Rio menolak perjodohan yang direncanakan orang tuanya. Ia menutup rapat mulutnya dengan pandangan lurus ke depan saat ayah menyampaikan hal tersebut. Pasalnya, Rio sudah melakukan taaruf melalui Ustadz Umar dengan wanita yang sesuai dengan harapannya. Cantik, smart, dan idealis. "Pagi-pagi sudah sarapan kayak begini. Hm . . ." Batinnya dengan kesal.

Ayah tetap dalam pendiriannya. Menjodohkan Rio dengan anak sahabatnya. Ayah tetap membujuk Rio dengan seribu jurus yang dipunya namun Rio pun dengan pendapatnya. Suasana di beranda rumah seperti diselimuti salju yang tebal. "Mas, mau ya dengan anaknya Om Salman? Itu loh, teman ngaji ayah. Nanti jam 9 mau ke sini bersama putrinya." Pinta ayah setelah seribu jurus tak mampu meruntuhkan sikap anak sulungnya. Rio semakin emosi. Ia langsung beranjak menuju ruang TV dengan wajah yang lecak dan dada yang bergemuruh.

Saat jam dinding menunjukkan jam setengah sepuluh, Om Salman datang bersama istri dan putri semata wayangnya. Ayah menyambut mereka dengan gembira. Sedangkan Rio mematung di depan TV. Ayah mengajak masuk dan meminta mereka duduk sambil menikmati hidangan yang telah disediakan. Ayah memanggil Rio untuk menemui mereka. Dengan kesal Rio memenuhi panggilan ayahnya. Tiba-tiba, langkahnya terhenti di pembatas ruang tamu dan ruang TV memperhatikan wanita yang duduk diantara Om Salman dan istrinya. Ia menundukkan kepalanya, "Bukankah wanita itu adalah Deeza yang kemarin taaruf denganku." Rio kembali ceria dan duduk di sampingnya ayahnya.