Hafni,S.Pd

Nama : Hafni, S.Pd. TTL : Labuhan Bilik/22 Januari 1977. Tempat tugas: SDN 11 Panai Hulu, Hobby : Menulis cerpen, cerbung, puisi dan pantun. Motivasi dala...

Selengkapnya
Navigasi Web

3.1.a.9. KONEKSI ANTAR MATERI

3.1.a.9 .. KONEKSI ANTAR MATERI

Di awal modul 1.1 kita sudah mempelajari filosofi pendidikan yang disampaikan oleh bapak pendidikan kita yaitu Ki Hajar Dewantara. Beliau menyampaikan bahwa pendidikan memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Di dalam melaksanakan pembelajaran seorang pemimpin (guru) harus menerapkan sistem among (menuntun) agar mampu mendorong tumbuh kembangnya potensi siswa

Pada tahun 1922, R.M. Suwardi Suryaningrat yang lebih kita kenal sebagai Ki Hadjar Dewantara mendirikan Perguruan Nasional Tamansiswa (Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa). Beliau pun mencetuskan asas-asas pendidikan yang kita kenal sebagai Patrap Triloka. Pratap triloka yang diusung oleh KHD antara lain :

Ing ngarsa sung tuladha, didepan memberikan teladan Ing madya mangun karsa, ditengah membangkitkan semangat Tut wuri handayani, dibelakang memberikan dorongan

Guru sebagai pemimpin pembelajaran harus mampu menerapkan Pratap Triloka dalam lingkungan belajar, dimana sebagai penuntun bagi murid guru harus hadir sebagai teladan, sebagai pembangkit semangat dan memberikan dorongan bagi murid yang membutuhkannya. Dengan menerapkan dan menghidupi Pratap Triloka akan menjadi dasar/landasan bagi guru untuk mengambil keputusan terbaik yang berpihak pada murid yang menciptakan lingkungan belajar yang positif, nyaman dan menyenangkan.

Disadari atau tidak, ketiga nilai tersebut berpengaruh terhadap pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Nilai Ing ngarsa sung tuladha, memberikan pengaruh nyata terhadap peran guru sebagai teladan di garis depan. Selaras dengan nilai ini, seorang Calon Guru Penggerak (CGP) hendaknya menjadi teladan dalam menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajaran. Pengambilan keputusan yang dilakukan tentu dengan menerapkan 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Bentuk nyata pengaruh nilai ini adalah sosok CGP yang mampu menggerakkan ekosistem ke arah lebih baik.

Hal ini juga berlaku pada nilai Ing madya mangun karsa. Nilai ini mengingatkan bahwa seorang CGP harus mampu membangun motivasi diri dan orang lain untuk melakukan pengambilan keputusan yang tepat. Berlandaskan nilai ini seorang CGP bisa berbagi semangat untuk terus bergerak. Gerakan yang dilakukan berupa ajakan kepada guru-guru lain untuk bersama-sama bergerak. Di sinilah nilai ini memengaruhi jiwa kolaboratif pada diri CGP dan guru lainnya.

Sedangkan nilai Tut Wuri Handayani memengaruhi CGP dalam hal memberikan dukungan. Seorang CGP selayaknya menjadi pendukung dalam penerapan pengambilan keputusan dengan tepat dalam ekosistem pendidikan. CGP bisa memberikan dukungan berupa ide, gagasan, dan masukan dalam proses pengambilan keputusan. Selain itu, juga bisa berupa pemberian opsi trilemma berupa ide kreatif dalam pengambilan keputusan. Sudah seharusnya, CGP senantiasa tergerak untuk menemukan ide kreatif ini.

Pada dasarnya setiap individu guru adalah penggerak. Setidaknya bagi dirinya sendiri. Disadari atau tidak, setiap guru sebenarnya memiliki nilai-nilai sebagai guru penggerak. Di dalam guru ada nilai-nilai tertanam sejak pertama memutuskan menjadi seorang pendidik. Dalam perjalanannya nilai-nilai itu akan semakin terasah. Tindakan untuk mengembangkannya pun semakin terarah. Namun, tidak semua bisa menerapkan nilai-nilai tersebut. Tentu masing-masing memiliki alasannya.

Nilai-nilai dalam diri kita sebagai guru besar pengaruhnya terhadap pengambilan suatu keputusan. Nilai inovatif dalam diri guru akan menjadi dasar yang baik dalam menentukan berbagai opsi pengambilan keputusan yang dilakukan. Nilai kolaboratif akan memengaruhi kita dalam memetakan aktor yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Tidak terkecuali dengan nilai mandiri. Nilai ini akan menjadi dasar bagi seorang guru untuk menentukan inisiatif berdasarkan prinsip pengambilan keputusan. Nilai ini juga akan menjadikan seorang guru bisa berpikir cepat dan tepat dalam menghadapi situasi dilema etika yang menjadi alasan pengambilan keputusan.

Demikian halnya dengan nilai reflektif. Nilai ini akan berpengaruh besar terhadap kemampuan seorang guru melakukan refleksi atas keputusan yang diambil. Refleksi ini akan membuat guru menjadi tahu benar tentang keputusannya sudah tepat atau belum. Muara dari semua nilai itu adalah berpihak pada murid. Nilai dalam guru ini akan memengaruhi sikap dalam menentukan prinsip-prinsip pengambilan keputusan yang terbaik dengan mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi murid.

Nilai-nilai tersebut pada akhirnya akan disadari dan dipahami sebagai kesatuan utuh dalam diri guru, terutama CGP. Hal tersebut tentu tidak lepas dari peran pendamping dan fasilitator.

Dalam pengujian pengambilan keputusan, bimbingan dalam bentuk coaching sangat membantu. Peran pendamping dan fasilitator selama proses pembelajaran merupakan hal baik bagi CGP untuk bisa menggali potensi diri dalam melakukan pengambilan dan pengujian keputusan dengan tepat. Melalui diskusi dua arah, hal-hal atau pertanyaan terkait pengambilan keputusan bisa dilakukan dengan baik.

Sebagai contoh saat saya mengambil keputusan mengubah rencana jangka pendek yang telah disusun, pendamping mengarahkan saya untuk bisa menemukan potensi saya. Hingga akhirnya dari proses coaching tersebut saya menyadari, bahwa keputusan yang saya ambil sudah tepat. Hal ini menurut saya peran pendamping dan fasilitator dalam pengambilan keputusan sangat efektif. Termasuk di dalamnya adalah diskusi terkait studi kasus yang terjadi di sekolah.

Pengambilan keputusan yang tepat berpegangan pada kepentingan terbaik bagi semua pihak. Sehingga tidak ada pihak-pihak yang tersakiti akibat pengambilan keputusan tersebut. Tentunya bukan hal yang mudah. Membutuhkan upaya yang terencana dan sistematis. Seorang pendidik terlebih dulu harus menyusun perencanaan pengambilan keputusan. Perencanaan berawal dari penulisan kasus secara detail. Selanjutnya adalah melakukan analisis berdasarkan paradigma, prinsip, dan langkah pengambilan dan pengujian keputusan.

Seorang pendidik memilih keputusan berdasarkan analisis dengan hasil tepat. Apabila melalui tahap terakhir, yaitu refleksi ternyata tidak tepat, pendidik bisa saja mengubah keputusan yang akan diambilnya. Selain itu, bisa juga menggunakan opsi trilemma yang merupakan cara kreatif yang tidak terpikirkan sebelumnya sebagai keputusan.

Jika pengambilan keputusan dilakukan dengan tepat, maka kondusivitas ekosistem sekolah akan tetap terjaga. Hal ini karena tidak adanya konflik berkepanjangan setelah keputusan diambil. Ekosistem sekolah pun tetap aman dan nyaman tanpa gejolak yang berarti akibat keputusan yang diambil. Semua pihak yang terlibat akan menerima hasil keputusan dengan hati terbuka dan lega.

Melakukan hal baru tidak selamanya mengalami kemudahan. Ada kalanya di tengah perjalanan menemukan kesulitan. Dengan perencanaan yang tepat akan memberikan kemudahan dalam mengambil keputusan. Upaya meminimalisirnya adalah dengan melakukan pemetaan kesulitan yang akan dihadapi. Tujuannya adalah untuk menemukan strategi penyelesaian saat mengalami kesulitan. Dari pemetaan kesulitan, setidaknya ada gambaran diperoleh sebagai berikut:

Pertama, belum adanya kesamaan pemahaman tentang bujukan moral dan dilema etika. CGP bisa melakukan upaya membumikan pemahaman tersebut melalui diseminasi dan teladan. Dalam hal ini CGP bisa melakukan diseminasi dan pelatihan kepada sejawat. Sedangkan sebagai teladan, CGP membiasakan diri dengan menerapkan hal tersebut dalam pengambilan keputusan.

Kedua, pengambilan keputusan berdasarkan 3 paradigma, 4 prinsip, dan 9 langkah belum menjadi budaya positif di sekolah. Upaya mengatasinya melalui diseminasi materi pengambilan keputusan kepada sejawat. Langkah ini untuk menciptakan kesamaan pemahaman dan kesadaran menerapkan. Hingga pada akhirnya akan terus tumbuh menjadi sebuah budaya positif di sekolah.

Pengambilan keputusan sangat berpengaruh terhadap pengajaran yang memerdekakan murid. Bentuk pengaruh nyata terlihat dari pengambilan keputusan terkait proses pembelajaran yang akan dilaksanakan. Keputusan dalam menentukan bentuk-bentuk diferensiasi yang akan dilakukan dalam proses pembelajaran. Selain itu juga terkait dengan keputusan untuk mengembangkan proses pembelajaran berpihak pada murid. Bukan saja pada tingkat guru dalam proses pembelajaran. Namun, juga pada tataran pengambilan kebijakan sekolah. Pihak sekolah harus memikirkan matang-matang dalam menentukan kebijakan terkait pendidikan murid. Sekolah menjadikan murid sebagai subjek pendidikan adalah dasar dalam mengambil keputusan. Beberapa pertimbangan bisa dilakukan sekolah sebelum mengeluarkan keputusan.

Seorang CGP bisa menjadi pemberi masukan pada pihak sekolah. Terutama terkait kebijakan menyangkut kepentingan terbaik bagi murid. Hal ini menunjukkan bahwa seorang CGP bisa memengaruhi pengambilan keputusan. Sekaligus juga menggiring dan mengarahkan keputusan sekolah untuk menetapkan pengajaran yang memerdekakan murid. Dalam hal ini peran sebagai pemimpin pembelajaran sangat dibutuhkan.

Sebagai seorang pemimpin pembelajaran harus memahami paradigma pengambilan keputusan. Hal ini akan membantu mempermudah dalam menentukan prinsip dan langkah-langkah pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan yang dilakukan seorang pemimpin pembelajaran harus berpihak pada murid.

Ada hubungan erat antara keputusan masa sekarang dengan masa depan murid. Pengambilan keputusan yang tepat akan berdampak pada perubahan murid ke depannya. Bisa dikatakan bahwa masa depan murid bisa saja tergantung dari keputusan yang diambil guru saat ini.

Contoh sederhana pada saat kita membuat keputusan untuk tidak menaikkan murid karena terkendala regulasi atau aturan sekolah. Bisa jadi saat itu kita menjadi pemutus harapannya menjadi lebih baik di masa depan. Itu adalah contoh kasus yang sering kita temui di lapangan. Contoh kasus yang bisa jadi menjadi kunci masa depan bagi murid kita.

Sebagai individu kita tidak pernah tahu akan menjadi apa murid-murid kita kelak. Kita juga tidak pernah tahu menjadi seperti apa murid-murid kita. Jika saat ini kita mengambil keputusan salah, bisa jadi akan menghambat langkahnya mencapai cita-cita murid. Atau juga bisa jadi dengan mengambil keputusan tepat, maka ke depannya kita akan memberikan hasilnya. Bisa saja murid berubah menjadi lebih baik berkat keputusan yang kita ambil tentangnya. Bisa juga dengan keputusan kita yang tepat saat ini murid bisa menemukan potensi diri yang tersembunyi. Tentu hal tersebut akan menjadi berkah tersendiri. Oleh karena itu penting mengubah mindset kita, bahwa proses pembelajaran sejatinya pengambilan keputusan yang memerdekakan murid.

Dalam pengambilan sebuah keputusan akan ada dua hal yang kita temukan yaitu bujukan moral dan dilema etika. Nah apakah perbedaan keduanya itu?

Bujukan moral atau benar vs salah adalah sebuah situasi yang terjadi dimana seseorang dihadapkan pada situasi benar atau salah dalam mengambil sebuah keputusan. Dilema etika atau benar vs benar adalah sebuah situasi yang terjadi dimana seseorang dihadapkan pada situasi keduanya benar namun bertentangan dalam mengambil sebuah keputusan.

Dari pengalaman kita bekerja kita pada institusi pendidikan, kita telah mengetahui bahwa dilema etika adalah hal berat yang harus dihadapi dari waktu ke waktu. Ketika kita menghadapi situasi dilema etika, akan ada nilai-nilai kebajikan mendasari yang bertentangan seperti cinta dan kasih sayang, kebenaran, keadilan, kebebasan, persatuan, toleransi, tanggung jawab dan penghargaan akan hidup.

Secara umum ada pola, model, atau paradigma yang terjadi pada situasi dilema etika yang bisa dikategorikan seperti di bawah ini.

Individu lawan masyarakat (individual vs community) Rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy) Kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty) Jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term)

Dalam pengambilan sebuah keputusan ada tiga prinsip yang melandasinya. Ketiga prinsip ini yang seringkali membantu dalam menghadapi pilihan-pilihan yang penuh tantangan, yang harus dihadapi pada dunia saat ini. (Kidder, 2009, hal 144). Ketiga prinsip tersebut yaitu.

Berpikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking) Berpikir Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking) Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based Thinking)

Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, Anda harus memastikan bahwa keputusan yang Anda ambil adalah keputusan yang tepat. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui apakah keputusan tersebut telah sesuai dengan prinsip-prinsip dasar pengambilan keputusan secara etis.

Di bawah ini adalah 9 langkah yang telah disusun untuk memandu Anda dalam mengambil dan menguji keputusan dalam situasi dilema etika yang membingungkan karena adanya beberapa nilai-nilai yang bertentangan.

Mengenali bahwa ada nilai-nilai yang saling bertentangan dalam situasi ini. Menentukan siapa yang terlibat dalam situasi ini. Kumpulkan fakta-fakta yang relevan dengan situasi ini. Pengujian benar atau salah. Ada uji legal, uji regulasi, uji intuisi, uji halaman depan koran, dan uji panutan/idola. Pengujian Paradigma Benar lawan Benar. Melakukan Prinsip Resolusi. Investigasi Opsi Trilema. Buat Keputusan. Lihat lagi Keputusan dan Refleksikan.

Selain menerapkan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan, kita juga bisa menerapkan teknik coaching di dalam pengambilan keputusan. Melalui teknik coaching ini kita dapat memunculkan potensi-potensi yang kita miliki untuk dapat menyelesaikan situasi dilema etika yang kita alami.

Kesimpulannya, bahwa kita harus mempelajari pengambilan keputusan dengan tepat dalam pengajaran yang memerdekakan anak demi kebaikan mereka di masa yang akan datang. Oleh karena itu, untuk bisa menghadirkan masa depan murid yang lebih baik, guru juga perlu mempertimbangkan bentuk diferensiasi dan sosial emosional murid dalam pengambilan keputusan. Tujuannya agar keputusan pengajaran yang kita lakukan sesuai kebutuhan mereka saat ini dan masa depan.

Selain itu, sebagai seorang guru sudah seharusnya mengubah mindset, bahwa pengajaran yang dilakukan adalah bentuk dari coaching. Dalam hal ini guru harus memberikan bimbingan agar murid bisa mengambil keputusan terbaik bagi kehidupannya di masa kini dan masa depan. Dengan demikian, pengambilan keputusan dalam pengajaran yang memerdekakan murid haruslah benar-benar berpusat pada murid. Hal ini sesuai dengan filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

mantap ulasannya

21 Feb
Balas



search

New Post