Pesan Sang Guru
Sabtu kemarin Deni pergi ke rumah kakeknya. Ia merayakan libur kenaikan kelas. Kini ia sudah resmi naik ke kelas VI. Setelah makan malam, ia duduk di dekat tungku api untuk menghangatkan badan. Maklum saja, rumah kakek ada di dataran tinggi. Untuk sampai di rumah kakek, Deni, Ayah, dan Ibunya harus melewati hutan pinus yang lebat dan lembap. Ia penasaran dengan pesan guru kelasnya di sekolah. Guru kelasnya sering menyampaikan kepadanya dan teman-teman sekelasnya yaitu “Jika dianalogikan dengan besi berkarat, kalian mau menjadi besi berkarat yang bisa berubah menjadi parang tajam atau selamanya menjadi besi berkarat?” Pertanyaan itu menghadirkan sejuta tanda tanya.
Ternyata kakek memperhatikan Deni sejak tadi. Kakek melihat cucunya seperti kebingungan. Kakek mendekati Deni seraya berkata “Kamu sedang memikirkan apa, Deni? Mengapa wajahmu tampak bingung?”
Deni kaget melihat Sang Kakek sudah ada di sebelahnya.
“Aku memikirkan pesan guru kelasku, Kek.” jawab Deni.
“Apa pesan gurumu, cucuku?” tanya Kakek. Guruku sering berpesan seperti ini “Semua yang kalian lalui selama bersekolah, tugas-tugas yang diberikan guru-guru, ujian demi ujian, ditegur, dinasihati, itu semua adalah proses yang harus dilalui dalam pendidikan. Semuanya itu akan menjadikan kalian lebih baik. Semakin sering kalian ditegur ketika melakukan pelanggaran, semakin baik untuk kalian agar tidak mengulanginya lagi. Semakin sering kalian diberikan soal-soal latihan, itu berarti kalian akan semakin terampil mengerjakan soal dan semakin memahami materi. Kalian pasti semakin berkualitas dan bermanfaat.”
Kakek tersenyum manis mendengarkan pesan guru kelas Deni.
“Itu pesan yang bagus, cucuku. Apa yang masih membuatmu kebingungan?” tanya Kakek.
“Aku masih belum paham apa kaitan pesan itu dengan pertanyaan “Jika dianalogikan dengan besi berkarat, kalian mau menjadi besi berkarat yang bisa berubah menjadi parang tajam atau selamanya menjadi besi berkarat?”
Kembali kakek tersenyum menyaksikan kebingungan cucunya.
“Saran kakek, agar kamu tidak bingung lagi coba kamu ambil dua besi berkarat di bawah lemari itu. Terus coba Deni gunakan 2 potong besi itu untuk memotong kayu. Lakukan sekarang.” jelas kakek.
Deni mengambil dua batang besi berkarat yang dimaksud kakek. Lalu ia mencoba memotong kayu dengan 2 besi tersebut. Hasilnya? Jelas saja kayu tersebut tidak bisa terpotong.
“Kakek, aku sudah mencoba memotong kayu dengan 2 besi itu. Tapi tetap tidak bisa, Kek.”
Kakek tersenyum mendengarkan penjelasan Deni.
“Rasa ingin tahumu sangat luar biasa, Deni. Jelas saja kayu itu tidak bisa terpotong. Harus ada sisinya yang tipis dan tajam. Untuk menjadikannya tajam, besi karatan itu harus melalui proses demi proses.” jelas Kakek.
“Proses apa saja itu, Kek?” tanya Deni.
“Besi karatan itu harus dibakar terlebih dahulu, baru kemudian dipukul-pukul dengan palu besar. Setelah dipukul-pukul, kemudian dimasukkan ke dalam air. Begitu seterusnya berulang-ulang sampai besi karatan tersebut berubah wujud menjadi parang ataupun pisau yang tajam sesuai keinginan.” jelas Sang Kakek.
“Oh jadi seperti itu ya Kek proses membuat parang, pisau, atau keris.” sahut Deni.
“Ya benar, Deni. Jadi apakah kamu sudah bisa menemukan jawaban dari pertanyaan guru kelasmu?” tanya Kakek.
“Sudah, Kek” jawab Deni.
“Coba jelaskan sekarang, Kakek mau dengar.” pinta Sang Kakek.
“Jadi maksudnya begini Kek. Kalau kita mau menjadi lebih berkualitas dan bermanfaat, kita harus siap dan ikhlas diproses berulang-ulang layaknya besi karatan tadi. Contohnya dalam pelajaran. Ketika diberikan PR atau latihan soal, kita tidak boleh mengeluh karena soal-soal itu justru sangat penting untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan kita. Semakin meningkatnya keterampilan dan pengetahuan kita, tentunya akan menjadikan diri kita sebagai sosok yang berkualitas dan lebih bermanfaat. Besi karatan yang sudah berubah menjadi parang lebih bermanfaat daripada besi karatan yang tidak ikut serta dalam proses menjadi parang.” jelas Deni.
“Jadi, cucu Kakek mau menjadi apa?”
“Aku tidak mau jadi besi karatan seumur hidupku. Aku mau menjadi besi karatan yang bisa dan siap berubah menjadi parang ataupun pisau yang tajam, Kek.”
Kakeknya mengacungkan dua jempol untuk Deni. Ia bangga dengan cucunya.
#TantanganMenulisGurusiana (Hari ke-135)
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar