Dua belas tahun saya ikut merayakan hari guru. Saya bukanlah guru, melainkan saya siswi.

Sepuluh tahun saya sebagai peserta upacara dalam acara Hari Guru. Namun, di tahun ke-11 saya mengisi acara Hari Guru dengan tari kreasi Semapore. Semapore merupakan salah satu sandi dalam Pramuka.

Bahagia terpancar di wajah saya, karena saya bisa mengisi acara Hari Guru. Di tahun ke-12, saya mewakili siswa/i SMA saya untuk memberikan kata sambutan. Sungguh diluar dugaan saya bisa mewakili siswa/i SMA. Saya tidak menyangka bahwa saya mewakili seluruh siswa/i SMA dan di saksikan oleh siswa/i SMP & SMK. Sebelumnya saya tidak ada persiapan, karena saya di suruhnya di hari itu juga.

"Saya mewakili siswa/i SMA mengucapkan Selamat Hari Guru Nasional 2018. Semoga Bapak/ibu guru di berikan kesehatan, kesejahteraan, kenikmatan, dan rezeki yang melimpah. Terimakasih telah mengajarkan kami ilmu yang bermanfaat sehingga kami menjadi siswa yang bermoral baik". (salah satu isi kata sambutan saya)

Gugup. Itu lah yang saya rasakan ketika saya berbicara. Tangan saya gemetaran saat memegang mikrofon. Keringat dingin terus bercucuran di kening saya.

Tetapi dengan begitu, saya bisa menyelesaikan kata sambutan saya dengan baik.

Setelah selesai saya berbicara, saya di tegur oleh salah satu guru SMP. "Kamu salah bicara, ini bukan hari guru nasional. Hari guru nasional hanya untuk orang Kristen". (ucapnya dengan wajah amarah).

Saya terkejut dengan perkataan beliau. "Jika ini bukan guru nasional, jadi ini hari guru apa?" (tanya saya pada diri sendiri).

Tetapi dengan kritikan beliau tidak membuat saya down, malah membuat saya semakin bersemangat. Terimakasih bapak telah mengkritik saya. Kritikan bapak sangat bermanfaat bagi saya.

Saya rindu ikut upacara Hari Guru dan saya rindu dengan guru-guru saya.

#SelamatHariGuru2019