Asalkan Niat Itu Ada
Sepekan sudah kujalani rutinitas dengan rasa yang berbeda. Pekan ini kujalani dengan penuh kesantaian. Rasanya terbebas dalam sangkar yang selama ini mengurungku.
Pagi ini kulakukan aktivitas yang berbeda. Pembakaran yang luar biasa aku lakukan. Semenjak berhenti mengikuti Latsar di salah lembaga yang kugeluti sekarang, aku tak lakukan melakukan pembakaran.
"Dek, kita lari pagi yuk?" ajak suamiku dengan penuh semangat.
" Tumben ngajak lari pagi, ada apa ini?" jawabku dengan sedikit interogasi.
"Pengen aja. Sudah lama kita dak melakukan pembakaran. Kalau di kampung ma kita tiap Minggu lari dan senam bersama di Medan Nan Bapane. Sudah pada pegal semua ni badan," jelasnya.
"Okelah kalau begitu kanda. Siapa takut. Rute kita kemana ni?"
"Kita terus ke Pertamina habis itu kita pulang. Hahahaha"
Kami pun bersiap-siap untuk melaksanakan pembakaran pagi ini.
Pembakaran pun berlangsung, butiran-butiran keringat mulai membanjiri punggung kami. Karena sudah cukup rasanya, kami kembali ke rumah dengan badan yang sudah segar dan rasanya sudah ringan seperti kapas diterbangkan angin.
Sambil menikmati kesejukan pagi ini, kami menoleh ke jendela sudah hampir tua dengan cat yang hampir tak kelihatan warna aslinya. Jika diibaratkan dengan diri kita, hati yang dulu putih bersih kini sudah ternoda dengan perbuatan maupun perkataan yang tidak bermanfaat. Maka muncullah ide untuk membersihkannya.
"Jendelanya kotor juga ya, butuh tenaga ekstra ni untuk membersihkannya. Sudah berapa lama jendela ini tak tersentu?" Ungkapan hatiku sambil memperhatikan jendela itu.
"Sudahlah, jangan bermenung. Ayo bantu aku," suaranya mengagetkanku.
Kami mulai dengan menurunkan gordennya dan merendamkannya di dalam ember dengan lautan busa yang melimpah. Sementara itu, kami mulai membersihkan jendela dengan mengelapanya dengan kain basah. Meski tak semudah dibayangkan diawal, kami tetap melakukannya. Alhasil jendela itu pun kembali bersinar dengan wajah awalnya begitu juga dengan gorden yang direndam tadi.
"Ternyata warnanya begitu indah," ungkapku ketika sudah siap membersihkannya.
"Ini juga bening, sudah terlihat wajah cantikmu ," jawab suamiku yang mengelap kaca jendelanya dan mengombaliku.
Sambil meneruskan pembersihan, suamiku mulai lagi menganalogikan dengan keadaan hati manusia.
" Seperti ini juga hati kita dek, sekotor apa pun hati kita, sehitam apa pun air hati kita kalau kita ingin menyucikannya insya Allah akan kembali jernih seperti jendela ini asalkan ada niat dan kemauan yang kuat dari hati kita. Coba tadi kita hanya berniat saja tanpa ada aksi pasti jendela ini akan tetap kotor dan suram aja."
Aku hanya terdiam mendengarkan penjelasan suamiku. Begitu menusuk kata-katanya ke lubuk hatiku paling dalam.
Aku hanya bisa berkata dalam hati, "Ternyata Allah itu memilih waktu yang tepat untuk kita belajar dan mencoba memahami apa pun dari hal yang paling kecil."
Setelah semuanya selesai, kami saling menatap dan tersenyum dengan usaha yang kami lakukan.
"Seperti dicat ulang ya rumah kita," tambahnya lagi sambil melirik jam dinding di ruang tamu kami.
"Yuk kita isrihat," ajakku sambil menyambilkan air minum untuknya.
#salamliterasi
#nexttantanganberikutnya
#tantanganpenulispemula
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Sip