TANGISAN SANG PEJUANG KELUARGA
“I wanna show you. I’ll be as strong as you. I love you, Daddy. You are my hero.”
“Aku ingin menunjukkan kepadamu. Aku akan tegar dan kuat sepertimu. Aku mencintaimu. Kamu adalah pahlawanku.”
Lirik lagu yang dinyanyian Ricardo and friends menunjukkan bahwa ayah merupakan sosok yang kuat dan tegar. Bukan hanya dalam hal fisik namun juga dalam menghadapi masalah yang terjadi. Ayah lebih banyak menggunakan logikanya daripada emosi dan perasaan. Hal ini merupakan gambaran sosok ayah pada umumnya di manapun.
Begitupun dengan saya. Saya dan adik-adik memanggilnya dengan sebutan bapak. Kami memandang bapak sebagai seorang yang pendiam, serius dan tegas. Bapak jarang sekali mengobrol dengan anak-anaknya apalagi bermain-main. Bapak sukanya bekerja dan pulang larut malam. Ia sering pulang membawa buah tangan dan koran. Ia senang sekali saat melihat kami berebutan sambal menonton Dunia Dalam Berita. Sedangkan saya selalu mengalah dari keempat adik saya. Alhasil saya selalu mengambil koran yang selalu dibawanya. Setiap hari saya membaca koran. Berita Yudha dan Suara Pembaruan adalah koran yang saya suka.
Karena hematnya berbicara, membuat kami sangat segan dengannya. Apalagi saat bapak sudah memandang dengan serius (baca: melotot), kami langsung menuruti apapun yang diminta.
Setelah kami beranjak remaja dan dewasa, kami menyadari bahwa bapak adalah sosok yang luar biasa.
Bapak adalah sosok yang kuat. Ia jarang sekali membuat dan atau memperbaiki sesuatu dengan meminta bantuan orang lain. Ia melakukannya seorang diri. Saking kuatnya bapak jarang sekali sakit.
Bapak lebih suka berjalan kaki jika bepergian daripada naik kendaraan. Ia selalu jalan kaki saat pergi dan pulang kerja dari rumah ke halte bus yang jaraknya cukup jauh, sekitar 45 menit. Entah karena ingin hemat atau sekalian berolahraga. Meskipun bapak pernah dapat fasilitas motor dari tempat kerjanya, ia tetap berjalan kaki dan naik bus sedangkan motor tersebut dipakai kami. Anak-anaknya. Kami juga tidak pernah menanyakan hal tersebut. Satu hal yang pasti, sampai saat ini bapak selalu jalan kaki setiap pagi, setiap hari.
Bapak juga pribadi yang suka membantu. Bukan hanya membatu anak-anak dan istrinya tapi juga tetangga disekeliling rumahnya. Bapak tidak segan mencuci pakaian, menyapu, mengepel, bahkan memasak saat mama sedang sibuk atau sakit. Ia juga sering dimintai bantuannya. Mulai dari membantu hajatan tetangga sampai memasang dan memperbaiki listrik. Oleh karena itu, bapak cukup dikenal di kampung. Bukan karena menantu seorang ustadzah terkenal di sana tapi karena sukanya membantu orang lain.
Dibalik semua sikap super hero yang digambarkan, bapak ternyata sosok yang sangan sentimental. Ia pernah menangis di hadapan saya, seorang diri.
Saat itu, saya masih SMA. Saya sudah siap untuk berangkat sekolah. Saya duduk di ruang makan setelah minum teh manis hangat, berharap diberikan uang saku seperti biasanya. Namun sampai dengan pukul 06.30, saya belum juga mendapatkannya. Tiba-tiba bapak menghampiri dan duduk di hadapan saya. Ia menatap dengan mata yang berkaca-kaca. “Mas, hari ini nggak sekolah dulu ya. Bapak nggak punya uang sama sekali. Sudah tiga bulan bapak nggak gajian. Maaf ya, Mas. Bapak kamu orang susah.” Tangisnya meledak sambil memeluk saya dengan erat, cukup lama. Setelah itu, bapak tetap pergi kerja. Berjalan kaki. Dan saya baru tahu, bahwa saat itu ia berjalan kaki sampai tempat kerjanya.
Kali kedua bapak menangis adalah saat saya bilang akan menikah. Ia sangat terperanjat dengan perkataan saya. Apalagi saat saya mengatakan bahwa menikahnya bulan depan dan baru sekali bertemu dengan calon istri. Apalagi keluarganya, belum pernah sama sekali. Hal ini karena saya menggunakan konsep taaruf dalam pernikahan. Keesokan harinya, saya meminta bapak untuk menemani melamar gadis itu. Ia tambah kaget karena tidak ada persiapan sama sekali. Lalu saya menanggapinya dengan santai bahwa bapak tidak perlu memikirkannya.
Selepas Magrib, kami bergegas menuju rumah gadis itu untuk melamarnya. Namun bapak belum juga berajak dari kamarnya. Saya menemuinya sedang masih duduk di sajadahnya. Ia meminta saya untuk duduk di depannya. “Mas, maafin bapak ya. Maafin bapak ya . . .” Hanya kalimat itu yang diucapkannya berulang-ulang sambil memeluk dan menagis tersedu-sedu.
Kini, bapak sudah senja. Saya tak ingin ia menangis untuk ketiga kalinya sampai akhir hayatnya. Meski saya tahu, tangis itu adalah tangisan berharga. Ia tetap pejuang keluarga dan pahlawan kami selamanya. Tangisan itu tangisan kewibawaan.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Semoga bapak barokah di sisa usia
Terima kasih, Bu Junaidah.
Kisah yang mengharukan.Semoga sehat dan sukses selalu buat bapak.
Amin. Terima kasih, Pak Pardi.
Masya Allah.. kisah yang mengharukan.. semoga bapak di beri kekuatan dan jika di panggil Allah khusnul khatimah... Maaf ya pak.. bukan saya ingin ba0ak cepa pergi.. ini harapan seorang anak kepada bapak yang sudah mulai senja...
Terima kasih, Bu Illah.
Masya Allah.. kisah yang mengharukan.. semoga bapak di beri kekuatan dan jika di panggil Allah khusnul khatimah... Maaf ya pak.. bukan saya ingin ba0ak cepa pergi.. ini harapan seorang anak kepada bapak yang sudah mulai senja...
Terima kasih, Bu Illah.
Bapak yang baik. Salam literasi
Terima kasih, Bu Sundari.
Bapak yang baik. Salam literasi
Terima kasih, Bu Sundari.
Masya Allah, bapak yang istimewa. Sungguh seorang pejuang keluarga
Terima kasih.
Bapak yang luar biasa,.. ulasannya pun keren menewen.. Semoga lolos Pak.
Terima kasih, Bu Rumanti.
Luar biasa ulasannya pak. Menginspirasi. Salam sukses selalu
Terima kasih.
MasyaAllah. sukses selalu pak.
Amin. Terima kasih, Bu Firdayati.
mantab kisahnya pak Hadi. Semoga menang
Amin. Terima kasih.
Membacanya membuat saya menangis pak, jarang sekali lelaki menangis, tapi demi buahhati , saat tak punya uang,sikap gantelmen seorang ayah mengakui tidak punya uang, salut, bahagia memiliknya, semoga lolos dan menang ya pak, salam literasi .
Amin. Terima kasih, Bu Evi.
semoga ayah selalu sehat ya dan sukse lombanya
Amin. Terima kasih.
Masya Allah, kisah yang mengharukan. Salam literasi
Salam literasi.
Saya melihat tangis bapak, pas saya diwisuda.. sangat terharu dengan tulisannya pak
Terima kasih.