“Tante, mengapa kau duduk di bangku taman seorang diri?” tanyaku.

Tika kaget bukan main ketika keponakannya, Dina menegurnya.

“Eh… kamu Dina. Tante hanya ingin cari angin segar saja. Tante gerah.” jawab Tika.

Dina ragu dengan jawaban tantenya yang masih bujang itu. Ia pun kembali ke ruang dalam berkumpul dengan yang lainnya. Malam itu adalah malam pesta ulang tahun Dina ke-16. Dina adalah keponakan Tika dari kakak sulungnya.

Mata Tika tak henti-hentinya meneliti langit dari bangku taman Rumah Makan Cipta Cinta. Matanya menari-nari. Kepalanya pun ikut sibuk. Sesekali ia mengalihkan pandangan ke pengunjung lainnya yang lalu lalang. Kursi taman yang ia duduki berada di dekat pintu masuk Rumah Makan Cipta Cinta. Dengan leluasa ia dapat melihat siapapun yang masuk dan keluar.

“Dik… dik… tunggu dulu.” Laki-laki paruh baya memanggil Dina saat ia hendak ke ruangan pestanya.

“Ya, Pak. Bapak memanggil saya?” tanya Dina.

“Ya, benar. Saya Pak Jati. Saya Manajer rumah makan ini.” ucapnya sambil menjulurkan tangan.

“Saya Dina, Pak. Ada apa ya Bapak memanggil saya?” Dina heran.

“Kamu ada hubungan apa dengan Ibu Tika?” Pak Jati bertanya.

“Ibu Tika adalah tanteku, Pak. Ada apa ya?”

“Saya dan karyawan lainnya selalu melihat Ibu Tika duduk di kursi itu. Setiap tanggal 16 ia pasti datang dan selalu duduk di kursi itu. Ia datang tanpa memesan makanan dan minuman. Kami tidak mempersoalkan ia tidak memesan makanan ataupun minuman.” jelas Bapak Jati.

“Setiap tanggal 16? Ulang tahunku hari ini tanggal 16 Juni.” ucap Dina.

“Ya benar. Setiap tanggal 16. Kami penasaran.”

#TantanganMenulisGurusiana (Hari ke-127)