"Sedang apa, Nak?" tanya Pak Guru kepada muridnya yang tampak tidak fokus saat belajar daring, apalagi pelajarannya Matematika. Tiba-tiba ia terkejut dan menjawabnya dengan terbata-bata, "Hm . . . Oke, Pak. Hm . . . Tadi, apa pertanyaannya, Pak?" Pak Guru mengingatkan murid tersebut untuk tetap fokus. Kemudian, pembelajaran dilanjutkan dengan penjelasan dan diskusi. Setelah selesai, Pak Guru mengirimkan pesan ke muridnya melalui WhatsApp pribadi menanyakan kejadian saat belajar tadi. Hal ini karena bukan kali pertama ia tidak fokus. Sang murid pun menjawab dengan jujur bahwa ia sedang main media sosial yang sedang populer di kalangannya. Setelah itu, ia minta maaf dan berjanji untuk tidak mengulanginya dan siap menerima konsekuensi. Pak Guru sangat mengapresiasi kejujurannya dan sikap yang diambilnya. Ia pun melanjutkan dengan menjawab chat, "Terima kasih sudah berkata jujur, Nak. Bapak sangat mengapresiasi kejujuran kamu." "Maaf ya, Pak" Jawabnya. "Teknologi termasuk media sosial adalah alat. Alat itu akan berfungsi sesuai dengan pemakainya. Alat itu akan menjadi baik jika digunakan untuk kebaikan dan akan buruk jika digunakan untuk keburukan." Lanjut Pak Guru. Pak Guru berfikir bagaimana caranya agar muridnya tetap menggunakan media zamannya tapi memberikan manfaat untuk diri dan orang lain. Ia menantang muridnya untuk membuat media sosial yang sering digunakan untuk memberikan manfaat dan menginspirasi orang lain. "Bapak menantang kamu untuk membuat konten yang berfaedah dan menginspirasi orang lain di media sosial itu." "Baik, Pak." Jawabnya. Beberapa hari kemudian, ada pesan masuk ke WhatsApp Pak Guru. Ternyata video yang masuk ke WhatsApp. Beberapa detik berselang, pesan pun masuk, "Pak. Ini video tantangan dari bapak." "Masya Allah, keren nih. Selalu buat konten video yang menginspirasi ya. Good luck, Nak." Jawab Pak Guru segera.