Gebrina Rahmatika

Gebrina Rahmatika terlahir di daerah paling ujung Barat Indonesia di awal September 1989, mengenyam pendidikan dasar di SDN 30, SMPN 7, dan SMAN 3 di Banda Aceh...

Selengkapnya
Navigasi Web
Manok oooh manok!!!!

Manok oooh manok!!!!

“huuush….huuusshh…husshh…. Ya ampun, manok, ooh manok pergi sana pergi.”

Lagi-lagi si ayam itu buang kotorannya di teras rumahku. Sedikit lengah perhatianku, dia langsung melenggok dan menyemprotkan sesuatu dari punggungnya tanpa rasa bersalah dan hanya mengikuti nalurinya untuk buang hajat.. Bukan cuma satu ekor tapi satu rombongan. Bahkan lebih banyak saat hujan mulai turun. Alih-alih berteduh, malah menginvestasikan banyak sekali tumpukan eksotis dengan aneka warna pula. Terlebih lagi jika masih pagi, tumpukannya terlihat menggunung mirip roti bantal.

Hampir setiap hari, si ayam dan keluarganya mampir ke teras. Memang di sekitar tempat tinggalku, masih banyak tetangga yang memelihara ayam di depan rumah, di samping, dan di belakang rumah mereka. Bisa dibayangkan betapa ramainya lingkungan kami (sambil nyengir ala kuda poni tentunya).

Padahal, beberapa bulan lalu, tim dinas kesehatan sudah mengingatkan penduduk kampung untuk tidak memelihara unggas disekitar perkampungan. Jika mau beternak maka cari lahan yang sedikit jauh dari keramaian untuk memelihara hewan ternak agar tidak mengganggu karena ditakutkan akan menyebarkan penyakit seperti flu burung dan teman-temannya.

Tapi apa boleh buat. Cuma bisa pasrah, lagi pula aku dan suami adalah pendatang baru di kampung ini. Macam-macam protes bisa diplototin.

Tidak hanya buang kotoran di teras. Tapi juga rombongan itu mengobrak-abrik kebun bungaku. Padahal, benihnya sudah mulai tumbuh, benih bunga matahari merah pula. Belinya di online shop ternama dan terpercaya; tidak ada dipasar manapun di Banda Aceh. Tak hanya itu, kuntum cabe rawit yang siap panen satu minggu lagi juga habis. Memangnya gak kepedasan apa? Cabenya ditelan gitu aja sama si ayam. Uuurrgghhh, manok oh manok.

Setiap hari mereka mengais-ngais tumpukan tanah di dalam kebun bungaku. Biasanya mereka beraksi di saat adzan subuh berkumandang dan mulai saat itulah mereka mulai riuh menanti jatah makan dari sang tuan.

Tak hanya tentang kotoran eksotis itu, tapi juga dengan tingkahnya di tengah malam yang sangat sering membuat bulu romaku merinding. Sering sekali terjadi bahwa si ayam berkokok di pukul satu dini hari dan kejadian itu sudah hampir setiap malam. Kalau kata Mamak; ada orang yang lagi disiksa di alam kubur, ada pula yang bilang itu pertanda air laut pasang, ada juga yang bilang namanya itu juga hewan mau ngapain juga tidak ada yang larang. Namun, masih menjadi misteri kenapa itu ayam sering berkokok ditengah malam dan semakin diusir semakin datang.

Teknik mengusir pun bermacam-macam. Untuk di teras, saran Mak Etek; (Bibi;Adik Ibu mertua) usir pakai ikatan daun kelapa yang sudah kering, dibentuk seperti sapu dan dipukulkan ke lantai saja, si Ayam sudah lari terbirit-birit. Dicoba akhirnya berhasil. Lega rasanya. Namun, hanya bertahan tiga hari. Setelah itu, dia kembali lagi. Investasi lagi di teras.

Kalau pagar di kebun dibuat tinggi, jadi bunganya tidak kelihatan jelas lagi, atau pasang di dinding, tempat gantungan bunga. Belum punya budget yang cukup.

Harus bagaimana lagi meminta si ayam untuk tidak buang kotoran dan mengganggu tanamanku lagi. Rasanya sudah berbagai macam metode aku coba.

Terakhir, di titik putus asaku di pagi itu, selesai membersihkan kotorannya dan merapikan kebun yang selalu di kaisnya untuk mencari cacing atau untuk mandi pasir. Aku mencoba berdialog sambil memberikannya sisa nasi dan remahan biscuit dari toples di dalam rumahku.

ooh hai manok, bek meunan beuh, ulon heek chit tiep tiep uroe seumampoh ek awak droneuh, tanyoe ta udep beu get, beu jeut ke manfaat keu gob, bek jeut karu, bek mengganggu” (Wahai ayam, jangan begitu lagi ya, saya capek bersihin kotoran kalian, kita hidup baik-baik sama orang, jangan ganggu ya.)

Selang beberapa hari setelah dialog dengan si ayam, saya memantau kondisi teras saat sedang musim hujan. Wooww, amazing, cuma hanya ada satu titik kotorannya. Menurutku ini prestasi dan aku jadi belajar bahwa ternyata hewan saja kalau diajak diskusi, ditegur baik-baik juga bisa merespon dengan baik, tapi kalau dimarah-marahi dia bahkan lebih tau bagaimana cara membalas perbuatan hati kita yang tulus penyayang binatang atau pembenci binatang.

Apalagi manusia ya. Pastinya manusia juga akan merespon seseorang dengan baik apabila orang lain juga memperlakukan kita dengan baik.

Manok, ooh manok, teurimong geunaseh beuh.(ayam oh ayam, terima kasih ya).

Manok (bahasa Aceh) = ayam

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post