"Bu, ini adalah SK pembimbing OPSI (Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia) tahun ini, ibu sebagai pembimbing karya ilmiah bidang IPAL, kami berharap di tangan ibu tim OPSI kita bisa menjadi juara, kami percaya dengan kemampuan ibu." Ibu wakasek bersama Bapak kepala sekolah menyerahkan selembar SK dan tidak lupa kalimat-kalimat motivasi beliau membakar juga menghiasi indahnya pagi. Saya tentu dengan senang hati menerimanya, 'wah pengalaman baru nih'. Setelahnya, dengan segera saya pelajari pedoman dan SK pemenenang OPSI tahun-tahun sebelumnya, barulah saya memahami level penelitian OPSI begitu tinggi. Saya melihatnya setara penelitian S1 dan S2. Hari demi hari bimbingan proposal tetap berjalan dengan semangat dan antusias tinggi murid-murid bimbingan saya. Meski mereka sadar ini sesuatu yang amat baru dan bukan hal sederhana, tetapi mereka pantang menyerah. Saya sebagai pembimbingnya justru merasa kelimpungan karena kurangnya pengalaman. Bagaimana tidak, satu-satunya karya tulis yang saya buat adalah skripsi S-1. Saya merasa amat malu di hadapan murid-murid saya yang luar biasa.

Saya tidak ingin mengecewakan murid-murid saya, ah betapa tidak kompetennya saya sebagai guru. Guru seharusnya dapat melayani kebutuhan murid, apapun itu. Bagaimana saya bisa mengarahkan murid-murid berbakat ini ke jalan yang tepat. Bagaimana saya menghadapi mereka jika pengetahuan saya tidak bertambah dan berkembang. Maka saya belajar dengan segala keterbatasan yang ada dan dengan energi yang hampir tak bersisa. Di tengah kesibukan bekerja, saya sempatkan membuka kembali file-file kuliah, saya membaca berbagai jurnal, dan saya berdiskusi dengan teman masa kuliah dulu. Tetapi saya sadar hal itu belum cukup. Saya harus lanjut studi secara formal, agar pembelajaran saya berkelanjutan dan fokus.

Bagaimana mungkin saya dapat berhenti belajar, sedangkan saya adalah fasilitator dan pembimbing bagi murid-murid saya dengan berbagai keunikan dan kekritisannya. Target dan capaian kompetensi yang harus dicapai para murid selalu menyesuaikan zaman. Guru yang enggan belajar biasanya sulit menerima perubahan. Tentu yang dirugikan adalah murid-murid penerus peradaban. Maka memang benar guru haruslah menjadi pembelajar sepanjang hayat. Guru yang menempatkan dirinya sebagai pembelajar sepanjang hayat akan menularkan semangat yang sama kepada murid-muridnya.

Berdasarkan hook di atas, setidaknya ada beberapa alasan mengapa guru perlu studi lanjut.

Guru sebagai salah satu pemberi pengetahuan bagi murid. Meski saat ini tersedia berbagai sumber pengetahuan, tetap seorang murid akan lebih nyaman bertanya kepada gurunya. Ini terbukti pada pembelajaran daring di era covid, betapa penting peran guru bagi murid yang tidak tergantikan oleh canggihnya teknologi. Guru yang belajar secara berkelanjutan akan terbuka dengan perubahan, kurikulum yang diterapkan tentu akan diperbaharui mengikuti perkembangan zaman. Guru sebagai contoh konkrit bagi para murid. Studi lanjut akan membantu guru memiliki kedewasaan berpikir dalam bidang keilmuan, lebih bijak dan lebih matang. Hal ini menunjang terpenuhinya tugas pokok dan fungsi guru secara optimal.

Seorang guru memikul beban yang berat demi terciptanya generasi emas pemimpin bangsa. Sudah seharusnya guru terus bertumbuh dan berkembang untuk menemani murid dalam mengembangkan potensinya.