dibalik kesuksesan
Ada nggak teman-teman K-ners yang pernah ikut seminar, membaca atau menonton video motivasi?
Kalau iya, apa yang biasa dikatakan oleh motivator tentang kunci sukses?
Biasanya sih yang dikatakan motivator tidak jauh-jauh dari kerja keras, passion, ketekunan, keberuntungan.
Tapi ada satu faktor yang luput atau bahkan jarang disinggung ketika kita bicara soal kesuksesan
Belanja baju baru seolah menjadi "ritual wajib" yang harus dilakukan oleh masyarakat untuk menyambut Lebaran. Oleh karena itu, di hari-hari menjelang Lebaran, pusat perbelanjaan dipadati pengunjung. Hal ini dimanfaatkan oleh pihak pusat perbelanjaan untuk memberikan promo-promo menarik.
Pandemi Covid-19 yang belum menunjukkan tanda-tanda akan usai, nyatanya tidak menyurutkan minat masyarakat untuk memadati pusat perbelanjaan demi berburu baju baru.
Seperti yang terjadi di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu di mana pengunjung membludak dan sejumlah pedagang ditertibkan oleh Satpol PP karena melanggar protokol kesehatan (prokes).
Tirto.id pernah melansir survei mengenai jenis pengeluaran terbanyak yang dilakukan oleh kaum muda Ibukota saat Ramadan dan Idul Fitri pada 2016 lalu, diperoleh bahwa pengeluaran untuk membeli baju termasuk salah satu yang terbanyak di antara jenis pengeluaran lain. Dengan persentase sebesar 49,86% pada bulan Ramadan dan 61,76% saat Lebaran.
Faktor itu bernama "privilege" atau privilese dalam bahasa Indonesia.
Apa itu privilese?
Privilese adalah hak istimewa atau keuntungan yang hanya bisa didapatkan oleh orang atau sekelompok orang tertentu.
Lalu, kenapa motivator jarang menyebut-nyebut soal privilese sebagai kunci kesuksesan? Benarkah kesuksesan yang diraih seseorang semata-mata karena kerja kerasnya saja dan tidak ada pengaruh privilese di baliknya?
Ada sebuah penelitian dari SMERU Institute (2018) yang dilakukan terhadap 1.522 anak usia 8-17 tahun pada tahun 2000.
Peneliti mengamati perkembangan mereka selama 14 tahun hingga mereka mencapai usia 22-31 tahun dan telah bekerja.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang lahir dan hidup dalam kemiskinan memiliki penghasilan lebih rendah 87% dibandingkan anak-anak yang lahir dan hidup di keluarga kaya
anak-anak yang punya privilese ekonomi (lahir dan hidup di keluarga kaya) lebih mudah untuk sukses (secara materi) dibandingkan anak-anak yang tidak punya privilese ekonomi.
Senza Arsendy, peneliti dari Inovasi Untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI), mengungkapkan ada tiga penyebab mengapa masyarakat Indonesia masih menganggap bahwa kerja keras adalah kunci kesuksesan dan mengabaikan faktor privilese.
Pertama, masyarakat Indonesia belum sepenuhnya sadar tentang ketimpangan ekonomi yang begitu besar.
Kedua, adanya ketimpangan kelas sehingga menyebabkan sekat-sekat dalam masyarakat.
Ketika masih ada anak perempuan yang dibatasi ruang geraknya, saya justru didorong untuk berani mendobrak batasan. Bagi saya ini adalah privilese di tengah masyarakat yang masih mengotak-ngotakkan aktivitas atau hobi berdasarkan gendernya. Seharusnya ini menjadi hak yang dapat dinikmati oleh setiap perempuan tanpa rasa takut akan stigma, pelecehan dan ketidakamanan lainnya.
Sejak sebelum masuk SD, saya sudah aktif di berbagai kegiatan.
Umur 5 tahun, saya sudah mulai belajar mengaji. Ikut TPA yang rutin diadakan di masjid komplek
Di umur yang sama, orangtua mengikutkan saya les renang untuk anak-anak. Saya ingat betul, waktu itu dapat pelatih yang killer sampai-sampai saya takut untuk berangkat latihan dan ingin bolos saja. Tapi dari sinilah awal mula kedisiplinan dan mental saya terbentuk.
Saat SD saya pernah ikut ekstrakurikuler (ekskul) tari. Tapi hanya bertahan sebentar. Saya lupa kenapa.
Mungkin karena saya lebih tertarik dengan seni suara dan musik atau bagaimana, akhirnya saya lebih memilih ikut paduan suara.
Di SMP dan SMA pilihan ekskul lebih beragam.
Saya aktif di beberapa kegiatan, mulai dari yang bersifat akademis, seperti bergabung di tim olimpiade sains (cabang ilmu biologi), sampai yang non akademis, seperti Palang Merah Remaja (PMR), ansamble musik dan jurnalistik.
Itu baru yang ekskul pilihan. Belum ditambah ekskul wajib, seperti Pramuka dan lain-lain.
Oiya, gara-gara ekskul jurnalistik lah saya jadi suka menulis.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar