Embun Sari (11)
(… lanjutan)
“Kendala apa? Biaya ya?” Bibi Rita menebak.
“Ya, Bi. Bibi benar.” balas Embun.
“Embun, bibi bangga padamu, pada kecerdasanmu, akhlakmu, semangat hidupmu. Bibi tidak bermaksud untuk menyurutkan semangatmu. Bibi hanya memberikan pertimbangan.” ucap Bibi Rita.
“Terima kasih, Bi. Pertimbangan apa, Bi?” tanya Embun pada Bibinya.
“Bibi yakin kamu memiliki kemampuan bersaing di jurusan kedokteran. Tapi kamu perlu tahu bahwa biaya kuliah kedokteran mahal. Jika Ayahmu harus bekerja keras untuk membiayaimu, bagaimana dengan nasib adikmu? Bagaimana orang tuamu memenuhi kebutuhan di kampung? Upah Ayahmu masih jauh dari kata cukup, Embun. Bibi khawatir kamu putus di tengah jalan.”
“Terima kasih pertimbangannya ya, Bi. Benar juga kata Bibi. Adik juga masih butuh biaya sekolah. Apalagi buku-buku sekarang tambah mahal harganya. Embun juga tidak mau kalau nanti Ayah, Ibu, dan adik sampai tidak makan dan sangat mengirit pengeluaran demi membiayai Embun. Embun tidak mau itu terjadi. Embun tidak mau disebut anak egois. Mementingkan diri sendiri sampai membuat keluarga kesusahan.”
“Benar, Embun. Kamu perlu mempertimbangkan lagi cita-citamu menjadi dokter, masuk kuliah jurusan kedokteran dengan kondisi keuangan keluargamu yang sangat minim.”
“Ya, Bi. Bibi ada saran untuk Embun?” Embun meminta saran Bibinya.
“Bibi menyarankan agar Embun melanjutkan kuliah di jurusan lain. Embun melanjutkan studi di Kota Jogyakarta. Jogyakarta adalah Kota Pendidikan, kamu akan belajar dengan baik di sana. Kamu pun akan berprestasi di sana. Setelah kamu lulus dan bekerja, kamu bisa membantu orang yang tidak mampu.”
Mendengar saran Bibinya, Embun mulai luluh.
Kemudian ia menemui Ayah dan Ibu. “Ayah, Ibu, aku batal mencari kedokteran. Aku mencari jurusan lain yang biayanya lebih terjangkau.”, ungkap Embun.
Ucapan Embun sontak membuat orang tuanya kaget dan terharu. Mereka berpelukan.
2 bulan kemudian, Embun mulai kuliah. Ia mengikuti saran Bibi Rita. Ia menjatuhkan pilihan pada sebuah kampus negeri ternama di Kota Jogyakarta. Tentunya bukan juga jurusan Kedokteran. Dia memilih jurusan di bidang Ekonomi.
Sepertinya prestasi selalu melekat pada diri Embun. Kegigihan dan semangat juangnya tak pernah kendor. Ketika kuliah, Embun tetap mengukir prestasi. Bahkan prestasinya hingga keluar negeri. Banyak Negara yang bisa ia kunjungi karena prestasi. Ia bisa menjejakkan kaki di Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, dan negara lainnya.
Embun tumbuh sebagai mahasiswi yang sarat prestasi dan pengalaman. Embun tak hanya membanggakan almamaternya. Indonesia juga berbangga. Orang tua dan warga desa sangat bangga padanya. Kampung halaman Embun boleh saja hingga kini belum dimasuki listrik PLN. Tapi syukurnya, kampung ini memiliki Embun. Seorang gadis yang berteman cahaya lilin bisa berprestasi internasional. Semangat juang tiada surut. Ia menerobos segala keterbatasan demi impiannya. Embun adalah satu dari sekian juta mutiara lainnya yang masih tersembunyi di bawah langit negeri ini.
(Tamat)
#TantanganMenulisGurusiana (Hari ke-57)
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar