Gede Ardiantara

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Sekeping Inspirasi dari TPA Bengkala

Sekeping Inspirasi dari TPA Bengkala

Debu bercampur aroma sampah menyapa kehadiranku saat aku hendak memasuki pintu gerbang. Tapi itu tidak menyurutkan tekadku untuk masuk. Baru 10 menit aku mengamati, sudah ada sekitar 7 truk yang keluar masuk. Lalu lintas di gerbang cukup padat. Meskipun demikian, situasi aman terkendali. Aku memutuskan untuk segera masuk ke dalam.

Aku takjub dibuatnya. Betapa luas areal ini. Ada belasan gunung-gunung sampah. Layaknya bintang-bintang kecil, sampah plastik memantulkan kemilaunya di siang hari. Tanpa pikir panjang lagi, aku bergerak mendekati satu persatu pemulung di TPA Bengkala. Aku mendatangi mereka. Aku wawancara mereka sambil mereka tetap asyik mengumpulkan sampah. Aku tidak mau mereka kehilangan rezeki karena semua pemulung berlomba-lomba mengumpulkan sampah sebanyak-banyaknya. Sampailah aku pada sepasang suami istri paruh baya. Pertanyaan demi pertanyaan aku lontarkan. Semua terjawab dengan lengkap.

“Dik, kasihan kamu panas-panasan di TPA ini.” ucap Bapak Sudana.

“Ah, tidak apa-apa, Pak.” jawabku.

“Kalau adik berkenan, mari singgah di gubuk kami. Kami juga mau pulang sekarang.” ajak Bapak Sudana.

Bapak Sudana dan istrinya sangat ramah dan terbuka. Mereka memang biasa pulang setiap pukul 09.30 Wita. Biasanya sore hari pukul 15.00 Wita baru turun kembali ke hamparan sampah yang menggunung.

Tak butuh waktu berjam-jam menuju rumah Bapak Sudana. Rumahnya sangat dekat dari TPA. Dengan berjalan kaki 10 menit saja, kami sudah tiba. Halaman rumah Bapak Sudana sangat asri meskipun berukuran kecil. Rumahnya juga kecil. Berdiri dengan campuran setengah dinding batako dan setengahnya lagi dinding dari anyaman bambu. Aku dipersilakan duduk di pondoknya yang menyerupai poskamling. Sepasang pemulung itu masuk ke dalam untuk bersih-bersih diri. Tak lama kemudian, mereka keluar dengan nampan yang berisi 3 gelas teh panas. Aku sempat menanyakan dengan siapa mereka tinggal di rumah ini.

“Bapak dan Ibu tinggal bersama siapa di sini?” tanyaku.

“Kami tinggal berdua, dik.” jawab Istri Bapak Sudana.

“Kalau tidak salah, di TPA sana Bapak mengaku memiliki 2 orang anak. Mereka tinggal dimana sekarang?” tanyaku penasaran.

“2 anak kami tinggal di kos. Kakaknya baru saja wisuda dan adiknya sedang kuliah.” jawab Bapak Sudana.

Aku kaget mendengar jawaban beliau.

“Luar biasa, Bapak dan Ibu. Anak-anak bisa kuliah. Itu hal yang sangat baik.” balasku.

“Ya, dik. Kami memang bertekad untuk mengutamakan pendidikan anak-anak kami. Meskipun kami harus bermesraan dengan sampah dan panas-panasan setiap hari. Kami ikhlas. Bahkan sering saat hujan pun kami mengais rejeki di balik tumpukan sampah-sampah TPA Bengkala.” Bapak Sudana memberikan penjelasan padaku.

Aku tercengang. Sepasang pemulung tua itu mampu menguliahkan 2 buah hatinya dari hasil mengumpulkan sampah dari TPA Bengkala. Bisakah nantinya aku seperti mereka dalam hal kasih sayang dan pendidikan anak?

(Berdasarkan kisah nyata saat penelitian skripsi tahun 2010-2011. Nama tokoh tidak asli.)

#TantanganMenulisGurusiana (Hari ke-133)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

tulisan yang inspiratif, semoga konsisten menulis dan bertambah sukses

12 Jul
Balas



search

New Post