Gede Ardiantara

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Ning, Ijinkan Aku

Ning, Ijinkan Aku

Waktu itu aku berkunjung ke rumah teman. Oleh tuan rumah, aku dibungkuskan dua anak tanaman. Kalian pasti bertanya mengapa aku dibungkuskan tanaman, bukan? Mengapa bukan makanan atau barang lain? Tuan rumah sangat memahami aku suka bercocok tanam. Ia tahu di rumahku penuh dengan tanaman bunga, tanaman buah, dan tanaman rempah-rempah (Toga). Barangkali ini sudah kehendak alam semesta yang menakdirkanku menerima anak tanaman tersebut.

Menurut pengalaman tuan rumah, tanaman itu menghasilkan bunga yang harum semerbak. Sebelum berbunga, ia akan menghasilkan buah berukuran kecil dengan warna merah. Buahnya itu yang kemudian menjadi bunga. Bunganya berwarna putih seperti bunga melati. Daunnya lebat.

Anak tanaman yang baru setinggi pulpen itu ku tanam di polybag hitam. Ia menjadi pendatang baru di halamanku. Aku letakkan di bawah rerimbunan pohon kamboja. Di sebelah baratnya dipagari oleh bunga angsoka merah. Aman dari teriknya matahari.

Tak terasa tingginya sudah setinggi botol air mineral isi 1,5 liter. Sang daun sudah menampakkan pesonanya. Mereka bergelantungan pada dahan-dahan kecil berkayu. Bagaimana dengan bunganya? Belum juga hadir. Ya, bunga yang dinantikan tak kunjung datang. Entah ada apa gerangan.

Penasaran yang mendalam mendorong untuk melakukan percobaan. Percobaannya sangat sederhana. Satu pohon dipindahkan ke pot plastik yang ukurannya lebih besar dari polybag. Satu pohon lainnya ditanam langsung di tanah/halaman.

Setiap hari selalu disiram. Dirawat seperti tanaman-tanaman lainnya. Diberikan pupuk kandang. Tapi setelah berbulan-bulan menunggu, ia tak kunjung berbunga. Kedua tanaman itu belum berbunga. Ada apa sebenarnya? Sampai saat ini pun aku tak tahu sebabnya.

Tanaman ini begitu angkuh dan pelit. Berbulan-bulan aku menantikan harumnya, setetes keharuman pun aku tidak dapat. Jangankan keharuman, untuk mekar saja ia enggan. Sungguh berat nian ia menampakkan bagian isi kelopaknya.

Berkat peran serta semesta, keadaan berubah indah. Si angkuh dan pelit itu kini berubah rajin. Alam semesta mengutus pasukan hujannya untuk membantuku. Tiga hari hujan bekerja giat meskipun hanya sore hari. Tamanku basah. Sangat menyejukkan. Lantai teras pun kecipratan segarnya hujan.

Si angkuh pun luluh oleh hawa damai yang dibawa hujan. Satu persatu kelopaknya terbuka. Bahkan aku menangkap sedang ada perlombaan di antara kelopak-kelopak itu. Sekeliling bilikku dipenuhi oleh keharumannya. Bukan setetes lagi. Sungguh begitu deras keharuman yang terpancar dari Sang Bunga.

Ternyata basah hujan dengan hawa damainya mampu menggugah hati si angkuh. Sesungguhnya ia tak angkuh ataupun pelit. Ia butuh basah yang menyejukkan. Ia rindu siraman hujan yang menyegarkan. Tatkala ia diselimuti damainya hujan, bukan hanya keharuman yang diberikan. Keindahan pun tersaji nikmat. Ijinkan aku menyeruputmu bersama jajanan senja dan camilan malam, Kemuning.

#TantanganMenulisGurusiana (Hari ke-62)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post