M Agus Sulaiman

Pamong Belajar Ahli Muda di wilayah kerja Papua dan Papua Barat...

Selengkapnya
Navigasi Web
Intervensi Guru Merdeka Belajar

Intervensi Guru Merdeka Belajar

Oleh: M. Agus Sulaiman, S.Pd*

Uniknya Manusia Pembelajar

Manusia dilahirkan dengan fitrah suci belum mengenal apa-apa sampai dia diasuh oleh orangtuanya untuk memaksimalkan kognitif, afektif dan psikomotor dalam usia emas. Sikap, kecerdasan dan perilaku inilah yang banyak dibentuk dalam kehidupan dimana dia bertempat tinggal dilingkungannya dan juga dilingkungan sekolah sampai dia bertemu dengan teman-temannya dan guru-gurunya. Waktu yang dihabiskan di sekolah justru hanya sepintas untuk belajar memahami mata pelajaran yang disampaikan oleh guru dan bersosialisasi dengan teman-temannya selebihnya jika sudah sampai dirumah keputusan untuk mengingat apa yang tadi dipelajari berpotensi dilupakan. Guru yang fungsinya mentransfer ilmu pengetahuan dituntut untuk profesional dan ditambahkan agar menjadi tauladan bagi peserta didiknya. Mata pelajaran yang begitu banyak ditempuh oleh peserta didik tidak semua mampu untuk diserap. Keputusan peserta didik untuk menyenangi bidang yang dia pilih akan terlihat selama menempuh pendidikannya oleh karena itu inovasi-inovasi baru dalam ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) lahir dari peserta didik yang menekuni satu bidang yang ditekuni saja.

Kecerdasan tidaklah diukur seberapa banyak mata pelajaran sejarah yang dihafal, seberapa banyak rumus-rumus ilmu pasti yang dikuasai dan masih banyak lagi tuntutan peserta didik yang harus diselesaikan selama di sekolah. Oleh karena itu guru harus menangkap uniknya peserta didik ini sebagai manusia pembelajar. Ada delapan macam kecerdasan, yaitu: kecerdasan kinestetik, kecerdasan naturalis, kecerdasan linguistik, kecerdasan logika atau matematis, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan musikal dan kecerdasan spasial. Manusia yang mempunyai kecenderungan kecerdasan kinestetik yang tinggi justru tidak akan bertahan banyak waktunya dihabiskan hanya duduk di dalam ruangan mendengarkan guru menjelaskan mata pelajaran. Menyenangkan hasratnya jika dia hadir di lapangan sehingga dia mengekspresikan gerakan tubuhnya dalam olah raga. Itulah mengapa manusia yang mempunyai kecenderungan kecerdasan kinestetik akan menjadi atlit-atlit professional. Kemampuan-keampuan manusia tadi pasti berbeda-beda karena hasrat untuk menggeluti bidang tertentu diputuskan oleh naluri manusia itu sendiri yang kita sebut dengan kompetensi personal. Hasrat yang akan ditekuni peserta didik inilah seharusnya dilihat oleh guru untuk dimaksimalkan, guru harus menyetujui keputusan manusia unik ini untuk berbeda dengan temannya bahkan mungkin berbeda dengan orangtuanya, selama itu masih dalam batas-batas norma yang berlaku.

Paradigma yang dibangun di sekolah dalam merdeka belajar harus diubah sepenuhnya untuk memenuhi perbedaan kompetensi personal masing-masing peserta didik. Peserta didik ini adalah manusia pembelajar untuk menemukan jati dirinya sehingga tahu siapa dirinya dan untuk apa tujuan hidupnya. Yang pertama harus dilakukan oleh sekolah adalah menciptakan lingkungan bahagia, mulai dari kepala sekolah, guru sampai penjaga keamanan di sekolah harus menerapkan dirinya bahagia mempunyai pekerjaan yang diembannya, karena bahagia itu gampang menular ke peserta didik. Apabila konsep bahagia ini diterapkan dilingkungan sekolah maka apapun yang akan dilakukan dikerjakan dengan sepenuh hati. Peserta didik yang hidup dalam lingkungan yang bahagia akan belajar dengan tenang dan berpotensi menemukan hasrat bidang yang akan ditekuni. Jika guru menemukan peserta didik yang tidak terlalu pandai di bidang mata palajaran tertentu jangan terlalu dipaksakan untuk bisa, itu adalah keputusannya sebagai manusia alami, mana yang harus dipalajari untuk kepentingan kehidupannya nanti. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Galileo Galilei “Kita tidak bisa mengajari orang apa pun; kita hanya bisa membantu mereka menemukannya di dalam diri mereka sendiri”.

Meminimalkan beban-beban mata pelajaran dan mengklasifikasikan kompetensi peserta didik adalah mungkin yang bisa dilakukan oleh guru untuk menanggapi uniknya manusia pembelajar ini, karena guru adalah pengantar peserta didik menjadi manusia yang memanusiakan manusia sehingga dia menemukan jati dirinya. Selama ini yang kita ketahui bahwa peserta didik tidak hanya belajar disekolah saja, banyak media-media di era digital ini mudah untuk diakses bahkan jika kita ingin mengetahui dan mempelajari dapat ditanyakan lewat aplikasi pintar digawai mereka. Hal ini bisa dimanfaatkan bagi peserta didik untuk memaksimalkan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Sudah tidak zamannya lagi bahwa guru adalah orang yang paling tahu segalanya, bahwasanya belajar bisa dimana saja dan kapan saja bisa dilakukan lewat media aplikasi pintar. Dengan begitu manusia pembelajar akan sering mengupgrade (meningkatkan) dirinya seiring dengan pesatnya perkembangan zaman.

Guru sebagai penentu

Peserta didik yang masih mengenyam pendidikan di sekolah adalah sejatinya manusia yang mencari jatidiri, mau kemana nantinya akan dibawa kehidupan ini. Seorang guru yang mempunyai keyakinan bahwa masing-masing manusia adalah sudah diberikan potensi yang berbeda-beda tidak perlu memaksakan kehendaknya untuk harus menguasai mata pelajaran ini dan itu. Hendakny guru juga sebagai manusia pembelajar dari apa yang bisa didapatkan dari peserta didiknya. Karena guru yang setiap harinya bertemu dengan peserta didik di sekolah sudah barang tentu mengetahui potensi-potensi yang dimiliki anak didiknya untuk lebih disalurkan dalam even-even lomba.

Guru yang setiap harinya bertemu dan bahkan menjadi sahabat dalam pergaulannya di sekolah akan memunculkan keterikatan emosional antara guru dan peserta didiknya. Dari keterikatan emosional inilah yang disebut menjadi orangtua kedua setelah orangtua sebenarnya dirumah. Komunikasi serta interaksi sosial yang tinggi di sekolah menjadikan guru tahu seberapa jauh perkembangan belajar anak didiknya, dari sini seharusnya guru sudah mengetahui bahwa gaya belajar peserta didik juga berbeda-beda jadi tidak perlu memaksakan kehendak peserta didik untuk tahu mata pelajaran tertentu. Peserta didik berangkat ke sekolah pasti mempunyai motif yang berbeda-beda dan belum tentu untuk belajar mereka mungkin hanya ingin bersosialisasi dengan teman-temannya, ingin bertemu dengan kekasihnya, ingin menyalurkan hobi dengan teman-temannya atau mungkin tempat merencanakan sesuatu yang akan dikerjakan diluar sekolah dan berbagai motif yang diinginkan.

Memang agak sulit jika sekolah masih mempunyai paradigma bahwa sekolah adalah tempat belajar bertemunya guru dan murid, tanpa memandang bahwa mungkin sekolah adalah salah satu fasilitas yang mewadahi selain belajar. Perkembangan sekolah harus disejajarkan sebagai tempat-tempat belajar lainnya karena belajar adalah bisa dimana saja dan setiap orang yang menginspirasi yang dibaca lewat biografi dan media sosial adalah bisa menjadi guru.

Peran guru yang sangat vital di sekolah harus bisa mengklasifikasikan setiap peserta didik dengan berbagai karakter dan gaya belajarnya. Dari klasifikasi ini guru akan menentukan peserta didiknya dimana kecerdasan yang harus dimaksimalkan sehingga harus diarahkan kemana. Banyak juga wadah-wadah yang bisa menjadi tempat hasrat peserta didik untuk melampiaskan minatnya, seperti mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, lomba antar sekolah serta ajang-ajang olimpiade berbagai bidang yang sering diadakan.

Penilaian yang bukan bebasis angka

Angka 10-1 atau angka 100-10 adalah kriteria yang diberikan oleh guru untuk mengukur pencapaian seorang pembelajar. Adalah tidak berarti apa-apa dan kenapa arti angka itu dapat mempengaruhi hidup seorang manusia pembalajar. Tentu angka itu akan menjadi jarak mana manusia bodoh dan yang pintar, sungguh ironi dari kehidupan yang menekankan bahwa setiap kemajuan potensi manusia itu berbeda-beda cara belajarnya. Cukup diberikan deskripsi aspek-aspek mana yang harus dikejar untuk dimaksimalkan dan mana yang harus dihindari, sejatinya hidup ini adalah pendidikan dan pelatihan yang tidak ada habisnya. Jangan sampai guru mengintervensi dan memutuskan kemampuan peserta didik sudah sampai kriteria mahir atau belum mahir tanpa medeskripsikan aspek-aspek perkembangan belajaranya.

Penilaian portofolio yang akan menggantikan tingkat pencapaian peserta didik dengan nilai akan dirasa obyektif untuk menganalisa pencapaian perkembangan belajar peserta didik. Guru yang kesehariannya dengan peserta didik lebih tahu perkembangan belajarnya, maka dari itu setiap pencapaian belajarnya akan dipantau terus didalam portofolio masing-masing peserta didik. Hal ini sudah diawali dan diterapkan PAUD dalam menilai pencapaian hasil belajar anak usia dini. Pencapaian hanya bisa dinilai BB atau Belum Berkembang jika peserta didik belum mencapai kompetensi yang harus dicapai dan Penilaian BSH atau Berkembang Sesuai Harapan jika anak usia dini mencapai kompetensi yang dicapai bahkan guru PAUD kan mencatat peristiwa-peristiwa penting dalam anak usia dini kedalam Anekdot untuk mengetahui perkembangan belajarnya.

Nantinya jika Ujian Nasional (UN) sudah dihapuskan akan menjadi pedoman bapak ibu guru yang ada disekolah untuk penilaiannya memberlakukan portofolio sebagai acuan menilai peserta didiknya yang sedang belajar. Indikatornya adalah pencapaian kompetensi yang ditentukan oleh guru dengan mengacu indikator pencapaian peserta didik, jika indikator pencapaian tidak bisa dicapai oleh peserta didik, maka diharuskan mengulang dengan bimbingan gurunya. Tentunya hal ini akan menjadi perubahan besar dalam dunia pendidikan jika UN dihapuskan, selektif dalam menilai peserta didik, menekankan pengetahuan yang diminati oleh peserta didik, bahkan untuk peserta didik yang malas sekalipun akan tertarik dengan apa yang sebenarnya gaya belajar dan minat yang sesungguhnya peserta didik itu inginkan.

Ini akan menjadi revolusi pendidikan yang frontal bahwa pendidikan di Indonesia akan menilai peserta didiknya bukan lagi dari seberapa banyak hafalan yang diingat dalam beberapa mata pelajaran. Sosialisasi, pelatihan dan terbitnya panduan yang akan ditunggu untuk guru-guru bagaimana cara menilai dalam portofolio bagi peserta didik.

Penyaluran hobi dalam jurusan

Vocasional Skill (Kecakapan di bidang bekerja) sepertinya harus diterapkan mulai peserta didik itu di jenjang kelas 10 SMA, karena di usia-usia itu peserta didik ingin mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna. Rasanya mungkin sudah bosan dari Sekolah Dasar sampai Menengah dicekoki dengan berbagai mata pelajaran. Pada masa transisi dari SMP dan SMA inilah keinginan untuk menggali potensi diri atau yang punya hobi akan benar-benar ditekuni. Tentunya akan ada Assesment untuk menentukan kecenderungan peserta didik ini akan menuju jurusan yang akan ditekuni. SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) selama ini sudah menjadi penerapan peminatan bakat-bakat peserta didik di semua bidang IPTEK yang nantinya akan menjadi profesi peserta didik setelah menyelesaikan pendidikannya di SMK.

Banyak juga sekolah-sekolah yang menyalurkan hobi peserta didik untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang intinya adalah menyalurkan peminatan dan bakat yang dimiliki. Ekstrakurikuler ini juga berperan penting untuk mengekspresikan bakat peserta didik untuk melatih kepercayaan diri untuk meyakini bahwa hobi yang mereka tekuni akan menjadi jalan hidupnya. Festival Lomba Olimpiade Kreativitas Siswa (FLOKS) adalah acara rutinan tahun yang juga ikut berperan dalam penyaluran minat dan bakat peserta didik. Acara ini juga menjadi pembuktian agar peserta didik mempunyai jiwa bersaing yang sehat, sportif dan akan sebagai refleksi diri untuk membandingkan serta bertukar pikiran seberapa jauh kemampuan diri ini sudah tercapai.

Hendaknya di masa depan nantinya SMK-SMK di Indonesia akan berkembang sesuai perkembangan zaman akan muncul berbagai jurusan-jurusan yang dibutuhkan dalam dunia usaha dan dunia industri seiring perkembangan zaman . Sekarang SMK sudah menjamur dengan banyaknya jurusan-jurusan yang dahulu kita kenal bahwa SMK hanya berurusan dengan mesin dan teknik karena perubahan dari STM (Sekolah Teknologi Menengah). Guru-guru juga harus diseleraskan dengan kompetensi-kompetensi jurusan agar profesional untuk membimbing peserta didik yang menekuni bidang kejuruan.

Dengan adanya jurusan-jurusan, lomba-lomba olimpiade dan ekstrakurikuler yang ada di sekolah akan menyalurkan hobi dan mudah-mudahan akan mengantarkan peserta didik sebagai manusia-manusia pembelajar ini, beserta intervensi guru-guru yang peka akan minat belajar peserta didiknya akan menjadikan manusia yang merdeka belajar dan bertanggung jawab sepenuhnya dengan keputusan masa depannya, karena cikal bakal kejayaan suatu bangsa terletak pada kemandiriannya.

*Penulis adalah Pamong Belajar Balai Pengembangan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat Papua.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

.Masya Allah

29 Jan
Balas

@Terima kasih pak @Dasril, kaifa haaluk...fi Madrasah Indunisia bi Jeddah??

31 Jan

.Masya Allah

29 Jan
Balas

Inspiratif sekali. Hebat.

28 Jan
Balas

@Tantri Agustiningsih, Terima kasih ibu, ibu yang hebat juga

29 Jan

Pak Agus, saya mau tanya Guru Pamong Belajar itu tugasnya sama kah dengan guru ? Saya baca identitas bapak, Jadi saya bertanya. Apakah sama dengan guru pamong yang kalau ada mahasiswa praktek di sekolah kita. Apa saja tugasnya? Mohon maaf ya, pak kalau banyak tanya.

28 Jan
Balas

@Tantri Agustiningsih, Pamong Belajar ini adalah Jabatan Fungsional Tertentu yg diletakkan di Instansi Balai PAUD dan Dikmas seluruh Indonesia, Tupoksinya Pengembangan Model, Mengkaji Program dan Kegiatan Belajar Mengajar. Tugasnya kita mengisi Pendidikan Nonformal bu, seperti Pendidikan Kesetaraan, Keaksaraan, kursus dan pelatihan, Kepemudaan, PAUD dan semua pendidikan luar sekolah lainnya.

29 Jan

@Tantri Agustiningsih, oiya bu Dasar Hukum kita ada di PERMEN PAN dan RB No. 15 TAhun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pamong Belajar dan Angka Kreditnya.

29 Jan

Terina kasih, ya pak atas infonya. Semoga sukses selalu

29 Jan
Balas

Sami2 Bu

30 Jan

Follow back donk

07 Feb
Balas

Done

11 Feb



search

New Post