Gede Ardiantara

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Embun Sari (2)

Embun Sari (2)

(… lanjutan)

Embun Sari terlahir dari keluarga sederhana, yang hidupnya hanya mengandalkan dari penghasilan ayahnya, Bapak Jati Wikan sebagai buruh di perkebunan sawit milik orang lain. Embun dan keluarganya tinggal di sebuah desa, di pelosok Sumatra Selatan. Tepatnya di Muara Enim. Hidup dalam kesederhanaan pelosok tanah air, tak sedikitpun menyurutkan semangat Embun untuk menggapai cita-citanya.

Embun tercatat sebagai siswi kelas V SD. Ia selalu berjalan kaki saat berangkat ke sekolah dan pulang dari sekolah. Kurang lebih 20 kilometer pulang pergi ia tempuh untuk bisa tiba di kelas dan mendapatkan pengetahuan dari gurunya. Embun tidak pernah merasakan TK karena di kecamatannya belum ada TK saat itu.

Sejak kelas 1 SD, Embun tidak pernah meminta uang saku pada orang tuanya. Tidak seperti anak lainnya, yang tinggal minta saja. Ia memperoleh uang saku dengan membantu ibunya berjualan kue. Setiap pagi sepanjang jalan menuju ke sekolah, ia berjualan kue keliling kampung. Kue ditempatkan pada nampan bambu dan ia bawa di atas kepalanya. Sambil berteriak, “kue...kue...kue...kue....”.

Jika sudah mendekati jam sekolah, ia langsung ke sekolah untuk menerima pelajaran. Apabila kue yang ia bawa belum habis terjual, siang hari sepulang sekolah Embun kembali menjajakan kuenya. Ia tidak akan pulang sebelum kuenya laku semua. Karena dari sanalah ia memperoleh uang saku untuk keesokan harinya. Ia tak pernah mengenal tidur siang. Karena waktu siangnya habis untuk mencari uang saku dengan berjualan kue keliling kampung.

Pernah suatu ketika ada warga kampung yang memanggilnya saat sedang menjajakan kuenya. Ternyata warga itu gemas melihat Embun. Perawakannya yang pendek berisi dan berwajah imut-imut memiliki daya tarik tersendiri. Perhatian warga tersedot ke arahnya ketika ia melintas. Ibu itu hendak membeli kue dagangan Embun tapi ia punya satu permintaan pada Embun. Saking gemasnya, Ibu itu minta Embun berjoged sambil menyanyikan lagu potong bebek angsa.

Embun pun menyanggupinya. Dengan joget khas anak-anak, ia bergoyang mengikuti irama lagu yang ia nyanyikan. Sungguh lucu goyangannya. Wajah imut-imutnya semakin menggemaskan. Mengundang gelak tawa warga yang menyaksikannya bergoyang. Embun yang lugu pun semakin bersemangat karena melihat orang di sekitarnya tertawa lepas. Setelah puas dengan nyanyian dan goyangan Embun, warga pun membeli kue Embun. Embun melakukan aktivitas jualan-sekolah-jualan ini setiap hari. Sedikitpun ia tak pernah mengeluh capai atau lelah. Mungkin inilah, alah bisa karena biasa.

Embun adalah anak yang rajin dan solehah. Di kala anak lain yang seusianya masih nyenyak dalam tidur, Embun sudah melakukan aktivitas. Subuh ia bangun, menjalankan sholat subuh, kemudian langsung membantu ibunya membersihkan rumah. Selesai membantu ibu, ia bergegas mandi dan berangkat menuju sekolah. Tak lupa ia sarapan terlebih dahulu. Seperti biasa ia selalu menjajakan kue buatan ibunya sebelum menuju sekolah.

Herannya, pelajaran demi pelajaran ia ikuti tanpa ngantuk. Yang terjadi justru sebaliknya. Embun belajar penuh semangat, aktif bertanya, bahkan sering juga Embun menjawab pertanyaan dari guru dan menjelaskan kembali pada teman-temannya. Embun memang anak yang cerdas di sekolah itu. Prestasi demi pestasi telah berhasil ia torehkan. Juara umum selalu dinobatkan padanya. Sungguh membanggakan.

Embun sangat menikmati aktivitas rutinnya. Setelah kembali menempuh jarak berkilo-kilo sambil berjualan kue, akhirnya Embun sampai di rumah. Ibu Embun sangat hafal jam pulang Embun. Beliau juga paham ketika sampai, anaknya pasti lapar. Makan siang sudah siap sebelum Embun tiba di rumah.

“Ibu, aku pulang”, ucap Embun pada Ibunya dengan gembira meski peluh masih membasahi dahi dan seragamnya.

Embun pun memeluk ibunya. Ibunya menyambut kedatangan Embun dengan senyum.

“Bagaimana sekolahmu hari ini, Nak? Pelajaran apa yang kamu terima dari gurumu?” tanya Ibu pada Embun.

Embun yang masih berkeringat langsung saja menanggapi pertanyaan Ibunya.

“Sekolahku menyenangkan, Bu. Ibu guru selalu memberiku pujian dan hadiah pulpen buatku, Bu. Karena aku berani dan bisa menjawab pertanyaan beliau. Aku sangat senang hari ini, Bu”, timpal Embun pada Ibunya.

Ibunya kemudian berpesan, “Bagus, Nak. Tingkatkan terus prestasimu. Tunjukkan kamu selalu bisa menjadi yang terbaik. Kamu pasti bisa mengangkat nama keluarga kita. Baiklah, Nak. Embun pasti sudah lapar, kan? Ayo sana ganti dulu pakaianmu, terus kamu makan siang. Ibu sudah siapkan makan siang di dapur.”

Embun pun mengangguk kemudian melaksanakan apa yang Ibunya sampaikan.

(bersambung…)

#TantanganMenulisGurusiana (Hari ke-48)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Terharu...

20 Apr
Balas



search

New Post