Gede Ardiantara

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Aku Bukan Musuhmu (7)

Aku Bukan Musuhmu (7)

Buana mendatangi satu persatu teman sekelasnya. Ada yang sedang bermain di lapangan upacara. Ada yang di ruang perpustakaan. Ada yang di laboratorium komputer. Ada yang di lapangan basket. Berbekal buku catatan Aruna dan memberikan pemahaman kepada teman-temannya, akhirnya yang lain bersedia membantu Aruna. Buana menyampaikan agar tidak pernah menyebut-nyebut pernah menyumbang apalagi meminta balik kepada Aruna. Membantu dalam sunyi, penuh keikhlasan. Buana juga tak pernah memaksa. Ketika ada temannya yang belum bisa menyumbang, Buana tidak ngotot.

Bel tanda berakhirnya jam istirahat telah berbunyi. Seluruh siswa kembali ke ruang kelas masing-masing untuk mengikuti pelajaran berikutnya. Siswa yang membaca buku di perpustakaan menaruh kembali bukunya di rak. Siswa yang bermian bola basket mengembalikan bola ke ruang olahraga. Siswa yang masih di kantin berebutan membayar makanan dan minuman yang sudah dibeli. Tapi Buana berbeda. Ia ingat dengan instruksi Ibu Suli. Buana pun menemui Ibu Suli.

“Selamat siang, Ibu.” Buana mengucapkan salam.

“Oh Buana. Mari sini. Duduk di sana ya.” sahut Ibu Suli.

“Terima kasih, Ibu.” balas Buana.

“Bagaimana usahamu, Buana? Sudah berapa rupiah yang terkumpul?” tanya Ibu Suli.

“Syukurnya teman-teman mau ikut peduli, Ibu. Mereka mau ikut menyumbang.” jawab Buana.

“Mereka melakukannya tanpa kamu paksa, kan?” tanya Ibu Suli.

“Saya tidak ada memaksa mereka, Ibu. Saya tunjukkan tulisan Aruna dan berikan penjelasan, terus mereka tergugah dan memasukkan uangnya ke dalam wadah saya.” Buana menjelaskan.

“Usaha yang bagus, Buana. Kamu hebat. Jadi, sudah berapa rupiah uang yang terkumpul?” tanya Ibu Suli.

“Terima kasih, Ibu. Sampai istirahat tadi terkumpul uang sebesar Rp 100.000, 00. Rata-rata menyumbang Rp 3.000, 00- Rp 5.000, 00.” ucap Buana.

“Wow… Kamu keren, Buana. Itu angka yang besar. Aruna pasti senang menerima uang itu.” puji Ibu Suli.

“Ya, Ibu. Semoga Aruna berkenan menerima dana ini. Saya dan teman-teman sangat menginginkan Aruna bisa ikut lomba.” sahut Buana.

“Ia pasti mau, Buana. Berkat usahamu dan bantuan teman-teman, Aruna bisa memperbaiki sepedanya dan ia bisa ikut lomba sepeda hias. Tuhan pasti membalas karma baikmu ini.” ucap Ibu Suli.

“Sama-sama, Ibu.” balas Buana.

Langit sore ini berbeda dengan kemarin. Awan putih berhenti menari. Langkahnya berat. Kabut tebal membentang memayungi penghuni bumi. Suasana ini sangat dinikmati Aruna di lapangan sepak bola dekat rumahnya. Ditemani sepeda tuanya, ia lincah mengitari lapangan.

“Aruna, sedang apa kamu?” teriak Buana dari arah selatan.

“Hai Buana. Aku sedang bersepeda. Ada urusan apa kamu di lapangan ini?” tanya Aruna.

“Aku ada perlu denganmu. Bisakah kita duduk sejenak di gawang itu?” ajak Buana.

“Baiklah. Ayo kita ke sana.” sahut Aruna.

“Terima kasih, Aruna sudah meluangkan waktu untukku.” ujar Buana.

“Sama-sama, Buana. Ada apa gerangan kamu menemuiku? Apa yang bisa aku bantu?” tanya Aruna.

(bersambung …)

#TantanganMenulisGurusiana (Hari ke-90)

NB: Foto diambil dari Google.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren, Pak.... Gak sabar dengan kekelanjutannya. Salam Literasi. Salam kenal

29 May
Balas

Nggak sabaran nunggu kelanjutannya bu

29 May
Balas

Mantap, pak. Ditunggu sambungannya...

29 May
Balas



search

New Post