setiap memperingati hari kelahirannya,” beber Mak Ida pada dirinya sendiri.
“Ah, kasihannya Kartini jika dimaknai hanya dengan berkebaya. Buah pikirannya yang gegap gempita hanya diwujudkan dalam bentuk penampilan luar semata. Berhias secantik mungkin, kebaya yang memamerkan lekuk tubuh, dan lenggak-lenggok di atas pentas. Malang niaaaan, nasibnya,” lanjut Mak Ida sambil mengatur beberapa lembar kerja yang akan ia bawa ke kelas.
Bel ganti jam pelajaran berbunyi. Mak Ida beranjak ke kelas Teknik Elektronika, kelas yang dipenuhi oleh para Kartono. Hari ini ia ingin berbicara tentang Kartini pada para Kartono itu. Harapannya kelak Kartono-Kartono itu mampu membimbing Kartininya menjadi Kartini yang tangguh, yang cerdas, yang percaya diri, bermanfaat untuk agama dan bangsanya, bukan Kartini yang hanya larut memikirkan kebaya dan make-up nya saja.
===
Selamat Hari Kartini, perempuan-perempuan hebat Indonesia.
Lombok Timur, 21 April 2021
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kartini satu ini memang kereen menewen
Kartini sik mbe no say? Hihihi
Kereeen ! Ibu Cantik terkena uppercut Mak Ida. Salam literasi. Terus berkarya.
Terima kasih. Salam literasi, siap terus berkarya.
cerpen yg menarik
Terima kasih sudah berkunjung.
Nah itulah Kartini masa kini yg belum terbiasa dengan budaya he he Semangat salam literasi
Terima kasih sudah berkunjung, salam literasi.
Mantab , cerpennya bunda Galuh bahasanya renyah. Selamat hari kartini
Terima kasih bunda. Selamat hari kartini.
Keren cerpennya bunda. Salam sukses selalu
Terima kasih. bunda. Sukses selalu ya.
wow....kereeen. Selamat Hari Kartini. Sukses selalu buat Bu Galuh
Terima kasih Bu Nur. Sukses selalu juga buat Bu Nur.
Barakallah..Kartini yang super.. cerpennya keren..sukses selalu bund
Terima kasih bu guru. Sukses selalu ya.