SESAL
“Tut…tut…tut…” alarm membangunkan Aini pada pukul tujuh pagi. Dengan mata masih lima watt ia memaksa diri menyeret badan ke kamar mandi untuk mencuci muka dan berwudlu, kemudian ia mengenakan seragam hari Rabu. Ia merasa masih butuh istirahat, karena tidur yang hanya satu jam lebih sedikit. Itu pun dilakukannya sehabis salat subuh. Ya, semalaman ia tidak bisa tidur gegara menuntaskan bacaan. Kebiasaan buruk yang masih sering ia lakukan.
Hari ini adalah jadwalnya menerima vaksin Covid19 yang kedua. Bergegas ia menyalakan kendaraan setelah menerima pesan dari rekan-rekannya yang mengingatkan agar datang lebih awal. Belajar dari pengalaman waktu vaksin pertama, mereka datang agak siang, alhasil mereka harus menunggu lama untuk mendapat giliran di vaksin.
“Naik mobil saya saja, supaya sekalian,” tawarnya kepada empat orang rekannya. “Kalau ada teman bercerita, kantuk bisa menyingkir sejenak,” pikirnya. Benar saja, sepanjang perjalanan cerita rekan-rekannya membuatnya melek, bahkan tidak merasakan kantuk sama sekali. Tidak sampai lima belas menit mereka sudah sampai di puskesmas. Pengantri belum banyak, segera mereka menyerahkan bukti tanda vaksin yang pertama dan mengambil posisi duduk di sayap kanan ruang tunggu. Kantuk benar-benar menghilang ditepis serangkaian canda tawa bersama rekan-rekannya.
“Baiq Aini Rahmatullah,” namanya dipanggil melalui pengeras suara. Ia masuk ke ruang vaksin. Cairan vaksin disuntikkan ke lengannya, terasa meresap masuk ke dalam ototnya, perih. Tidak seperti vaksin pertama yang kapan jarum suntik nyelonong pun ia tidak menyadarinya. Seorang rekan menyarankan untuk duduk dulu sebentar untuk melihat efek suntikan, namun Aini yang melihat jam menolak saran tersebut. Masih ada sedikit waktu untuk mengajar. Akhirnya mereka kembali ke sekolah.
Lega mereka masuk ke ruang guru. Aini mulai terserang kantuk. Lengan yang disuntik tadi mulai terasa panas di bagian yang kena suntik. Sejenak ia melihat jadwal mengajar, tinggal tiga puluh menit. Ingin ia masuk kelas menjumpai anak didiknya meski tadi ia sudah menitipkan tugas pada guru piket. Kantuk yang menyerang mengurungkan niatnya. Berkali-kali ia menguap.
“Bu, pulang aja istirahat,” saran Bu Emi yang mejanya bersebelahan dengannya.
“Iya Bu, sebentar, saya lihat kerjaan anak-anak dulu,” responnya.
“Kabarnya vaksin kedua ini memang lebih berat, Bu. Jadi, harus benar-benar fit saat di vaksin,” ujar Bu Emi.
“Saya merasa baik-baik saja jadi memutuskan divaksin, walaupun tidur cuma sejam aja tadi abis subuh. Lagian, kalau saya tunda, kapan lagi dapat vaksinnya,” ucap Aini sambil sesekali memencet hidungnya yang mulai gatal, lalu bersin.
“Ngapain aja trus tidur cuma sejam gitu? Maraton nonton drakor ya?” tanya Bu Meta seniornya yang sama-sama penggemar drama Hanguk itu.
“Gaak….., nge-webtoon,” jawab Aini sambil cengengesan.
“Ya ampuuuun, inget umur oee….! Mana sedang Ramadan lagi, bukannya ngaji kek eh nge-webtoon, kayak kurang kerjaan aja you. Sudah tau mau vaksin masiiiih aja begadang. Pengen ta cubit ginjalmu! Pulang sana istirahat, mata you kelihatan capek banget itu!” omel Hani sahabatnya sejak SMA yang juga rekan mengajarnya.
“Itu buat isi teko Haaan, lagi gak puasa juga,” alasan Aini sambil membereskan bawaannya.
“Teka teko, you nya aja yang doyan. Pake alasan ngisi teko segala!” semprot Hani. Hani merasa harus keras ke Aini. Sahabatnya ini cerobohnya minta ampun. Seperti sekarang, sudah tahu akan divaksin malah begadang membaca webtoon dengan alasan mencari referensi untuk tulisannya.
“Pulang duluan yaa,” pamit Aini yang diiyakan oleh rekan-rekannya yang ada di ruang guru.
“Hey, minum susu hangat trus tidur! Jangan buka Hp! Nanti aku mampir buat nge-cek!” saran Hani mirip perintah.
“Yaa mpoook, bawel!” ujar Aini lalu kabur.
Dengan menahan kantuk Aini menghidupkan mobilnya, dan meninggalkan sekolah. Di hidupkannya musik untuk menemani. Keringat dingin mulai membasahi badannya. Wajahnya pun berpeluh. Kepala belakangnya mulai senut-senut. Ia belokkan mobilnya, mengambil jalur tercepat. Dingin mulai menguasai sekujur tubuhnya, namun ia tetap berusaha fokus menyusuri jalanan. Perutnya mulai teriak, mual, ingin mengeluarkan semua isinya. “Ah ini sudah pernah terjadi, harus cepat sampai!” ujarnya menyemangati diri sendiri.
“Kriiiitttt……..,” ia membuka pintu gerbang rumahnya, memasukkan mobil ke garasi dan langsung menuju kamar mandi luar untuk membersihkan diri.
Ia merasa lumayan segar, namun kepala bagian belakangnya terasa sangat sakit. Lengan yang disuntik tadi pun terasa berat. Ia menuruti saran Hani, meminum segelas susu hangat. Dengan bantuan Bik Nah, sekujur tubuh dinginnya dibaluri dengan minyak obat. Bik Nah meletakkan termos berisi jahe hangat, tissue dan kantung plastik di dekat tempat tidur majikannya itu. Ia sudah hapal, jika kondisi Aini seperti ini, hipersalivanya akan ikut-ikutan kumat.
Aini menarik selimutnya, istirahat, ia bertekad harus fit lagi. Ia sangat menyesali dirinya yang nge-webtoon sampai lupa waktu. Bukannya jadi dapat menulis setiap hari, melainkan harus absen menulis beberapa hari. SELESAI.
===
Lombok Timur, 29 April 2021
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren, untaian kalimatnya ringan dan enak dibaca, salam sukses Bu Galuh
Terima kasih bunda, sukses selalu buat Bunda
Semoga sehat selalu. Terus berliterasi.
Amiin Yaa Robbal'aalamiin, semoga kita semua senantiasa sehat wal'afiat.
Keren bund. Salam sehat
Terima kasih bunda Salam sehat .
Mantap cerpennya Bunda Galuh. Salam sehat dan sukses selalu
Terima kasih Bunda, salam sehat dan sukses selalu.
kereeen. Peringatan buat saya juga nih, yang masih suka begadang. hehe. Memang benar, vaksin kedua lebih berat. semoga sehat selalu Bu Galuh
Iya, muhasabah diri juga ini. Salam sehat, sukses selalu ya.
Cerpen yang keren.. untaian kalimat yang asyik dibaca, saya harus banyak belajar neh
Terima kasih bu guru, saya juga masih harus banyak belajar