Renungan Manis vs Pahit
Pernahkah kamu begitu senang ketika dibelikan es teler oleh Ayahmu?
Pernahkah kamu kegirangan dihadiahi sekotak permen rasa aneka buah?
Pernahkah kamu senyum-senyum malu ketika teman-teman membawakanmu kue tart dengan parutan dan potongan cokelat yang pekat menggoda?
Bagaimana responmu ketika itu? Pasti tidak bisa menolak. Itu sudah jelas. Rasa manis es teler memang nikmat. Apalagi serutan-serutan atau pecahan esnya sangat menyegarkan mata dan mulut. Campuran alpukat, serutan kelapa muda, potongan nangka, menghadirkan kelezatan tiada tara. Ditambah dengan susu kental manis, sirup, dan santan, maka lengkaplah kenikmatannya.
Permen rasa buah juga tak kalah menariknya. Lezatnya buah stroberi, mangga, anggur, jeruk bisa dirasakan dalam kecapan. Cokelat pada kue tart juga tak kalah menggoda. Sensasi liar menari gemulai. Decak kagum tak terhingga. Cemong pun bukan jadi urusan memalukan. Yang penting cokelat-cokelat itu mendarat cantik di mulut, senanglah hati. Habis pun, masih ingin nambah.
Pernahkah kamu menolak atau melihat orang lain menolak diberikan jamu tradisional? Jamu daun papaya, sambiloto, brotowali, buah mengkudu, dan babakan pule, misalnya. Pada dasarnya jamu itu baik untuk kesehatan. Bukankah itu bagus untuk tubuhmu? Kita semua ingin sehat, kan? Tapi mengapa kamu menolak atau orang lain menolak? Beragam ekspresi penolakan. Ada yang menutup mata. Menggeleng-gelengkan kepala. Ada yang berteriak histeris. Ada yang menutup mulut dengan kedua telapak tangan. Bahkan ada yang langsung lari tunggang langgang.
Begitulah kenyataannya yang ada di sekitar kita. Atau barangkali diri kita sendiri yang mengalaminya. Ketika diberikan sesuatu yang mengandung manis, enak, dan terlihat menggoda, kita langsung menyambarnya. Tanpa pikir panjang, langsung tancap gas mengambil dan memasukkan ke dalam organ-organ tubuh kita.
Akan berbeda ketika sesuatu yang diperuntukkan bagi diri kita itu adalah hal-hal yang pahit. Bahkan sebelum tahu pasti apakah itu pahit atau tidak, kita langsung spontan menolak, menghindar, dan kabur. Seringkali hal-hal yang kita pandang pahit itu adalah hal yang menjijikkan. Pahit adalah sesuatu yang buruk. Pahit adalah menyeramkan. Pahit adalah sesuatu yang menyiksa. Pahit adalah tak penting.
Alangkah mirisnya tatkala kita terlalu mengagung-agungkan manis dan meremehkan pahit. Pandangan saya tentang manis dan pahit semakin terbuka luas saat mendengarkan amanat Pembina Pramuka saya di UKM Pramuka Racana Jelantik-Jempiring Undiksha, Kak Santika. Beliau adalah seorang Pembina Pramuka yang sangat cinta dengan Pramuka. Loyalitas dan totalitasnya untuk organisasi Gerakan Pramuka sangat luar biasa. Beruntung sekali saya dipertemukan dengan beliau sejak tahun 2007. Waktu itu ketika baru bergabung dalam UKM Pramuka Racana Jelantik-Jempiring, Undiksha.
Pembina yang ulang tahunnya selalu dirayakan oleh keluarga dan anak-anak didiknya di oraganisasi Pramuka setiap tanggal 20 Mei ini memiliki pesan khusus berkaitan manis dan pahit. Pada setiap upacara pelantikan beliau selalu menyampaikannya kepada anak didiknya yang akan dilantik. Kurang lebih seperti ini isinya:
“Manis, janganlah segera ditelan. Pahit, janganlah segera dimuntahkan. Manis belum tentu baik untukmu. Pahit belum tentu buruk.”
Pesannya sederhana. Tapi bagi saya itu mengandung muatan nilai penting untuk dijadikan pedoman hidup. Ketika menerima yang manis, janganlah segera diterima apalagi langsung disantap begitu saja. Karena memang benar tak selamanya hal-hal yang beraroma manis itu baik untuk kita, sehat untuk jiwa kita, dan bermanfaat untuk hidup kita. Bisa jadi yang manis itu justru membawa virus penyakit yang membunuh kita dengan pelan tapi pasti. Jangan tergesa-gesa bahagia dan senang ketika hal-hal manis itu diberikan kepada kita. Jangan sampai kekaguman pada manis yang tidak disertai kehati-hatian justru membuat kita terjerembat. Akhirnya menjatuhkan kita ke kubang menyebalkan penuh umpatan. Bijaksanalah.
Begitu juga dengan pahit. Ketika kita menerima yang pahit, jangan buru-buru menolaknya. Ketika dihadapkan kepada hal-hal yang pahit, jangan langsung menghindar. Karena tak selamanya segala sesuatu yang kita anggap pahit itu adalah jelek untuk kita. Tak selamanya pahit itu menyakitkan. Bisa jadi itu adalah rejeki untuk kita. Seringkali pahit itu menyehatkan hidup kita, kini dan nanti. Pahit hadir untuk menggugah semangat hidup. Pahit sangat diperlukan dalam kehidupan kita. Ia adalah pelengkap rasa-rasa kehidupan. Pahit itu berguna jika kita memberdayakannya dengan yakin dan ikhlas. Jangan meremehkan pahit. Bijaksanalah.
Pesan singkat itu masih terpatri kuat. Pesan dari Kak San turut menjaga dan mengawal perjalanan hidup saya. Saya menjadikannya sebagai pedoman hidup. Terima kasih Kak Santika atas pesannya. Kemanapun dan sampai kapanpun akan tetap saya ingat. Pesan itu juga sering saya sampaikan kepada anak didik saya, baik dalam upacara pelantikan Pramuka maupun dalam pendidikan formal sehari-hari.
Melalui tulisan ini, ijinkan saya mengucapkan sepatah kalimat sederhana menyambut tanggal 20 Mei 2020.
“Selamat Ulang Tahun Pembinaku, Pembina kami, Kak Santika. Semoga selalu sehat dan berbahagia.”
#TantanganMenulisGurusiana (Hari ke-79)
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar