Agus Gunawan

السلام عليكم و رحمة الله و بركاته Hi, perkenalkan nama saya Agus Gunawan. Saat ini, saya mengajar di MTs Negeri Kota Cimahi...

Selengkapnya
Navigasi Web
Pengelolaan Kelas di Minggu Pertama

Pengelolaan Kelas di Minggu Pertama

Apakah yang harus dilakukan guru di awal masuk sekolah ? Apakah minggu pertama yang dikelola dengan baik akan membawa pembelajaran lebih baik di minggu – minggu selanjutnya ?

 

Mengapa harus Minggu Pertama

            Minggu pertama siswa belajar adalah hari-hari dimana siswa sebagai individu mengenal, memerhatikan dan mengawasi berbagai hal yang akan dihadapinya di minggu-minggu selanjutnya. Oleh karena itu, guru yang efektif menurut Jacob Kounin (1970) perlu mengelola minggu pertama ini dengan baik. Menurut beliau, selain itu guru pun harus membimbing dan menata kegiatan kelas secara kompeten, karena ini jauh lebih efektif dibandingkan dengan guru yang hanya menekankan pada disiplin. Ini merupakan pendapat beliau dalam sebuah studi klasiknya mengenai manajemen kelas.

            Lalu bimbingan atau penataan seperti apakah yang mesti guru laksanakan ? Karena guru sebelumnya tidak tahu bagaimana kondisi dan situasi kelas yang akan dia hadapi . Mengatasi hal ini, Walter Doyle (1986), mendeskripsikan beberapa karakteristik tentang kompleksitas dan potensi mengenai lingkungan kelas, guru harus mengetahui bahwa kelas itu multidimensi karena banyak aktivitas di dalamnya baik aktivitas akademik maupun sosial, Aktivitas kelas ini senantiasa terjadi secara simultan, berlangsung cepat dan tidak bisa diprediksi seperti murid yang mendadak bertengkar, mendahului giliran, pergantian mata pelajaran dan lain sebagainya. Sehingga semua ini menciptakan kelas yang ramai dan kompleks dan menimbulkan kekacauan serta masalah jika kelas tidak ditata dan dikelola dengan efektif.

 

Membangun Ekspektasi, Sikap Positif dengan Gaya Asertif

            Kesan siswa yang pertama kali masuk ke kelas baru adalah perkiraan yang berbeda dengan ekspektasi guru karena siswa mendasarkan ekspestasinya pada pengalamannya dengan guru maupun suasana kelas sebelumnya. Oleh karena itu, guru tidak boleh hanya fokus pada mata pelajaran yang akan diajarkan, guru harus memaparkan ekspektasi tentang perilaku dan kegiatan siswa, juga menerangkan secara jelas dan konkret mengenai aturan dan prosedur dalam kelas sehingga murid tahu apa yang harus dikerjakan di dalam kelas. Dengan hal ini, siswa dapat terbantu karena menghabiskan waktu untuk belajar dan mengurangi waktu aktivitas yang tidak diorientasikan pada tujuan.

            Satu hal yang mendasar ketika siswa melangkahkan kaki di kelas baru adalah membangun sikap positif dan rasa percaya diri mereka dengan mendesain pelajaran dan tugas yang memastikan siswa sukses dalam mengerjakannya, disamping kesediaan guru untuk senantiasa siap dan hadir disaat mereka butuh informasi dan bantuan untuk kemajuan siswa. Hal ini dapat mencegah siswa mengalami problem akademik dan emosional di awal pembelajaran.

            Untuk mengawali tahun ajaran baru dengan lingkungan dan situasi yang baru, pun perlu diirngi sikap tegas atau asertif guru. Hal ini untuk menjaga batas antara apa yang dapat diterima dan apa yang tidak dapat diterima di kelas. Sikap asertif ini berguna ketika guru menangani konflik yang akan terjadi. Menurut Robert Alberti dan Michael Emmons (1995), ada empat gaya dalam penanganan konflik yaitu gaya agresif dimana orang cenderung menuntut, galak dan kasar dalam penanganan konflik; gaya manipulatif yang berusaha mendapatkan keinginannya dengan cara membuat orang lain merasa bersalah atau kasihan padanya; gaya pasif  ketika guru tidak tegas, pasrah dan tidak memberitahu orang lain apa yang dia inginkan; adapun yang terakhir dan terbaik adalah gaya asertif (tegas) dimana guru mampu mengekspresikan perasaan dan meminta apa yang diinginkan dan yang tidak diinginkan, hal ini ditujukan demi kepentingan guru dan membawa manfaat bagi siswa karena tidak bersifat manipulatif, kasar dan permisif, siswa tahu posisi dan pandangan guru karena mendeskripsikan problem secara objektif tidak menyalahkan dan menghakimi.              

           

Menjadi Guru yang Efektif di minggu selanjutnya

            Diana Baumrind (1971), memberikan strategi umum untuk menjadi guru yang efektif, diantaranya guru tersebut memiliki gaya otoritatif, dimana siswa dilibatkan dalam kerja sama dan memberikan perhatian kepada mereka, guru mampu menjelaskan aturan dan regulasi, menentukan standar dan masukan dari siswa, sehingga siswa cenderung mandiri, tidak cepat puas, mampu bekerja sama dengan teman dan menunjukkan perhargaan yang tinggi walaupun hanya dengan sedikit monitoring dari guru.

Berbeda dibandingkan dengan gaya otoriter, dimana guru sangat mengekang dan mengontrol serta tidak banyak melakukan percakapan dengan mereka, sehingga siswa pun pasif, tidak berinisiatif dan tidak mampu mengekspresikan kekhawatiran sosial disertai keterampilan komunikasi yang buruk. Berbeda pula dengan gaya permisif, ketika guru memberi banyak otonomi dan tidak memberi dukungan untuk pengembangan keahlian pembelajaran atau pengelolaan perilaku mereka, sehingga mengakibatkan keahlian akademik siswa tidak memadai dan kontrol diri yang rendah.

Ada beberapa aktivitas yang harus dihindari oleh guru yang efektif yaitu menghindari flip-flopping atau meninggalkan aktivitas yang sedang berjalan dengan alasan tidak jelas, seperti meninggalkan kelas beberapa lama dan menyuruh siswa hanya mencatat dan diakhir pelajaran, guru datang kembali hanya untuk bertanya sudah menulisnya atau belum. Selain itu, hindari terlalu lama memaparkan sesuatu yang sudah dipahami oleh siswa sehingga siswa menjadi jemu. Guru yang efektif pun tidak melakukan “fragmentasi”, dimana guru membagi aktivitas menjadi komponen-komponen padahal aktivitas itu sebenarnya bisa dilakukan sebagai satu unit.

Di samping aktivitas yang mesti dihindari, ada aktivitas yang penting bagi guru efektif yaitu mempertahankan aturan dan prosedur. Aturan dan prosedur merupakan pernyataan ekspektasi tentang perilaku (Evertson, Emmer & Worsham, 2003). Aturan lebih menekankan pada ekspektasi umum dan spesifik yang menjurus kepada standar perilaku, seperti : jangan menghina teman, hargailah teman, dsb. Sedangkan prosedur (routines) lebih kepada aktivitas yang spesifik untuk mencapai tujuan dan bukan untuk melarang perilaku tertentu, seperti prosedur mengawali dan mengakhiri pelajaran, mengumpulkan tugas kelas atau rumah, dsb. Aturan cenderung tidak berubah karena mengatur dasar-dasar tindakan sedangkan tindakan mungkin bisa berubah karena tergantung rutinitas dan aktivitas di kelas dan sekolah. (Santrock, 2004). Aturan dan prosedur apabila dilaksanakan dengan baik maka kedisiplinan, keteraturan dan kondisi positif siswa akan stabil dari minggu ke minggu.

Guru harus menyadari bahwa awal tatap muka terkadang awal segalanya, sebuah awal yang menentukan segalanya.                    

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Selamat Pak Agus..... terus berkarya!

11 May
Balas

Muantap

11 May
Balas

masya alloh luar biasa hebat

11 May
Balas

Luaarr biasaaa

11 May
Balas

mantap keren

11 May
Balas

MasyaAllah mantap

11 May
Balas

subhanalloh, keren

11 May
Balas

Benar -benar luar biasa

11 May
Balas



search

New Post