Pak kepala sekolah mengumumkan bahwa akan ada subsidi kuota untuk guru melalui whatsapp group. Tak berapa lama, satu persatu guru mengirimkan pesan sabagai bentuk tanda syukur dan terima kasih atas informasi tersebut. "Alhamdulillah, terima kasih atas informasinya, Pak." Bu Nisa mengirmkan pesan tersebut ke WAG sekolah. Tak sampai lima menit, kalimat yang persis sama masuk ke WAG sekolah dan tersusun rapi dari atas ke bawah hasil usaha copy paste mereka.

Keceriaan dan kebahagiaan tampak pada guru-guru. Hal ini terlihat dari status whatsapp mereka yang lagi-lagi sama. Mereka screenshot status Bu Nisa dan dijadikan status WA masing-masing. Namun hal yang berbeda pada Pak Car-One. Ia tidak mengungkapkan kegembiraannya seperti rekan guru di tempatnya mengajar. Ia tidak mengirimkan pesan WA apalagi membuat status.

Pak kepala sekolah cukup peka dengan keadaan ini. Ia memang selalu mengamati WA dan status guru-guru yang dipimpinnya. Ia tak menemukan satupun ungkapan syukur dan kegembiraan dari PAk Car-One, temannya saat kuliah yang juga menjadi guru di sekolah yang dipimpinnya. Ia langsung menelpon Pak Car-One dan menanyakan kabarnya dan tentu dengan keluarganya juga. Ia memberitahu bahwa guru-guru akan mendapatkan subsidi kuota agar pembelajaran daring lebih optimal. Pak Car-One diam menyimak kata demi kata yang keluar dari mulut kepala sekolah. Setelah kepala sekolah selesai berbicara, Pak Car-One meresponnya, "Pak, mohon maaf. Bukannya saya tidak senang dengan subsidi kuota tapi handphone dan laptop saya rusak karena penggunaan yang berlebihan atau virus. Jadi sepertinya kuota tersebut kurang berguna untuk saya."