Gede Ardiantara

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Embun Sari (3)

Embun Sari (3)

(… lanjutan)

Langit sore telah menyelimuti kampung halaman Embun. Sensasinya begitu menawan. Birunya masih cerah. Hawa panas surya berangsur menghilang. Jalanan desa selalu ramai setiap sore, kecuali hujan. Penuh oleh aktivitas warga. Dari bermain bulutangkis, kejar-kejaran, bersepeda, dan ada juga mengambil posisi duduk di bawah pohon mangga.

Tampak juga di beberapa lorong desa, segerombolan anak perempuan berkumpul sambil bercanda. Ada yang bermain petak umpet. Anak laki-laki pun tak ketinggalan. Mereka meramaikan lapangan RT. Mereka larut dalam olahraga merakyat yakni sepak bola. Bagaikan disihir, mereka berebut, berlari kesana kemari untuk bisa menjebol gawang lawan. Sungguh dunia anak-anak yang penuh permainan dan canda. Embun pun sama dengan anak-anak lain seusianya. Embun juga ikut berkumpul dan bermain bersama teman-temannya. Tapi Embun bisa bermain setelah ia membersihkan kawanan daun kering dari halaman rumahnya.

Tak terasa waktu, langit biru berganti hitam dengan titik-titik menyala. Bintang-bintang malam kembali menampilkan pesonanya. Langit malam gemerlap, semarak. Terlihat sinarnya dari ruas-ruas jendela. Kehadiran terang purnama sangat menguntungkan Embun. Embun menyalakan lilin, pertanda ia siap belajar.

Embun tergolong anak yang bisa mengerti pelajaran dengan cepat. Dengan membaca sedikit saja, ia sudah bisa paham. Itu kelebihan yang Embun miliki. Embun selalu menghabiskan malam dengan mempelajari buku-buku. Bahkan ia selalu menandai hal-hal yang belum jelas, kemudian menanyakan pada guru esok harinya. Embun juga mempelajari kembali catatan yang ia tulis dari penjelasan gurunya.

Embun sosok siswa pekerja keras. Ia sering belajar hingga pukul 23.00 WIB. Berteman sinar lilin dan suara jangkrik dari halaman. Sungguh tak kenal lelah. Semangatnya untuk selalu menjadi yang terbaik benar-benar kuat. Suatu semangat yang jarang ditemui pada anak seusianya. Apalagi pada diri anak desa yang hidup di pelosok ini.

Tahun demi tahun telah ia lalui dengan baik. Hingga tiba saatnya, pengumuman kelulusan SD. Embun dinyatakan lulus. Nilainya sangat memuaskan. Ia tertinggi se kecamatan. Air mata penuh haru pun mengalir dari mata cantiknya. Ucapan selamat berdatangan dari teman-teman dan guru-gurunya. Dengan mata masih berkaca-kaca, ia berjalan, melangkahkan kakinya dengan cepat dan bersemangat. Orang yang melihatnya di jalan menyangka Embun sedang dalam masalah. Tapi sesungguhnya tidak. Meski dalam keadaan terharu bahagia, Embun tidak melupakan wadah dagangannya.

Air mata bahagia pun telah bercampur dengan peluhnya. Ibu Embun kebingungan melihat anaknya pulang dengan mata berkaca-kaca seperti itu.

“Apa yang terjadi padamu, Nak? Mengapa kamu menangis?” tanya Ibunya khawatir.

Embun mendengar pertanyaan ibunya, tapi ia hanya diam saja. Tingkahnya semakin membuat ibunya penasaran.

“Embun, kamu dipukul orang? Atau jangan-jangan kamu dihukum guru? Salah apa kamu?”, tanya ibunya dengan nada lebih keras dan penuh rasa penasaran.

Melihat ibunya yang semakin penasaran, akhirnya Embun buka mulut.

”Ibu, aku tidak menangis karena sedih atau bermasalah. Tak ada yang memukulku. Tak ada salahku yang membuat guru menghukumku. Aku menangis terharu ibu. Ini tangis bahagiaku.” jelas Embun pada ibunya.

“Ayo, anakku, maksudmu apa? Jangan buat ibumu mati penasaran.” Ibunya bertanya lagi.

“Ibu, aku lulus. Aku lulus ujian nasional. Aku senang sekali, Ibu...” teriak Embun pada ibunya.

Ibunya pun kaget mendengar teriakan anaknya. Sang Ibu tak dapat berbicara saking bangganya. Air mata bahagia pun mulai membasahi pipi Ibunya yang sudah semakin mengerut itu. Mereka berpelukan. Suasana bahagia penuh haru pun menyelimuti istana kecil mereka.

“Selamat anakku. Kamu memang anak yang cerdas. Ibu yakin masa depanmu pasti akan lebih baik dari Ibu dan Ayahmu. Nanti kita bicarakan lagi tentang sekolahmu. Kini, ganti baju, cuci mukamu, dan makan sianglah. Makanan sudah Ibu siapkan di atas meja. Ibu tahu kamu pasti sangat lapar, walau tertutupi oleh kebahagiaanmu..”

Embun menuruti yang dikatakan ibunya, bergegas ia meninggalkan ibunya.

(Bersambung…)

#TantanganMenulisGurusiana (Hari ke-49)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Penasaran, lanjutan nya apa ya

19 Apr
Balas

Semoga Arum dapat menggapai cita-cita nya.

20 Apr
Balas

Kok Arum sihh?? Hihihi... Maksudku, Embun Sari...

20 Apr



search

New Post