"Kamu sedang apa, Sanjaya?" ucap seseorang di ujung telepon. "Kamu siapa sih? Kamu menelepon saat tidurku sangat nyenyak. Mengganggu saja." jawab Sanjaya setengah sadar dengan berselimutkan kemalasan. Terdengar suara tawa terbahak-bahak dari seberang sana. "Astaga! Apakah kamu tidak mengenali suaraku?" sahutnya usai tertawa ngakak. Ia tak langsung menjawab pertanyaan itu. Sanjaya mengucek-ucek matanya. Sesaat kemudian, matanya terbelalak kaget setelah melihat nama kontak yang muncul di handphonenya. Ia terkaget. Saking kagetnya, tak sengaja ia jatuhkan lampu tidur di meja. "Suara apa itu, Sanjaya?" ujar penelepon di sana. "Maaf, Pak. Maafkan aku. Mohon maaf, Pak." ucap Sanjaya ketakutan. "Hahaha ada apa denganmu, Sanjaya?" tanya si penelepon. "Tadi aku tidak melihat nama kontak saat ada panggilan masuk. Asal angkat saja. Ternyata Bapak Ilalang yang menelepon. Mohon maaf atas ketidaksopananku, Pak." jelas Sanjaya. "Ya, tidak apa-apa. Aku yang salah meneleponmu saat kamu tidur sore." sahut penelepon. "Tidak, Pak. Bukan Bapak yang salah. Aku yang salah, tidak teliti." ucap Sanjaya. "Baiklah. Mengapa kamu tidur sampai sesore ini? Bukannya ini sudah pukul 17.00 Wita?" tanyanya pada Sanjaya. "Aku tadi lembur di kantor sampai pukul 15.30 Wita, Pak." jawab Sanjaya. Bapak Ilalang adalah mitra bisnis Sanjaya. Bapak Ilalang bergerak di bisnis penjualan atap ilalang. Atap ilalangnya sangat diminati masyarakat. Produknya berkualitas, harga terjangkau, dan awet rata-rata 15-20 tahun. Hampir seluruh warga di pulau itu berlangganan dengan Bapak Ilalang. Entah bagaimana awal mulanya, Bapak Ilalang lebih menyukai ilalang dari Sanjaya daripada orang lain. Secara harga, justru Sanjaya lebih mahal Rp 2.000, 00 per kg. Satu batang atap rata-rata memerlukan 3 kg ilalang. "Ada yang bisa aku bantu, Pak?" tanya Sanjaya. "Aku ada pesanan atap delapan batang, diambil besok pagi. Jadi aku membutuhkan ilalang 24 kg sore ini. Apakah bisa kamu siapkan?" jelas Bapak Ilalang. "Baik, Pak. Aku siapkan sekarang. Aku cari dulu di lapangan Desa Jempiring." Sanjaya menyanggupi. "Ya, segera berangkat. Sanjaya, kamu perlu ketahui, nanti malam bulan penuh alias bulan Purnama." ucap Bapak Ilalang. "Apa hubungannya bulan Purnama dengan pencarian ilalang sore ini, Pak?" tanya Sanjaya. "Itu rahasiaku dengan Tuhan. Bagiku senja di hari bulan Purnama adalah senja yang istimewa. Biarlah aku simpan rahasia ini untukku saja." jelas Bapak Ilalang. "Baiklah, Pak. Sekarang sudah pukul 17.30 Wita. Aku harus berangkat. Aku tidak mau senja menghilang sebelum aku menyelesaikan pesanan Bapak." ucap Sanjaya dengan mantap. "Sanjaya, untuk hari ini, angkatlah sedikit ilalang dalam genggaman tanganmu dengan langit jingga senja nanti sebagai latarnya. Ambillah foto ilalang dalam genggaman saat senja nanti. Jangan kau tanya mengapa harus melakukan itu. Nanti aku tambahkan Rp 1.000, 00 per kg, ini khusus edisi senja menuju bulan Purnama saja." pinta Bapak Ilalang. Setelah itu mereka sama-sama mematikan telepon. Sanjaya bergegas mengajak empat orang buruhnya berburu ilalang senja. Tak ingin mengecewakan kliennya, permintaan foto ilalang berlatarkan cahaya senja pun dilakukan. Transaksi foto dan ilalang 20 kg di pabrik Bapak Ilalang. Sanjaya pulang dengan pertanyaan di kepala. "Apa maksud dari permintaan pencarian ilalang ketika senja dan foto itu?" "Ah sudahlah. Yang penting aku punya bekal apel malam Jumat." batin Sanjaya. Kebun Sawit, 1 Oktober 2020