Yogyakarta, selalu terkait dengan istimewa. Mengapa? Salah satunya tentu karena nama lengkapnya. DIY, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebutan istimewa begitu lekat, sebenarnya apa saja yang membuatnya beda dengan tempat lain. Tanya itu membawaku menginjakkan kaki di kota berjarak lebih dari 200 kilometer dari tempat tinggalku.

Penghujung bulan Desember 2022, minggu ketiga, aku putuskan mengikuti ToT Fasda Literasi yang diselenggarakan oleh Media Guru. Bukan waktu yang tepat, mengingat di kalender pendidikan Jawa Timur masih belum libur. Tetapi dengan semangat menuntut ilmu dan niat membuat 2022 istimewa, aku pun berangkat. Semua tugas dinas di sekolah sudah aku antisipasi, terutama rapor siswa.

Kegiatan ToT Fasda Literasi sendiri sebetulnya juga membuatku berpikir lumayan dalam. Aku bukan penulis andal, bukan pegiat literasi militan. Namun setidaknya aku pernah menulis, aku juga turut andil dalam gerakan literasi di sekolahku. Jadi aku anggap kegiatan ini wadah untuk memperoleh wawasan dan pengetahuan tentang menulis serta literasi. Aku sangat yakin akan mendapatkan suplemen dan inspirasi yang bermanfaat untuk diri, anak didik, atau bahkan orang lain.

Kedatanganku ke Yogyakarta kali ini bukanlah yang pertama. Aku pernah ke beberapa tempat di Yogyakarta, tetapi sudah sangat lama. Terakhir kali, sekitar tahun 2014. Kala itu aku datang sebagai pendamping study tour siswa-siswaku. Sekian tahun berlalu ingatanku tentang Yogya telah memudar. Tak banyak yang masih terbayang. Rekaman dalam memoriku pun tipis, sama sekali tak ada yang spesial, hanya seperti tempat lain yang pernah aku kunjungi. Jadi ketika waktu berjalan dan predikat istimewa Yogya terus mengudara, ada sebuah ruang kosong yang mengetukku untuk mengisi dan membuktikannya . Semacam rasa ditantang, rasa diajak, rasa diundang, rasa haus untuk dipuaskan.

Dannnnn di sinilah aku sekarang, Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 2022. Ada apa? Mari temukan sisi istimewanya. Bismillah.