Mia segera keluar dari ruangan. Di luar, pandangannya tertuju ke kolam ikan yang di atapnya bergantungan buah anggur. Anggur? Iya, budidaya anggur sedang dilakukan di tempat kerja Mia. Bagian dari program urban farming. Konsepnya menggunakan lahan terbatas di perkotaan, untuk memperbanyak kadar oksigen di udara bebas, dan menghasilkan sesuatu yang nyata dan bermanfaat bagi manusia. Ya, anggur tadi.

Dua menit menghirup udara segar, Mia kembali masuk ke ruangan.

"Udah segeran?" bisik Dewi.

Mia mengangguk. Ia kembali menghadapi layar laptop. Rapat masih berlangsung, tapi sudah lebih santai. Rupanya Samsul masih bicara tentang ekspektasi pimpinan dan pentingnya dialog kinerja. Panjang kali lebar kali tinggi. Namun, ada potongan yang menarik untuk ditulis.

"Aku pernah kabur dua kali," kata Samsul sambil menyandarkan punggungnya.

Suasana hening. Tak ada suara yang keluar di ruangan itu. Tampaknya Dewi dan Ria, sama seperti Mia, menahan napas. Kaget. Tak menyangka. Pasalnya, rapat sedang flashback kisah siswa yang sudah pindah sekolah. Ternyata anak itu cekcok dengan ibunya, dari dulu. Ia sering kabur, tapi selalu balik ke rumah karena dicari.

"Apa iya?" tanya Mia.

Samsul mengangguk. Wajah sedikit muram, mungkin teringat masa lalu. Matanya mengerjap. Ada luka lama membayang di sana.

"Yang pertama waktu aku SMP. Penyebabnya karena ... Ya Allah, maafkan aku, Mak, insyaallah aku sudah rida, dan tak bernaksud apa-apa selain untuk jadi hikmah." Samsul berkata agak tersendat.

Mia, Dewi, dan Ria masih diam menunggu kelanjutan cuplikan masa kecil Samsul. Sayup-sayup terdengar obrolan para siswa sedang istirahat.