Rasa Pohon Telur (2)
(… lanjutan)
Keesokan harinya kami mulai mempersiapkan pohon telur. Siswa kelas VII-B saya bagi ke dalam kelompok-kelompok tugas. Ada yang mencari janur. Ada yang mencari batang pisang. Ada yang membeli kertas dan lem. Ada yang mencari gelas bekas air mineral. Ada yang membuat hiasan dari kertas. Ada yang membelah bambu. Tentunya tetap ada yang membersihkan ruang kelas dan taman kelas VII-B. Semua siswa berkarya. Mereka aktif berpartisipasi menyukseskan pembuatan pohon telur.
Berbekal 2 pengalaman sebelumnya (membantu paguyuban pada Desember 2017 dan November 2018), saya mencoba menemani anak wali membuat pohon telur. Saya biarkan anak-anak berkreasi membuat hiasannya. Ide-ide mereka dipakai. Berhubung sampai jam pulang sekolah belum selesai, kami sepakat melanjutkan pada sore hari.
Semua hiasan selesai dikerjakan pada sore hari. Keesokan paginya kami tinggal mengisi telur rebus pada tempat gantungannya dan menusukannya pada batang pohon yang sudah dihias. Tak disangka, banyak siswa yang membawa telur dalam jumlah banyak. Ada juga yang membawa kue dan nasi ketan. Mereka benar-benar totalitas menyemarakkan acara peringatan Maulid Nabi di sekolah.
Pada pagi hari kami berpacu dengan waktu untuk menuntaskan pemasangan hiasan. Syukurnya berkat kekompakkan anak-anak, pohon telur bisa cepat selesai. Bahkan saya menyempatkan diri mengajak anak-anak untuk membuat foto kenangan bersama pohon telur kreasi mereka.
Pohon telur buatan kelas VII-B berat. Tidak cukup diangkat oleh 2 orang saja. Tahukah kalian apa yang membuatnya berat? Sebenarnya bukan pohon dan hiasannya yang berat. Yang berat adalah batu-batu dan pasir yang digunakan untuk menyangga pohon dalam ember. Kekompakkan anak-anak patut diacungi jempol. Berkat kekompakkan, pohon telur bisa tiba dengan selamat di masjid sekolah. Yang laki-laki menggotong pohon telur. Yang perempuan meneriakkan yel-yel penyemangat. Kolaborasi yang apik, bukan?
Akhirnya, pohon telur VII-B bisa turut hadir memeriahkan acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW Tahun 1440 H di masjid sekolah. Berdiri tegak bersanding dengan pohon telur dewan guru. Usai acara, pohon telur dibawa kembali ke sebelah selatan kelas VII-B. Kami menikmati bersama-sama dengan tertib. Ini dilakukan guna mencegah ada yang terluka tertusuk bambu dan makanan hancur. Selain itu, agar semua juga dapat ikut menyantapnya.
Makanan pada pohon telur boleh habis. Sisa-sisa hiasan, kertas, bambu, plastik pembungkus, batang pisang bisa dibuang di tempat sampah. Terlebih lagi, batu dan pasir, bisa dikembalikan ke halaman sekolah. Tapi kenangan bersama anak wali saat itu akan tetap terjaga sepanjang hayat dan dalam tulisan ini.
(tamat)
#TantanganMenulisGurusiana (Hari ke-60)
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantap pak...