NIAT MENULIS UNTUK IBADAH

Ketika saya mulai berazam, ingin menulis tidak demi mencari kepopuleran dan sensasi, jemari ini terasa begitu ringan menangkap ujaran yang terbit dari pikiran saya. Saya merasakan pikiran saya secara jernih mampu menangkap banyak hal yang baik untuk bisa saya pahami lalu menuliskannya. Benarlah kemudian, saya menemukan perbedaan antara menulis sebagai ibadah atau menulis sebagai ambisi.

Menulis dalam rangka tujuan ibadah, terasa sangat mudah dilakukan dan tanpa beban. Semua ide terasa mengalir tanpa hambatan. Tiada kekhawatiran akan adanya tekanan dan keterpaksaan. Sangat berbeda ketika saya menulis dalam ambisi mencari ketenaran. Ada kecemasan bahwa tulisan saya akan menjadi bumerang yang menyerang balik kepada saya selaku penulis. Kekecewaan pun sering saya alami ketika tulisan saya tidak mendapat respon dari pembaca.

Akhirnya, dengan menanamkan niat yang tulus ingin menjadikan tulisan sebagai jalan ibadah, saya menemukan banyak kebenaran dan kebaikan untuk bisa saya ungkapkan. Walau sesungguhnya, saya juga masih belum dapat melakukan sepenuhnya apa yang saya pikirkan terbaik itu. Namun dengan menulis, dapat membentuk kepribadian saya yang lebih tenang dan sabar.

Kini, saat menulis, tiada lagi saya menemukan kesulitan sebagaimana pertama kali saya belajar. Lidah, jemari, dan pikiran terasa bersinergi saling mengisi untuk menghadirkan kebenaran itu.

Kebenaran yang muncul dalam pikiran dan hati nurani saya, coba saya ungkapkan dalam bentuk tulisan agar suatu ketika saya membacanya kembali, saya semakin memahami akan arti kebenaran itu. Saya tidak hanya menulis untuk dibaca oleh orang lain, namun yang paling utama adalah saya menulis untuk memperbaiki diri saya sendiri.

Ada hal lain yang menambah kepahaman saya bahwa dalam diri setiap orang pasti mengetahui banyak hal tentang kebaikan yang ada pada dirinya. Kebaikan yang muncul dalam pikirannya itu, bila diungkapkan barangkali dapat menjadi inspirasi dan keteladanan bagi yang lain.

Selamat menulis!