Aku Terjun Bebas (3)
(… lanjutan)
Ibu Aruna kaget melihat Mama Sudar di ruang kepala sekolah.
“Halo Mbak Lina, apa kabar? Sedang apa di sini?” sapa Ibu Aruna.
“Mata anakku dilempar ranting sama temannya sampai berdarah. Kamu sendiri mau mengurus apa, Ani?”
“Saya dapat surat panggilan, makanya ke sekolah.”
“Kalian sudah saling kenal, ya?” tanya Ibu Suli.
“Benar, Bu. Kebetulan Mbak Lina ini teman SMA kakak saya.”
“Baguslah kalau sudah saling kenal.”
“Maaf, Ibu Suli. Ada apa ya saya dipanggi ke sekolah? Anak saya buat masalah lagi ya?”
“Siapa nama anakmu, Ani?” Mama Sudar menyela.
“Aruna, Mbak.”
“Oh jadi Aruna anakmu?”
“Benar, Mbak. Aruna anak saya.”
“Jadi maksud kami mengundang Ibu Aruna dan Mama Sudar adalah berkaitan dengan kasus Aruna melempar mata Sudar dengan ranting.”
“Ya, Ani. Anakmu sudah mencederai mata anakku.”
“Bagaimana ceritanya kok bisa sampai kena mata dan berdarah?” tanya Ibu Aruna.
Sebelum menjawab pertanyaan Ibu Aruna, Ibu Suli memanggil Aruna dan Sudar. Mereka ikut berkumpul di ruang kepala sekolah.
“Menurut saksi mata di TKP, Aruna dengan sengaja melempar ranting mainannya ke arah Sudar. Aruna sengaja melempar saat Sudar mendongakkan kepala ke atas. Jadi kejadian kemarin memang disengaja bukan tidak disengaja. Entah itu mau main-main atau yang lainnya, tapi menurut saksi mata itu sengaja Aruna lakukan.” Ibu Suli menjelaskan kepada Ibu Aruna.
“Aruna, mengapa kamu berbuat seperti itu?” tanya Ibunya.
“Aruna tidak sengaja, Ibu. Mereka salah. Mereka bohong. Itu salah Sudar yang mendekati area bermain Aruna.” Aruna membela diri.
“Mbak Lina, maafkan kelakuan anak saya ya Mbak.” Ibu Aruna meminta maaf.
“Aku tidak terima anakku diperlakukan seperti itu, Ani. Kamu juga pasti tidak senang. Mata Sudar sampai luka seperti itu. Aku melaporkan ini karena aku tidak mau siswa lain juga tertimpa masalah yang serupa atau bahkan bisa lebih parah.”
“Maafkan anak saya ya Mbak.” Ibu Aruna membujuk.
“Baik, aku maafkan. Tapi Aruna harus mendapatkan sanksi atas kenakalannya.”
Ibu Aruna malu untuk melanjutkan permohonannya. Ia membisu. Ia masih kebingungan antara mana yang benar. Anaknya atau pengakuan saksi mata.
“Ibu Aruna, melihat dampak dari kejadian kemarin, rapat dewan guru telah sepakat memberikan sanksi untuk Aruna. Ini semata-mata untuk membuat Aruna jera dan lebih berhati-hati lagi.” Jelas Ibu Suli.
“Apa sanksi untuk putra saya itu?” Ibu Aruna penasaran.
“Aruna dikenakan sanksi untuk belajar di kelas siang selama 3 minggu.”
“Ya, saya setuju, Ibu Suli.” Mama Sudar menyetujui.
“Baiklah jika memang begitu keputusan sekolah. Saya menerima. Mudah-mudahan Aruna jera dan tidak mengulanginya.” Ibu Aruna menyatakan persetujuannya.
“Terima kasih Mama Sudar dan Ibu Aruna. Mudah-mudahan ini menjadi kejadian yang terakhir. Aruna, mulai besok kamu sudah masuk siang ya. Kamu belajar dengan kelas IV-A. Pukul 12.00 Wita kamu sudah harus di sekolah karena kelas siang dimulai pukul 12.30 Wita.”
“Baik, Ibu.”
Keputusan sanksi sekolah sudah disepakati oleh kedua pihak orang tua. Aruna pun menjalani sanksi yang dijatuhkan kepadanya. Meski berat dan tidak ikhlas karena bukan kesalahannya, tapi Aruna tetap melakukannya. Aruna harus belajar di kelas siang. Meninggalkan kelas IV-U alias kelas IV Unggulan. (Tamat)
#TantanganMenulisGurusiana (Hari ke-40)
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar