Rindu Ayah
Ayah, maafkan daku jika sampai detik ini aku belum mampu melaksanakan seluruh amanah yang kau titipkan padaku sebelum hembusan nafasmu. Semalam sebelum kau berangkat untuk selamanya, kau menyampaikan pesan yang sampai sekarang tak akan hilang dalam memoriku. Kala itu, di meja makan seperti biasa kau selalu menikmati kunyahan demi kunyahan dengan menyelingi beberapa nasehat. Ternyata makan malam itu adalah makan malam terakhir bersamamu. Kau bertutur dengan sangat pelan dan santun. Berbisik dengan suara lirih. Kau titipkan seluruh anggota keluarga padaku untuk mengingatkan mereka selalu untuk tetap menjaga shalat. Lalu kau tambahkan kalimatmu, “ hanya itu yang bisa aku wariskan pada kalian”. Sebuah pesan dan nasehat yang terlalu berat dan sangat bermakna bagiku.
Aku sadar bahwa kadang aku sangat egois. Melupakan akan amanah itu. harusnya sebagai anak yang berbakti dan amanah aku tetap menjalankan nasehat itu, dimana pun dan kapan pun. Bukan hanya untuk keluarga tercinta tapi harusnya kepada siapa saja sesama muslim yang ada disekitarku .Baik itu di sekolah, di kantor, di acara pesta, di keramaian dan berkumpul lainnya. Ketika azan dikumandangkan, maka tugasku harusnya mulai mengingatkan dan mengajak orang-orang untuk menghentikan segala aktivitas dan segera menunaikan kewajiban sebagai seorang muslim.
Ayah, amanahmu tetap selalu kukenang. Engkau memang sosok seoarng bapak yang luar biasa. Kegigihanmu menyebarkan ajaran agama Islam memang tak terkalahkan. Kadang muncul rasa cemburu akan amalan yang kau laksanakan secara istiqamah.
Ayah,tampa terasa kepergianmu sudah kurang lebih dua belas tahun. Tepatnya 9 april 2008, pukul 05,05 kau menghembuskan nafas terakhirmu. Saat ini kerinduanku padamu tak mampu ku bendung. Sebagai pengobat rindu ku membaca bait-bait indah tentangmu yang dituliskan oleh alm H.Udhin Palisuri di buku Yasinan empat puluh harimu. Kali ini puisi itu kutuliskan kembali dalam versi yang sedikit berbeda.
Di Buntu Tangga Terbaring dalam Tidur Abadi
Ayah
Dua belas tahun sudah kering air mata
Tetes duka melekat dikelopak rindu
Telah pergi kearifan membawa segala damai
Mengahadap Maha Pencipta wajah tersenyum
Ayah
Dua belas tahun membeku sunyi dalam kalbu
Betapa indahnya roh berpisah dengan jasad
Begitu hangat pelukan keluarga tercinta
Dalam ibadah getaran relung dada
Ayah
Dua belas tahun kubayangkan raut wajahmu
Dibimbing tangan malaikat menuju syurga
Dibibr bertahta kasih kehormatan hati
Tidur abadi dalam pengakuan ilahi Rabbi
Ayah
Dua belas tahun rasanya berlalu begitu cepat
Tanah kuburan mengering, pusaran mulai usang
Berdekap rembulan dan matahari di tepi langit
Menunggu datangnya hari kiamat
Ayah
Dua belas tahun kubayangkan engkau masih disini
Menatap dengan bola mata bening bercahaya
Ucapan bijakmu polos mengatakan kebenaran
Sesungging senyuman terkubur dalam kenangan
Ayah
Terbayang matamu menikam dengan lembut
Ucapanmu santun mengalir dalam berkata
Kasih sayangmu menyiram dalam sunyi
Engkau suami, ayah, kakek, sahabat berhati putih
Ayah
Dua belas tahun dikenang dalam kedamaian
Padamu lelaki bijak sederhana dan rendah hati
Engkau kini terbaring dalam tidurmu abadi
By Anakmu yang merindukanmu
#tantanganmenulisharike_5
#tantangan30harimenulis
#tantangangurusiana
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Jadi sedih membacanya Bu. Tulisannya bagus, saya terhanyut dan turut mengenang ayahku yang telah 13 tahun tak bersama kami.