Di malam yang sunyi, Salman duduk di teras rumahnya ditemani gemerlap bintang dan semilir angin yang sejuk. Ia memikirkan pesan mesra seorang pemuda kepada istrinya. "Honey, have a nice dream. See you tomorrow."

Salman memanggil istrinya dan menanyakan pesan tersebut dengan datar. Istrinya berdalih dengan sejuta alasan agar api yang dimainkannya tak menyulut ayah anak-anaknya. Salman pun tahu geliat kepalsuan yang keluar dari mulutnya namun ia tahan bara amarah agar tak terbakar bisikan syaitan. Ia memikirkan anak-anaknya jika perpisahan menjadi ujung penyelesaiannya. Ia tetap memandang jauh ke depan melihat gelap yang berbintik cahaya di lentera perumahan. "Aku yakin kamu tahu bahwa ada yang maha tahu." Kalimat pamungkas dikeluarkan Salman kepada istrinya.

Istri pun tersungkur bersujud di kaki Salman meraung-raung menyesali penyesalannya. Ia minta maaf dan rela jika talak adalah imbalannya. Salman tetap tak memindahkan tatapan tajam lurus ke depan meski kaki sudah basah dengan air mata. Ia pun bertanya sejauh mana hubungan terlarang yang dilakukan istrinya. Tangisnya semakin jadi, saat ia memberitahu hubungannya sudah melebihi batas kesucian. Tiba-tiba, anaknya yang bungsu bangun dan menghampiri mereka dan terkejut dengan yang disaksikannya. Salman langsung berdiri dan menggendong si bungsu dan membawanya ke kamar sambil berkata kepada istrinya, "Biarlah aku menjadi bunga yang tetap memberikan keharuman pada tangan yang menghancurkannya."