Guru SSelayarr

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
wanita dan bayang bayang

wanita dan bayang bayang

Bayang-bayang dan Stigma Infertilitas ertanyaan "kapan nikah?" bagi perempuan lajang mungkin terdengar horor, apalagi bagi yang sudah berkepala tiga.

Sementara perempuan yang telah bersuami akan menghadapi pertanyaan horor berikutnya---yang tidak jarang juga membuat jengah---yaitu "kapan punya anak?"

Apalagi bagi mereka yang sudah cukup lama menjalani biduk pernikahan.

Perlu rekan-rekan tahu, budaya kita adalah budaya kolektif. Masyarakat yang menganut budaya kolektif akan menganggap bahwa "urusanmu adalah urusanku". Jadi, jangan heran ketika orang-orang suka kepo tentang kehidupan pribadi kita. Termasuk soal "kapan nikah dan punya anak".Berbeda dengan masyarakat negara-negara Barat yang lebih individualis. Di sana, Anda baru nikah umur 40 tahun pun nggak bakal dighibahin tetangga.

Dan nggak bakal ada yang menyindir Anda---baik secara halus atau terang-terangan---sebagai "perawan tua" gara-gara umur udah kepala tiga tapi belum nikah juga.

Barangkali pertanyaan yang biasa ditanyakan disini, seperti soal kapan nikah dan punya anak, bakal dianggap tidak sopan oleh mereka.

Budaya kolektif menempatkan masyarakat sebagai "polisi moral" atas hidup orang lain. Bahkan untuk urusan-urusan yang sebenarnya sudah menyangkut ranah privat.

Ini menyebabkan segala pandangan atau prinsip hidup kita harus mendapat validasi dari masyarakat. Secara sederhana, maksudnya adalah "diri dan hidup kita wajib memenuhi ekspektasi orang-orang".

Jika kita tidak menjalani hidup seperti mayoritas orang atau seperti ekspektasi mereka, lantas dihakimi bahwa hidup kita tidak "on the right track", melanggar kodrat, melanggar tradisi.

Buktinya? Perempuan juga dihantui rasa takut dan cemas jika suatu saat suaminya akan berselingkuh atau menikah lagi dengan perempuan lain demi bisa memperoleh anak.

Di masyarakat, perempuan infertil lebih rentan mendapat cibiran. Bahkan dari sesama perempuan.

Seolah-olah perempuan dituntut untuk harus cepat menikah dan punya anak agar dapat memenuhi definisi "bahagia" serta "menjadi perempuan utuh", sebagaimana yang dikonstruksikan oleh masyarakat.

Keputihan terbagi menjadi dua jenis, yaitu keputihan fisiologis (normal) dan keputihan patologis (abnormal).

Keputihan fisiologis biasa terjadi sebelum menstruasi. Keputihan bisa dikatakan normal apabila tidak berwarna (warna cairan cenderung bening), tidak berbau dan tidak keluar dalam jumlah banyak.

Sementara keputihan patologis biasanya disebabkan oleh virus, jamur atau bakteri sehingga menimbulkan infeksi. Hal ini bisa menimbulkan bau tidak sedap pada organ kewanitaan.

Oleh karena itu, pendidikan kesehatan reproduksi penting untuk diajarkan pada anak-anak sejak dini. Termasuk cara menjaga kebersihan organ reproduksi, seperti bagaimana cara membersihkan organ intim yang baik dan benar, bagaimana ketika mereka mengalami mimpi basah atau menstruasi dan sebagainya.

Jika anak bertanya sesuatu, jangan buru-buru dimarahi. Jelaskan saja pelan-pelan dengan bahasa yang lebih mudah dipahami anak seusia mereka.

Tujuannya adalah anak-anak tidak kaget, cemas atau takut jika suatu saat terjadi perubahan pada tubuh mereka. Apalagi saat anak-anak memasuki masa pubertas.

Dengan bekal pendidikan kesehatan reproduksi yang baik, ketika dewasa mereka akan lebih paham apa yang harus dilakukan saat terjadi masalah pada sistem reproduksinya. Mereka tahu ke mana harus bertanya saat mengalami masalah tersebut. Bukan begitu saja percaya pada mitos atau omongan orang yang tidak ada dasar ilmunya.

saya mohon dengan segala hormat, berhentilah menggurui perempuan-perempuan yang tidak seberuntung orang-orang yang bisa nikah dan punya anak cepat.

Termasuk berulang kali menanyakan "kapan nikah dan punya anak".

Karena perempuan sendiri tidak pernah bisa menebak dengan tepat kapan jodoh mereka datang atau kapan Tuhan akan memberi mereka momongan.

Dan saya rasa, laki-laki juga sama.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post