ADA APA DENGAN BAHASA JAWA SISWA SAAT INI
Di dalam bab sebelumnya sudah dituliskan bahwa bahasa Jawa siswa khususnya siswa SMP sangat memprihatinkan. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling bekaitan satu sama lain. Dalam meneliti bahasa kita tidak akan lepas dari budaya si pemakai bahasa tersebut. Juga kita tidak akan lepas dari latar belakang si pemakai bahasa. Begitu juga tulisan ini saya tulis berdasarkan pengamatan terhadap percakapan siswa dengan siswa maupun percakapan siswa dengan guru dengan bekerja sama dengan wali kelas dan guru Bimbingan dan Konseling dari bulan januari sampai bulan maret 2017.
Kemampuan siswa dalam berbahasa Jawa sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain faktor keluarga, faktor masyarakat, faktor sekolah, dan faktor ilmu dan teknologi. Keempat faktor itu saling berkaitan dan saling menunjang satu sama lain.
1. Faktor Keluarga
Faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap kemampuan berbahasa siswa. Keadaan keluarga ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat sosial, tingkat pendidikan, dan tingkat ekonomi. Ketiga faktor dalam keluarga ini saling berkorelasi.
Berdasarkan observasi penulis terhadap pemakaian bahasa siswa di SMP N I Sragen selama bulan Januari sampai Maret tahun 2017 dapat dituliskan hasilnya sebagai berikut ini.
Anisa : “nyuwun ngapunten ibu, badhe nyuwun ngampil pulpenipun”
‘mahan maaf ibu, akan meminjam pulpen’
Bu Retno : “ La apa kowe ora nggowo pulpen to le”
‘Apakah kamu tidak membawa pulpun Nak’
Anisa : “Nyuwun ngapunten mbeto ibu, nanging dipun ampil herdaru”
‘ Mohon maaf, bawa ibu, tetapi dipinjam Herdaru’
Bu Retno : “Ooooo ngono iya iki le”
‘Ooooo, begitu, iya ini Nak’
Setelah mendengar dan mencatat pembicaraan guru dengan siswa tersebut di atas, saya terkesan. Lalu saya pergi ke guru Bimbingan dan Konseling (BK). Hingga aku dapatkan informasi bahwa Anisa adalah anak Drs. Paidi, M.Pd. seorang kepala Sekolah di SMA N 2 Sragen.
Dari hasil analisis penulis, dapat diketahui bahwa faktor pertama yang sangat dominan adalah faktor keluarga. Faktor ini sangat menentukan kualitas berbahasa Jawa siswa karena sebagian besar waktu yang dimiliki siswa untuk berkumpul adalah di lingkungan keluarga. Di lingkungan keluargalah mereka mulai mengenal suatu bahasa yang disebut dengan bahasa ibu. Setelah anak sudah bersosialisasi mereka akan belajar bahasa kedua yaitu bahasa yang diperoleh setelah mereka mendapatkan bahasa ibu misalnya bahasa inggris, bahasa indonesia, ataupun bahasa.
Pentingnya mempelajari bahasa dengan status sosial masyarakat ini sesuai dengan apa yang dituliskan oleh Kaya Haver C Currie tahun 1952 (dalam Dittmar 1976: 27) yang menyatakan perlu adanya kajian mengenai hubungan antara perilaku ujaran dengan status sosial. Lingkungan keluarga siswa SMP sangat beragam. Mungkin mereka berada di tengah keluarga yang dikategorikan dari tingkat sosial tinggi ada yang mereka berada di tingkat sosial rendah, dan tingkat sosial menengah. Hal ini seperti yang ditulis oleh budayawan....yang berjudul ”orang Jawa Priyayi dan Abangan” yang menjelaskan adanya tiga tingkatan status sosial di puau Jawa yaitu golongan priyayi,santri, dan abanagan. Namun dalam penelitian ini, penulis memilih tingkatan status yang berbeda yaitu status tinggi, sedang, dan rendah.
Golongan untuk masyarakat yang mempunyai kedudukan status sosial tinggi adalah keluarga yang masih memiliki keturunan darah biru dan keluarga yang mempunyai jabatan yang tinggi, ataupun keluarga yang sangat dihormati. Golongan ini sanagat memelihara dan menjaga adat istiadat dan sopan santun dalam satu anggota dengan anggota yang lain. Mereka akan menjaga bahasa dan sopan santun antara anggota. Mereka akan menggunakan bahasa Jawa jenis kromo inggil.
Dalam situasi keluarga yang tingkat statusnya tinggi, siswa akan terbiasa berkata seperti apa yang mereka lihat dan dengar setiap hari. Antara anggota keluarga saling menghormati. jadi, siswa yang tinggal di tengah keluarga yang tingkat status sosialnya tinggi dapat dipastikan mereka akan dapat berbahasa Jawa dengan baik. Masyarakat yang tingkat statusnya tinggi dapat pada umumnya tingkat pendidikan mereka juga tinggi. Begitu juga kalo tingkat pendidikan mereka tinggi sudah bisa diprediksikan tingkat tingkat ekonomi mereka juga tinggi
Namun, anak anak yang tinggal di lingkungan keluarga dengan tingkat pendidikan yang tinggi bisa juga kemampuan berbahasa mereka sangat buruk karena sejak kecil orang tua mereka atau anggota di dalam keluarga tersebut menggunakan bahasa indonesia atau bahkan bahasa asing Inggris, bahasa Mandarin atau yang lainnya. Mereka menggunakan bahasa selain bahasa Jawa bukan tidak ada alasan. Mereka mempunyai beberapa alasan untuk tidak mengunakan bahasa jawa. Alasan tersebut antara lain mereka tidak bisa mengajarkan atau memberi contoh berbahasa jawa dengan baik di dalam keluarga karna orang tuanya sendiri pun tidak menguasai bahasa daerah tersebut. Alasan berikutnya mereka merasa elit dan gengsinya naik ketika mereka menggunakan bahasa asing di negerinya sendiri.
Keluarga yang merasa gengsi menggunakan bahasa daerahnya sendiri dan merasa bangga dengan bahasa asing inilah yang membawa kehancuran pada kelestarian bahasa daerah khususnya bahasa Jawa. Pola pikir yang demikian itu yang harus diubah dan disadarkan untuk mencintai bahasa daerah karena kalau bahasa daerah itu hilang maka hilang juga budaya Jawa yang sangat adi luhung ini.
Untuk contoh pembicaraan dari keluarga dengan tingkat status sosial sedang dapat dilihat pada rekaman pembicaraan berikut ini
Cristina : Hayo co konco gek ndang mbayar uang kas kelas”
: Ayo segera iuran uang kas kelas’
Dito :sik to... aku durung iso mbayar saiki”
Siswa ‘nanti dulu to
Critina : “Mosok kowe gotang ping 3 To?
‘Masak kamu bolong 3 kali To’
Dito :”Cuangkem wae, kandhani durung iso mbayar kok rame wae Kris...Kris.
‘ Ngomong saja, dibilangi belum bisa membayar kok rame Kris Kris’
Percakapan tersebut merupakan salah satu data penulis ketika mengajar di kelas 7c. Setelah saya tanyakan kepada guru BK hasilnya sebagai berikut siswa yang tinggal di lingkungan keluarga dengan tingkat sosialnya sedang yaitu warga masyarakat yang pekerjaanya sebagai pegawai dan karyawan di kantor maupun baik negeri maupun swasta yang penghasilannya pas-pasan bahkan cenderung kurang. Kebiasaan berbahasa masyarakat yang pas-pasan ini biasa terekam oleh anak anaknya. Pada waktu tanggal muda mereka manis termasuk bahasa yang mereka pakai. Tetapi ketika tanggal tua tiba, mereka akan menunjukkan perangai dan kosa katanya yang kasar dan keras. Jadi bahasa yang mereka pakai tergantung tanggal dan kuangannya. Hal ini akan terekam oleh anak, sehingga si anak dari keluarga ini juga cenderung berbahasa Jawa yang kadang halus dan sopan kadhang kasar. Ketika hati mereka sedang senang anak akan menjawab sopan dan bahasa yag dipakai juga bahasa Jawa yang baik dan benar. Ketika hatinya tidak senang atau tersinggung, mereka akan mengeluarkan bahasa yag kotor dan kasar.
Keluarga yang tingkat status sosialnya sedang pada umumnya tingkat pendidikan mereka juga sedang mereka biasanya hanya lulusan SMA. Atau bisa juga sarjana tetapi pendidikan yang diperlukan di perusahaan itu hanya setaraf dengan SMA. Begitu juga dengan tingkat perekonomian sudah pasti hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan primer atau malah bisa kurang.
Azhar: Asu ki...jajan gak ajak ajak
‘Anjing ki makan ndak ajak ajak’
Aldi : “Aku gak ndue dhit”
‘Saya tidak punya uang’
Azhar :“Halah padune ora oleh melu we”
‘halah, paling tidak boleh ikut
Aldi :Matamu”
‘Matamu’
Pembicaraan kedua siswa yang tidak diajak makan tadi sempat saya rekam. Ketika saya konfirmasikan dengan wali kelas mereka, ternyata mereka berasal dari keluarga yang tingka status sosialnya rendah. Azhar anak seorang tukang pijet tuna netra. Sedangkan Aldi berasal dari keluarga sopir angkot. Kedua siswa tersebut tinggal di lingkungan keluarga dengan tingkat sosialnya rendah yaitu warga masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan yang tetap. Mereka mempunyai penghasilan yang tidak tetap. Penghasilannya dari pekerjaan yang serabutan sama sekali jauh dari cukup. Biasanya masyarakat golongan ini bekerja serabutan seperti buruh, tukang becah, pemulung, dan sebagainya.
Mereka hidup dari rasa kasihan dari orang lain. Bahasa yang mereka pakai menggambarkan keras dan kasarnya perjuangan untuk hidup sehari hari. Sehingga sangat dimaklumi apa bila siswa dari keluarga seperti itu akan kasar dan keras. mudah tersinggung, mudah marah. Sementara biasanya mereka itu justru mempunyai anak banyak. sebagai pegawai dan karyawan di kantor maupun baik negeri maupun swasta yang penghasilannya pas-pasan bahkan cenderung kurang. Kebiasaan berbahasa masyarakat yang pas-pasan ini biasa terekam oleh anak anaknya. Pada waktu tanggal muda mereka manis termasuk bahasa yang mereka pakai. Tetapi ketika tanggal tua tiba, mereka akan menunjukkan perangai dan kosa katanya yang kasar dan keras. Jadi bahasa yang mereka pakai tergantung tanggal dan kuangannya. Hal ini akan terekam oleh anak, sehingga si anak dari keluarga ini juga cenderung berbahasa Jawa yang kadang halus dan span kadang kasar. Ketika hati mereka sedang senang anak akan menjawab sopan dan bahasa yag dipakai juga bahasa Jawa yang baik dan benar. Ketika hatinya tidak senang atau tersinggung, mereka akan mengeluarkan bahasa yag kotor dan kasar.
2. Faktor Sekolah
Selain faktor lingkungan keluarga, pemakaian bahasa Jawa juga dipengaruhi oleh lingkungan sekolah. Di lingkungan sekolah, dewasa ini ada sekurang-kurangnya tiga bahasa yang mereka kenal dan/atau mereka pakai, yaitu: bahasa asing, khususnya bahasa Inggris, bahasa Indonesia, dan bahasa daerah.
Ketiga bahasa yang dikuasai siswa di sekolah itu saling mempengaruhi satu sama lain. Di lain pihak siswa dsituntut untuk dapat berbahasa Inggri dengan baik untuk dapat berkompetisidengan pendidikan secara glbal. Di pihak lain menuntut siswa utuk berbahasa Indonesia yang baik dan benar agar bahasa Indonesia dapat menjadi bahasa nasional di negerinya sendiri. Di sisi lain lagi bahasa Jawa kurang getol dipelajari sehingga siswa malas-malasan mempelajari bahasa Jawa. Siswa merasa kesulitan karena tidak terbiaasa menggunakan bahasa jawa dengan baik.
Padahal kalo kita amati, orang asing itu sangat tergila-gila dengan bahasa Jawa termasuk budaya Jawa. Karena di depan sudah dikatakan bahwa mempelajari suatu bahasa berarti juga mempelajari suatu budaya. Bahasa itu identik dengan budaya. Kita semua bisa melihati, banyak orang asing yang belajar bahasa jawa, kesenian Jawa, wayang, lagu-lagu Jawa, tari-tarian Jawa yang semua sangat mengagumkan. Ironinya masyarakat Jawa malah tidak suka dan tidak bangga dengan bahasa dan budayanya sendiri. Sebaliknya mereka malah tergila-gila dan kagum dengan bahasa dan budaya asing.
Beberapa Faktor yang mempengaruhi pemakaian bahasa disekolah adalah faktor siswa, faktor guru, dan faktor kurikulum. Faktor siswa adalah siswa tidak mampu berbahasa Jawa dengan baik dan benar karena faktor dari dalam sisw sendiri. Siswa tidak termotivasi untuk mencintai bahasa daerahnya sendiri. Siswa merasa malu kalo berbahasa Jawa di depan orang lain. Siswa tidak bisaa berberbahasa dengan baik dan benar. Siswa tidak mersa bangga dengan bahasa daerah
Faktor yang mempengaruhi kemampuan berbahasa Jawa dari sisi siswa secara pribadi. Hal hal yang berkaitan dengan dengan siswa adalah minat dan bakat siswa untuk berbahasa Jawa dengan baik. Banyak siswa yang tidak berani berbicara menggunakan bahasa Jawa karena mereka takut salah. Sehingga mereka tidak pernah berani dan tidak bisa berbahasa jawa. Hal ini perlu latihan secara terus menerus sehingga siswa mempunyai keberanian untuk berbicara bahasa Jawa.
Selain faktor dari siswa, faktor lain yang mempengaruhi kemampuan siswa dalam berbahsa Jawa adalah faktor dari guru. Guru dalam hal ini adalah guru mata pelajaran Bahasa Jawa dan guru mata pelajaran yang lain. Peran guru mata pelajaran baha jawa sangat penting. Guru bahasa jawa sangat berperan penting dalam meningkatnya kemampuan berbahasa jawa pada siswa. Sebagai guru dituntut untuk mempunyai 4 komptensi yaitu kemampuan parofesional guru, kemampuan paedagogik, kemampuan kepribadian, dan kemampuan sosial
Kemampuan profesianal guru adalah meliputi penguasaan materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang diampu. Mengembangkan materi pembelajaran mata pelajaran secara kreatif, mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan reflektif, dan memanfaatkan IT untuk berkomunikasi dan megembangkan diri.
Guru bahasa Jawa yang profesianal harus menguasai materi tentang bahasa Jawa termasuk tentang budaya Jawa. Sementara guru bahasa Jawa saat ini tidak banyak yang latar belakang disiplinnya dari jurusan bahasa Jawa. Banyak guru bahasa Jawa saat ini yang berasal dari jurusan lain yang masih honorer. Mereka mengajar tidak profesional sama sekali.
Guru bahasa Jawa mengajar tanpa menguasai materi tentang bahasa Jawa dan tentang budaya Jawa. Jangankan mengembangkan materi tentang pelajaran bahasa jawa secara kreatif. Mereka mengajar hanya berdasar buku atau LKS tentang bahasa Jawa. Mereka juga tidak mengajar dengan profesional. Mereka tidak bisa menggunakan IT sehingga pembelajaran membosankan dan sama sekali tidak menyenangkan.
Kemampuan paeagogik guru adalah meliputi menguasai karakteristik peerta didik dari aspek fisik, moral, sosial, dan intelektual.menguasai teori belajar dan prinsip pembelajaran yang mendidik. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik, memanfaatkan IT untuk kepentingan pembelajaran, memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik. Menyelenggarakan evaluasi dan penilaian proses dan hasil belajar.
Sementara guru bahasa Jawa yang ada adalah guru honorer yang masih kurang berpengalaman dan belum memahami teori belajar dan prinsip pembelajaran. Tidak menguasai IT yang membuat pembelajaran menjadi menyenangkan. Siswa menjadi bosan dan tidak tertarik.
Kemampuan kepribadian guru adalah meliputi takwa, jujur dan berakhlak mulia, menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa.guru menununjukkan etos kerja, tanggung jawab, dan memiliki rasa bangga menjadi guru dan rasa percaya diri. Guru harus menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
Kemampuan sosial guru adalah meliputi bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak deskriminasi, menguasai kompetensi inti dan kompetensi dasar. Harus bisa berkomunikasi secara efektif, empatik dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat. Mampu beradaptasi ditempat bertugas di seluruh wilayah RI yang memiliki keragaman sosial budaya. Mampu berkomunikasi dengan lisan maupun tulisan khususnya bahasa jawa.
Karena guru yang mengampu adalah guru honorer, maka mereka tidak mempunyai kompetensi sosial seperti tersebut di atas. Sehingga pembelajaran Bahasa Jawa menjadi momok di daerahnya sendiri. Sesuatu yang dianggap menakutkan
Guru yang memiliki 4 kompetensi tersebut di atas akan menjadi guru yang hebat yang dapat membawa anak didiknay hanyut dalam proses pembelajaran yang menyenangkan. Guru yang menguasai 4 kopetensi ini akan tampil dengan percaya diri sehingga siswa yang diajar pun dapat dengan mudah memahami apa yang diajarkan oleh guru itu. Sebaliknya guru yang tidak memiliki empat kompensi akan mengajar dengan tidak percaya diri. Para siswa pun tidak paham dengan apa yang diajarakan. Kurang kompetennya guru ini disebabkan karena berbagai faktor antara lain guru malas belajar lagi, atau guru tidak mendapat bekal materi waktu kuliah di bangku perguruan tinggi, atau pun guru masa bodoh dengan kemampuan siswanya.
Faktor guru di luar guru bahasa Jawa juga sangat penting. Guru non bahasa jawa pada umumnya tidak peduli dan masa bodoh dengan kemampuan siswanya dalam berbahasa jawa. Karena merasa bukan tanggung jawabnya. Bahkan para guru itu cenderung menyarankan siswa untuk berbahasa dengan menggunakan bahasa Indonesia. Hal ini dilakukan karena mereka khawatir bahasa Jawa siswa salah atau ditertawa orang lain. Seharusnya para guru itu harus dan terus memotivasi paa siswanya, bahwa berbahasa itu salah biasa dan harus dibimbing bagaimana baiknya. Bukan malah menyarankan menggunakan bahasa Indonesia karena takut salah.
Para guru ini tidak menyadari bahwa apabila bahasa Jawa itu tidak dilestarikan maka lama kelamaan bahasa itu akan punah. Dan apabila suatu bahasa itu punah, maka budaya masyarakat pemakai bahasa itu juga akan punah. Begitu juga dengan bahasa Jawa. Apa bila bahasa Jawa punah, maka budaya Jawa yang adi luhung dan sangat digandrungi masyarakat di dunia ini juga akan punah. Oleh karena itu, peran guru baik itu guru mapel maupun guru bukan mapel sangatlah penting.
3. Peran kurikulum
Seperti kita ketahui bersama, kurikulum yang ada di sekolah selalu berubah ubah. Termasuk struktur muatan kurikulum. Dalam kurikulum 2013 maupun kurikulum 2006 struktur muatan kurikulum bahasa Jawa termasuk muatan lokal propinsi dengan nama mata pelajaran Bahasa Daerah. Beban belajarnya 2 jam pelajaran. Jumlah beban belajar ini sangat kurang karena tingkat keluasan materi sama banyaknya dengan materi bahasa Indonesia dan bahasa yang lain. Melihat tingkat kedalaman dan keluasan materi bahasa Jawa ini, maka beban belajarnya harus ditambah menjadi 4 atau 6 jam per minggu. Hal ini merupakan harapan dari masyarakat agar generasi muda tetap dapat berbahasa Jawa dan dapat melestarikannya.
Muatan lokal ini bermacam macam varisainya. Tergantung apa yag menjadi ikon masing masing daerah. Misalnya di Padang, di daerah pandang yang menjadi ikon adalah rendang yang banyak disajikan di rumah makan Padang. Daerah Jeporo memasukkan seni ukir dalam muatan lokal Madura memasukkan sate Madura dalam muatan lokal daerah resebut. Begitu juga masyarakat Jawa ikonnya adalah bahasa jawa yang khas, unik, dan menarik sehingga mulok propinsi yang wajib diikuti oleh semua siswa adalah mulok bahasa Jawa.
4. Faktor masyarakat
Faktor yang mempengaruhi pemakaian bahasa Jawa berikutnya setelah faktor keluarga, faktor sekolah, adalah faktor masyarakat. Faktor masyarkat sangat membentuk karakter dan kebahasaan para anak muda. Masyarakat di nusantara dari sabang samai merauke memang idealnya mencintai bahasa dan dan budaya daerah masing masing dan tetap menghormati dan menghargai bahasa dan budaya daerah lain seperti yang disemboyankan dalam Bineka Tunggal Ika. Negara kita terdiri dari berbagai macam dan ragam bahasa dan budaya. Hal inilah yang menyebabkan pemakaian bahasa jawa pada siswa menjadi kacau. Mereka mendapat benturan dan gesekan dari berbagai bahasa dan budaya dari berbagai anggota masyarakat yang ada di sekitarnya. Apabila hal ini tidak disikapi dengan benar oleh sekolah dan masyarakat maka bahasa daerah yang dimiliki di daerah kita akan ditinggalkan dan akhirnya akan punah dari muka bumi ini.
Salah satu contoh keadaan masyarakat yang ada di kota Sragen. Masyarakat di kota ini memiliki latar belakang yang beragam baik keluarga tingkat sosial, tingkat pendidikan, tingkat perekonomian. Mereka juga berasal dari berbagai daerah. Mereka merantau di Sragen dengan berbagai tujuan. Ada yang ke Sragen karena tugas atau ASN yang ditugaskan di Sragen. Ada yang merantau dari Madura yang datang ke Sragen untuk mencari nafkah dengan berjualan sate ayam dan menjadi barber shop. Ada yang dari Sumatera datang di Sragen untuk untuk berjualan nasi padang. Ada lagi yang dari jawa Barat yang datang ke Sragen dari tahu sumedang dan berjualan pakaian berjualan kerupuk. Yang paling banyak masyarakat dari etnis Cina yang sudah menjadi warga negara Indonesia. Mereka datang ke Sragen untuk berdagang, dan masih banyak lagi pendatang di kota Sragen ini.
Para pendatang itu datang dengan bahasa dan budaya masing masing. Hal ini pasti akan menpengaruhi pemakaian bahasa jawa di masyarakat Sragen. Sebagai contoh dapat kita lihat pada rekaman pembicaraan siswa berikut ini.
Kristina : “Bukuku mbok selehne ndhok ndi?”
‘Bukuku diletakkan di mana?’
Wati : “Kuwi lo ngglethak neng dhuwur meja nok mosok gak weruh”
‘Itu tergeletak di atas meja masa tidak melihat’.
Kristina :”Kon digoleki kit mau bol ndhok kene”
‘Kamu dicari dari tadi kok malah di sini’
Wati :” Kandani aku neng kene kok ora ngrewes.”
‘Diberi tahu aku di sini kamu tidak memperhatikan’
Dari pembicaraan bahasa Jawa kedua siswa tadi jelas kelihatan latar belakang keduanya berbeda. Kristina berasal dari jawa timur, sedang Wati berasal dari Sragen. Kedua siswa itu setiap hari bersama-sama di sekolah sehingga bahasa mereka akan saling mempengaruhi satu dengan yang lain.
Begitu juga dilihat dari kosa katanya dan nada berbicaranya kedua anak tadi sudah menggambarkan dari mana asalnya. Masyarakat Sragen terkenal dengan kosa kata gak ‘tidak’ dan gung ‘belum’ yang tidak dijumpai oleh pemakai bahasa jawa di pulau Jawa ini.begitu juga masyarakat Jaw timur terkenal dengan kosa kata kon ’kamu; dan ndhok ‘di’ suatu saat lama kelamaan kedua bahasa itu akan saling mempengaruhi dan tidak terasa akan mengubah pemakaian bahasa Jawa siswa di SMP N 1 Sragen
Selain faktor dari para pendatang dari daerah lain yang masuk ke kabupaten Sragen, masyarakat Sragen juga dibedakan berdasarkan letak geografisnya yaitu wilayah yang terletak di sebelah barat dan sebelah timur sungai Bengawan Solo. Kedua wilayah itu mempunyai karakteristik kosa kata dan aksen yang berbeda dan unik. Sebagai contoh kosa kata berikut ini.
Susi:”Sus, roh bukuku ora ya?”
‘Sus, melihat buku saya ya’
Anik :”Aku gak ruh ndak.”
‘saya tidak melihat’
Susi :”Ndak ya gak ruh nik, wingi mbok waca ndak.”
‘masak tidak melihat, kemarin kamu baca’
Anik :”Ah, barang acik. Aku dak roh”
‘Ah, masa bodoh saya tidak melihat’
Mendengar aksen dan kosa katanya percakapan tersebut diucapkan oleh siswa yang berada dari sebelah barat Sungai Bengawan Solo. Bandingkan dengan percakapan dari siswa yang berasal dari wilayah sebelah timur sungai berikut ini.
Doni :”Nur, kowe uwis mangan durung?”
“Nur, kamu sudah makan belum”
Nur :“Durung Don, aku isih repot ki”.
“Belum Don, saya masih repot itu”
Doni :”Ya wis aku tak mangan dhisik”
“Iya sudah, saya makan dulu.”
Nur :”Iya Don, mangana dhisik’
‘Iya Don, silakan makan dulu’
Begitu juga warga Sragen yang berasal dari keturunan Cina. Pemakaian Bahasa Jawa pada siswa yang keturunan Cina juga mempunyai keunikan tersendiri. Sebagai contoh dapat dilihat pada percakapan berikut ini
Monika :” Hai Adi, sinia, meh tak kasi adiah
‘Hai Adi, kemari mau saya beri hadiah’
Adi :” Meh dikasi adiah apa mon?”
‘Mau diberi apa mon’
Monika :”Meh tak kasi ni gelem po”
;Mau diberi ini mau tidak’
Adi :”Ya kamsia ya”
‘Ya terima kasih ya’
Percakapan kedua anak keturunan Cina tersebut mempunyai aksen dan kosa kata yang unik anatara kosa kata bahasa Jawa, Bahasa Indonesia dan bahasa Cina itu yang membuat pemakaian bahasa Jawa oleh WNI keturunan Cina sangat unik. Pemakaian bahasa jawa juga disebabkan oleh tingkat sosial dan ekonomi masyarakat pemakaianya.
Seperti halnya faktor keluarga, faktor masyarakat juga berkorelasi dengan tingkat sosial dan tingkat ekonomi masyarakat pemakainya. Jadi, semakin tinggi tingkat sosial masyarakat tempat tinggal siswa dapat dipastikan kemampuan berbahasa siswa tersebut semakin baik. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah tingkat sosial dan ekonomi suatu masyarakat tempat tinggal siswa, semakin buruk pula kemampuan berbahasa jawa siswa tersebut.
Hal ini dapat dimaklumi. Pada keluarga yang tingkat sosial tinggi biasanya pendidikan mereka tinggi, tingkat ekonominya tinggi dan pendidikan berbahasa mereka juga baik, sopan dan halus. Namun, sebaliknya pada keluarga yang tingkat sosial rendah biasanya pendidikan mereka rendah, tingkat ekonominya rendah, dan pendidikan berbahasa mereka bisa diprediksi buruk, kasar dan keras. Hal ini sesuai dengan perilaku mereka di lingkungan tempat mereka tinggal.
Namun, keluarga yang tingkat sosial, pendidikan dan perekonomiannya tinggi bisa jadi berpengaruh tidak baik pada kemampuan berbahasa Jawa anak-anaknya. Hal ini disebabkan kelarga tersebut lebih memilih memakai bahasa asing seperti bahasa Inggris atau bahasa Indonesia sebagai bahasa percakapan sehari hari. Berbagai alasan mereka, misalnya mereka merasa bangga, berkelas dan bergengsi bila menggunakan bahasa inggris. Mereka juga beralasan bahwa berbahasa Jawa itu sulit karena adanya tingkatan bahasa. Hal itu membuat mereka takut salah dan tidak tepat pemakaian bahasanya. Hal inilah yang membuat bahasa Jawa semakin lama semakin tidak dikenal siswa dan akan semakin punah.
5. Faktor Ilmu dan Teknologi
Kemampuan berbahasa Jawa juga sangat dipengaruhi oleh kemajuan ilmu dan teknologi. Hal ini dapat kita lihat pengaruh televisi, Game, internet dan sebagainya yang dengan cepat dan mudah diikuti para siswa. Sebagai contoh bahasa yang dipakai oleh film atau sinetron yang banyak menampilkan bahasa kasar; lagu-lagu yang ditayangkan di televisi lebih disukai siswa dari pada bahasa Jawa yang benar seperti kata kata berikut ini.
Wedokan ‘gadismu
Bribikan ‘gadis muda’
Lanangan ‘laki-laki’
Rika ‘kamu’
Gendhakan ‘selingkuhan’
Hal ini dapat dilihat dalam contoh alimat berikut ini.
Joko: “ Bocahe mau bareng Wedokan
‘anaknya tadi bersama gadis’
Parman: la bribikane wingi kae sapa
‘ gadis kecil kemarin siapa’
Joko: Ooo kae riko gelem po, kae gendhakane sandro”
‘Ooo itu apa kamu mau, itu pacarnya Sandro’
Contoh kalimat tersebut di atas sering kita dengar dalam pembicaraan siswa kita. Hal ini jelas sekali terpengaruh oleh siaran film dan lagu lagu di televisi. termasuk kata kata yang kasar yag sering mereka lihat di televisi seperti kata kata berikut ini
Daru: “ngalih kana cuk”
‘pergi sana’
Dito: “bajingan kik”
‘Bajingan kamu’
Daru: ”minggata‘
‘pergilah’
Kalimat-kalimat itu sering kita dengar dari mulut siswa kita. Oleh karena itu Ilmu pengetahuan dan teknologi sangat berpengaruh terhadap kemampuan berbahasa siswa. Hal ini sangat dibutuhkan peran serta orang tua dan guru dalam membimbing dan memilih milih acara yang baik untuk siswa.
Selain itu istilah istilah dalam teknologi dipakai begitu saja tanpa mencari istilah dalam bahasa Jawa seperti kata berikut ini.
Cut ‘potong’
Copy ‘salin’
Enter ‘turun’
Delet ‘hapus’
Undo ‘krmbali’
Block ‘tebal’
Edit ‘dieperiksa’
Format ‘atur’
Kata kata dan istilah tersebut di atas sudah terbiasa bagi siswa yang sering memakai laptob. Oleh karena itu selama istilah itu ada padanan di dalam bahasa jawa, maka lebih baik memakai bahasa jawa.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar