Harianto Baharuddin

Pengembang program, BPPAUD dan Dikmas Sulbar...

Selengkapnya
Navigasi Web

PENUNTASAN BUTA AKSARA DI SULAWESI BARAT MELALUI PELIBATAN TOKOH AGAMA

Oleh Harianto Baharuddi dan Mece Marice

ABSTRAK

Produk pengembangan model pendidikan keaksaraan nantinya akan digunakan oleh tutor yang merupakan tokoh agama kepada peserta didik untuk mengurangi angka buta aksara di wilayah Sulawesi Barat khususnya Kabupaten Mamasa berdasarkan dari data Pusat Data Statistik Pendidikan dan Kebudayaan (2018), Provinsi Sulawesi Barat masuk sebagai enam Provinsi dengan persentase buta aksara tertinggi atau berada pada zona merah. Buta aksara pada usia 15-59 tahun di Provinsi Sulawesi Barat, yakni mencapai 36.124 orang atau 4,360%.Sedangkan Kabupaten tertinggi, yakni Kabupaten Majene, sebesar 9,30%. Disusul tertinggi kedua Kabupaten Pasangkayu, 7,43%, dan tertinggi ketiga Kabupaten Mamasa, 6,37%. Sementara Kabupaten terendah, yakni Kabupaten Polman,1,57%, terendah kedua Kabupaten Mamuju, 2,68%, dan terendah ketiga Kabupaten Mamuju Tengah, untuk itu model ini sangat penting untuk digunakan.

Pengembangan model ini memuat hasil pelaksanaan penelitian dan pengembangan model ,dimulai dari kegiatan studi pendahuluan ,validasi model konseptual oleh pakar, tenaga ahli dan praktisi dan hasil uji coba model konseptual serta hasil uji coba model operasional. Penyelenggaraan program keaksaraan dasar di Kabupaten Mamasa tidak jauh berbeda dengan daerah lainnya, dimana sebagian besar program dilaksanakan oleh PKBM dan SKB dengan sumber pendanaan menggunakan BOP dari Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan (Dit. Bindiktara). Sementara dukungan biaya untuk penyelenggaraan program keaksaraan dasar dari pemerintah daerah (APBD) sangat jarang.

Berdasarkan Data Pokok Pendidikan (2019) jumlah PKBM di Kabupaten Mamasa, mencapai 30 satuan dan 1 SKB. Sejumlah lembaga tersebut, mestinya mampu menekan tingginya angka buta aksara, karena salah satu program utamanya adalah keaksaraan dasar. Selain itu, diberikan bantuan BOP dari pemerintah, tetapi penyelenggaraan program keaksaraan dasar belum mendapatkan hasil yang d iharapkan.

Kata Kunci: Model KD, Tokoh Agama.

PENDAHULUAN

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk menuntaskan permasalahan buta aksara adalah dengan menyelenggarakan program pendidikan keaksaraan dasar yang bertujuan untuk melayani penduduk buta aksara usia 15 - 59 tahun, agar memiliki kemampuan membaca, menulis, berhitung dalam bahasa Indonesia. Namun hingga tahun 2018 Indonesia belum terbebas dari persoalan buta aksara. Berdasarkan Pusat Data Statistik Pendidikan dan Kebudayaan (2018), Secara nasional angka buta aksara masih menyisahkan sekitar 2,068% atau 3.474.694 orang. Sementara Provinsi Sulawesi Barat masuk sebagai enam Provinsi dengan persentase buta aksara tertinggi atau berada pada Zona merah yakni mencapai 36.124 orang atau 4,360% buta aksara usia 15-59 tahun. Buta aksara tertinggi terdapat di kabupaten Majene sebesar 9,30%, tertinggi kedua kabupaten Pasangkayu 7,43%, tertinggi ketiga Kabupaten Mamasa 6,37%. Kabupaten Polman merupakan Kabupaten terendah buta aksara 1,57%, terendah kedua Kabupaten Mamuju 2,68% dan terendah ketiga Kabupaten Mamuju Tengah 4,45%. Selain permasalahan masih tingginya angka buta aksara di Sulawesi Barat, terdapat juga persoalan penyelenggaraan pendidikan keaksaraan dasar, diantaranya: a) pelaksanaan pembelajaran tidak sesuai alokasi belajar minimal 114 jam, b) penyelenggara merekrut warga belajar yang sudah melek aksara, c) penyelenggara memberikan SUKMA kepada lulusan program KD, tetapi belum melek aksara, d) tutor kurang memiliki pengaruh dan karisma, sehingga berdampak pada rendahnya motivasi warga belajar mengikuti pertemuan pembelajaran. (Laporan Hasil Studi Pendahuluan, 2019). Penyelenggara program pendidikan keaksaraan dasar adalah Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), dan lembaga lain sesuai kriteria. Sedangkan sumber pembiayaan penyelenggaraan program berasal dari bantuan operasional penyelenggaraan pendidikan keaksaraan dasar oleh Direktorat Pembinaan Pendidikan Keaksaraan dan Kesetaraan (Bindiktara). Berdasarkan data pokok Pendidikan (2019) jumlah PKBM di Kabupaten Mamasa mencapai 30 lembaga dan 1 SKB. Dengan jumlah lembaga tersebut mestinya mampu menekan tingginya angka buta aksara di Kabupaten Mamasa, karena salah satu program utamanya adalah keaksaraan dasar dengan ditunjang oleh bantuan BOP dari Pemerintah, tetapi kenyataannya penyelenggaraan program keaksaraan dasar belum berhasil sebagaimana yang diharapkan. Satuan Pendidikan Non Formal (PKBM dan SKB), dimungkinkan menjalin kerjasama dengan berbagai pihak dalam penyelenggaraan program keaksaraan dasar. Seperti lembaga keagamaan, Babinsa, pemerintah desa, tokoh pendidikan, tokoh masyarakat dan pihak lain yang mempunyai kepedulian terhadap pendidikan masyarakat. Komponen yang dapat dikerjasamakan diantaranya : pendataan warga buta aksara, tutor, pengelola, tempat belajar dan lain-lain. Lembaga keagamaan seperti Gereja dan Mesjid dapat dijadikan sebagai mitra. Khusus di Kabupaten Mamasa Agama Kristen Protestan merupakan agama yang memiliki penganut tertinggi pertama, dari data yang diperoleh terdapat 567 gereja dan 304 pendeta dibawah Gereja Toraja Mamasa (GTM), dan yang kedua adalah Agama Islam. Sebagai bentuk dukungan terhadap penyelenggaraan program keaksaraan dasar tersebut agar lebih efektif dan efisien, maka perlu dikembangkan model penyelenggaraan pendidikan keaksaraan dasar melalui pelibatan tokoh agama sebagai upaya untuk mendorong terciptanya pendidikan keaksaraan dasar yang mampu berkontribusi terhadap penurunan jumlah penduduk buta aksara dan penjaminan mutu program pendidikan keaksaraan dasar.

METODE PENELITIAN

Untuk memperoleh informasi yang sesuai dengan penelitian maka perlu menggunakan teknik sampling bola salju (snowball sampling technique) dalam pengumpulan data melaui wawancara dan observasi. Teknik ini diibaratkan sebagai bola salju yang terus menggelinding dan semakin lama semakin besar gumpalannya. Key informan yang pertama kali dimintai keterangan adalah pimpinan PKBM/SKB dan Tokoh Agama, karena merupakan orang yang dianggap paling mengetahui permasalahan pada penelitian ini. Hal ini sesuai dengan pendapat Bogdan dan Biklen (1982) bahwa seseorang key informan itu setidaknya adalah yang paling mengetahui tentang apa yang terjadi. Dalam mengumpulkan data peneliti mencari informasi secara terus menerus dan baru berhenti apabila informasi yang diperoleh sudah dianggap cukup. Adapun teknik pengumpulan data yang penulis pergunakan adalah: Data yang diperoleh di lapangan tidak dapat memberikan manfaat tanpa melalui tahapan analisis, sehingga semua data yang telah diperoleh dapat merupakan satu kesatuan. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini pada dasarnya mengacu pada prosedur penelitian kualitatif yang diajukan Nasution (1988:129) sebagai berikut: tidak ada satu cara tertentu yang dapat dijadikan pegangan bagi semua penelitian. Salah satu cara yang dapat dianjurkan ialah megikuti langkah-langkah berikut yang masih bersifat umum yakni (1) reduksi data, (2) display data, (3) pengambilan kesimpulan dan verifikasi.

HASIL PENELITIAN

Hasil studi didasarkan pada variabel penelitian. Adapun variabel yang menjadi variabel penelitian, yakni: a) permasalahan penyelenggaraan program PKD, b) kondisi lulusan program pendidikan keaksaraan dasar, c) harapan warga buta aksara, dan e) keterlibatan tokoh agama sebagai tutor.

1. Permasalahan Penyelenggaraan program

Permasalahan penyelenggaraan pendidikan keaksaraan dasar saat dilakukan studi pendahuluan di Kabupaten Mamasa, terletak pada penyelenggaraan dan pelaksanaan pembelajaran yang belum sesuai dengan kriteria penyelenggaraan dan pembelajaran pendidikan keaksaraan dasar, sebagai telah diatur dalam Permendikbud nomor 86 tahun 2014 tentang pedoman penyelenggaraan pendidikan keaksaraan dasar, dan beberapa panduan dan juknis pendidikan keaksaraan dasar, antara lain:

a. Alokasi waktu pembelajaran yang diselenggarakan oleh penyelenggaran kurang dari 114jam;

b. Penyelenggara melakukan rekuitmen peserta didik yang sudah mampu membaca, menulis, dan behitung dalam bahasa Indonesia;

c. Pendidik/tutor kurang mampu memotivasi peserta didik yang berdampak pada rendahnya tingkat kehadiran peserta didik dalam aktivitas pembelajaran; dan

d. Banyak peserta didik yang belum mencapai KKM tapi sudah diberikan SUKMA.

e. Letak geografis warga buta aksara yang jauh dan sulit diakses.

Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara dengan beberapa lembaga penyelenggara, bahwa: “pelaksanaan pembelajaran belum dilaksanakan sesuai ketentuan pada Juknis Keaksaraan Dasar” (Wawancara Kepala SPNF SKB Mamasa, tanggal 27 Maret 2019).

2. Harapan Warga Buta Aksara

a. Minat untuk mengikuti program keaksaraan dasar

Semua informan menyatakan berkeinginan mengikuti program keaksaraan dasar, agar dapat memiliki kemampuan membaca, menulis dan berhitung untuk mendukung aktivitas di lingkungan keluarga dan masyarskat dalam kehidupan sehari-hari.

b. Pendeta menjadi tutor keaksaraan dasar

Semua informan setuju apabila pendeta sebagai tutor, dengan pertimbangan bahwa warga buta aksara secara emosional dekat dengan pendeta. Selain itu, mereka percaya bahwa pendeta selama ini melaksanakan pelayanan sangat baik.

Hal teserbut sesuai dengan pernyataan dari informan Ibu Anace, bahwa: “Kami sangat percaya kepada bapak pendeta tidak akan menipu kami disini”.

c. Tempat dan waktu pembelajaran

Semua informan menginginkan tempat pembelajaran dilaksanan di gereja. Sedangkan waktu pelaksanaan pembelajaran disesuaikan dengan waktu dan kesempatan pendeta, majelis dan pemuda gereja. Dapat dilaksanakan 2 atau 3 kali dalam seminggu. Khusus untuk hari minggu dapat dilaksanakan setelah ibadah minggu.

3. Kondisi Lulusan Program Keaksaraan

a. Warga Buta Aksara Tidak Tuntas Program KD

1) Alasan tidak tuntas mengikuti program keaksaraan dasar

Dari data yang diperoleh penyebab warga belajar tidak tuntas mengikuti program keaksaraan dasar, karena lembaga penyelenggara tidak melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan ketentuan penyelenggaraan dan pembelajaran keaksaraan dasar. Dimana dalam panduan tersebut menekankan bahwa alokasi waktu belajar minimal 114 jam @60 menit atau dapat dilaksanakan 3 (tiga) sampai 6 (enam) bulan.

Pernyataan tersebut diperkuat dengan hasil wawancara dengan ketiga informan memiliki informasi yang sama, bahwa “proses belajar hanya dilakukan beberapa kali saja 3-5 kali setelah itu diberikan ijasah (sukma)”.

2) Motivasi untuk mengikuti program keaksaraan dasar

Berdasarkan data yang diperoleh dari tiga informan menyatakan bahwa mereka termotivasi ikut program keaksaraan dasar agar dapat membaca, menulis dan berhitung. Selain itu, mereka juga menginginkan bantuan bantuan modal usaha. Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Informan Bapak Tendi Lempang, bahwa “kami mengikuti program pemberantasan buta huruf, karena kami dijanjikan bantuan modal usaha oleh PKBM, kalau kami sudah bisa membaca”.

b. Warga Buta Aksara Lulus Program Keaksaraan Dasar

a. Kapan dan dimana mengikuti program KD?

Objek studi pendahulan keaksaraan dasar yaitu program keaksaraan dasar yang dilaksanakan oleh PKBM tahun 2015 dan 2017 yang berlokasi di Kecamatan Mamasa.

Hal tersebut sudah sesuai dengan pernyataan informan, Bapak Tendi Lempang, bahwa: “Saya mengikuti pembelajaran tahun 2015, tempatnya di Loko”

b. Berapa lama mengikuti pembelajaran?

Lama pelaksanaan pembelajaran keaksaraan dasar berbeda antara PKBM yang satu dengan PKBM yang lainnya. Ada yang menyelenggarakan sesuai dengan Panduan Penyelenggaraan dan Pembelajaran yakni 3 (tiga) bulan. Ada juga yang menyelenggarakan hanya 3 (kali) pertemuan.

Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan informan Ibu Sarce, bahwa:

“Saya mengikuti pembelajaran selama 3 bulan, dan dinyatakan lulus/tuntas pada saat evaluasi akhir karena sudah bisa menulis dan membaca secara lancar, kecuali berhitung yang kurang lancar masih menggunakan alat bantu berhitung tetapi sudah mengenal angka”.

Pendapat yang berbeda dikemukan oleh Bapak Tendi Lempang, bahwa: “Saya mengikuti pembelajaran hanya 3 (tiga) kali saja, setelah itu saya diberikan ijasah”

c. Apakah sudah bisa membaca, menulis dan berhitung secara lancar?

Warga buta aksara yang lulus berbeda-beda, terdiri dari 3 kelompok. Kelompok pertama, sudah lancar membaca, menulis, berhitung dan berkomunikasi. Kelompok kedua, lancar membaca, tetapi berhitung kurang lancar. Kelompok ketiga, sama sekali belum bisa calistung.

Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan kedua informan informan, bahwa:

Ibu Sarce, “Saya sudah bisa menulis dan membaca secara lancar, kecuali berhitung yang kurang lancar masih menggunakan alat bantu berhitung tetapi sudah mengenal angka”.

Lain halnya yang dikemukan oleh Bapak Tendi Lempang, bahwa: “Saya belum terlalu lancar membaca, makanya saya mau ikut lagi tahun ini, karena dulu hanya 3 kali saja pertemuan, setelah itu bapak guru tidak datang lagi”.

d. Apakah Anda buta Aksara murni saat mengikuti program KD?

Warga buta aksara yang direkrut menjadi warga belajar, tidak semuanya buta huruf murni. Ada yang yang sudah melek aksara, hal teresebut diperkuat oleh pernyataan informan Bapak Tendi Lempang, bahwa:

“Saya sudah bisa sedikit-sedikit membaca, saya ikut karena waktu itu kami akan diberikan bantuan ternak babi kalau sudah bisa membaca”

e. Unsur tutor

Tutor yang mengajar pada program keaksaraan dasar selama ini adalah tutor dari unsur guru SD dan tutor lembaga PKBM sendiri.

4. Keterlibatan Tokoh Agama sebagai Tutor

Pendeta bersedia menjadi tutor keaksaraan dan sama sekali tidak akan mengganggu pekerjaan/tugas utama sebagai pendeta. Bahkan menjadi tutor sejalan dengan tugas sebagai pendeta karena merupakan bagian dari pelayanan. Selain itu pendeta juga bersedia mendata warga jemaatnya yang masih buta akasara untuk membantu pemerintah mendapatkan data riil jumlah buta aksara di Kab. Mamasa.Kesiapan Pendeta diperkuat oleh pernyataan salah seorang informan Bapak Pdt. Demianus bahwa “Pada tahun 2007 melalui program LAI (Lembaga Alkitab Indonesia) beliau sudah pernah menjadi Tutor keaksaraan dasar untuk warga jemaatnya sendiri yang buta aksara berjumlah 27 orang, dibelajarkan selama 9 bulan dan hasilnya warga jemaatnya bisa lancar membaca.”

Lebih lanjut Pernayataan Pdt. Demianus menyatakan bahwa “proses belajar mengajar dapat dilakukan di gedung gereja dengan melihat hari dan waktu belajar yang disepakati antara tutor dan warga belajar, salah satu sumber belajar yang dapat digunakan adalah Alkitab.Selain itu, Pendeta yang nantinya ditugaskan untuk menjadi tutor mengharapkan sebagai langkah awal mempersiapkan diri menjadi tutor sebaiknya ada bimbingan dan pelatihan dari pihak terkait. Permasalahan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa penyelenggara kurang berkomitmen dalam melaksanakan pembelajaran keaksaraan dasar, selain itu sebagian penyelenggara kurang berintegritas dalam menyelenggarakan program, hal ini disebabkan kurangnya pengawasan oleh pihak diluar dari lembaga penyelenggara.

A. Hasil Ujicoba Model Operasional

Ujicoba model operasional dilaksanakan pada SKB Kab. Mamasa dan PKBM Harapankudi Kabupaten Mamasa. Hasil ujicoba berdasarkan hasil observasi pelaksanaan proses pembelajaran, dan hasil wawancara dengan tutor dan penyelenggara dan dokumentasi penyelenggaraan program, diperoleh data sebagai berikut:

1. SKB Mamasa

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap 6 (enam) kelompok belajar yang diselenggarakan oleh SKB Mamasa, sebanyak 100 orang peserta didik dan 3 orang tutor dari tokoh agama dan 7 orang tutor dari unsur non tokoh agama, masing-masing 10 orang peserta didik dan 1 orang tutor per rombelnya. Dari enam kelompok diambil 2 (dua) kelompok untuk sasaran ujicoba operasional diperoleh hasil sebagai berikut:

1) Kelompok Belajar Usia Indah Rantelemo

a) Pelaksanaan Proses Pembelajaran

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kelompok belajar Rantelemo, sebanyak 10 orang peserta didik dan 1 orang tutor dari tokoh agama, diperoleh data sebagai berikut:

Hasil wawancara terhadap peserta didik menunjukkan hasil yang baik terkait pelaksanaan pembelajaran, meliputi:

1) Motivasi datang belajar

Motivasi peserta didik datang belajar bervariasi yakni agar dapat membaca seperti orang orang lain. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Ibu Ani, bahwa “Ingin pintar membaca, supaya bisa membaca alkitab dan tidak mudah diperdaya orang lain”.

2) Tokoh agama mengajar apakah lebih mudah dipahami

Hasil wawancara kepada peserta didik menunjukkan bahwa peserta didik lebih mudah menerima pembelajaran dari pendeta, karena mengenal secara dekat. Hal tersebut diperkuat oleh Pernyataan Ibu Oktovina ”Kami lebih senang belajar dengan Ibu Pendeta karena merasa akrab dan sudah seperti keluarga sendiri”.

3) Kesulitan dirasakan belajar membaca, menulis dan berhitung

Kesulitan yang paling dirasakan selama mengikuti pembelajaran yaitu membaca. Hal tersebut sesuai penjelasan dari Ibu Arnimaodo, bahwa “menyambung huruf sangat susah dan menulis karena tangan masih terasa kaku dan kemampuan mengingat huruf masih kurang”

2). Kelompok Belajar Usia Indah Buntu Tille

a). Pelaksanaan Proses Pembelajaran

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kelompok belajar Buntu Tille sebanyak 10 orang peserta didik dan 1 orang tutor dari tokoh agama, diperoleh data sebagai berikut:

Hasil wawancara terhadap peserta didik menunjukkan hasil yang baik terkait pelaksanaan pembelajaran, meliputi:

1) Motivasi datang belajar

Peserta didik datang belajar rata-rata termotivasi untuk bisa membaca dan menulisseperti orang lain yang bersekolah. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan salah satu peserta didik yang bernama Panggalo bahwa “Ingin pintar membaca dan menulis seperti orang lain yang bersekolah”.

2). Tokoh agama mengajar apakah lebih mudah dipahami

Hasil wawancara kepada peserta didik menunjukkan bahwa peserta didik lebih mudah menerima pembelajaran dari tutor Bapak Eduard Manala, karena beliau menjelaskan dengan cara yang sederhana dan mudah dipahami. Hal tersebut diperkuat oleh Pernyataan Ibu Lotong ”Saya senang belajar dengan Bapak Eduard Manala karena cara mengajarnya mudah dimengerti”.

Terdapat juga lembaga yang menyelenggarakan program keaksaraan dasar melibatkan tokoh agama, tetapi tidak diberikan perlakuan oleh pengembang model. Antara lain:

1. PKBM Alfa Omega

a) Pelaksanaan Proses Pembelajaran

Berdasarkan hasil wawancara terhadap peserta didik menunjukkan hasil yang baik terkait pelaksanaan pembelajaran, meliputi:

1).Motivasi datang belajar Bapak Muh. Muhtar “ tujuan saya ikut belajar keaksaraan dasar ingin seperti orang lain bisa membaca, menulis dan berhitung, selama ini saya malu bergaul karena saya buta huruf. Apalagi yang menjadi guru adalah imam masjid yang setiap harinya saya selalu bersama dan sudah mengetahui kehidupan keseharian saya, saya kurang nyaman kalu orang lain yang menjadi guru

2).Tokoh agama mengajar apakah lebih mudah dipahami

Hasil wawancara kepada peserta didik menunjukkan bahwa peserta didik lebih mudah menerima pembelajaran dari Imam Mesjid, karena Imam Mesjidmendapat kepercayaan dari peserta didik karena merupakan jamaah mesjidnya. Hal tersebut diperkuat oleh Pernyataan Ibu Nurmiati ”saya lebih percaya dengan Bapak Rusli sebagai Imam Mesjiduntuk menjadi tutor ”.

3).Kesulitan dirasakan belajar membaca, menulis dan berhitung

Kesulitan yang dirasakan dalam mengikuti pembelajaran keaksaraan dasar yaitu membaca kalimat, dan menulis karena belum terbiasa. Hal tersebut sesuai penjelasan dari Bapak Sukriadi , bahwa “membaca kalimat dan menulis sangat sulit”

4). Keterlibatan Tokoh Agama

Hasil wawancara dengan Bapak Rusli selaku tutor, menyatakan bahwa “keterlibatan dirinya sebagai tutor sangat memotivasi peserta didik untuk datang belajar, karena peserta didik tidak merasa canggung atau malu-malu karena hubungan yang akrab antara mereka sudah terjalin dengan baik”.Hal yang serupa disampaikan oleh Ibu Helmirawati penyelenggara bahwa “keterlibatan tokoh agama khususnya Imam Mesjid sebagai tutor cukup berpengaruh dalam memotivasi kehadiran peserta didik untuk belajar keaksaraan dasar”.

B. Hasil Validasi Pakar, Tenaga Ahli dan Praktisi

1. Penilaian oleh Pakar

Hasil analisis penilaian model oleh pakar dari Yayasan Karampuang, sebagai berikut:

a. Tutor melakukan kunjungan ke rumah-rumah peserta didik yang tidak hadir

b. Ada ketentuan jumlah peserta didik setiap rombongan belajar

c. Penyelenggaraan bisa juga dilaksanakan organisasi keagamaan

d. Supervisi dilaksanakan setiap 3 (tiga) bulan sekali, pada saat supervisi kedua (2) saran perbaikan sudah dilakukan.

e. Jadwal pelaksanaan supervisi harus jelas.

2. Penilaian Tenaga Ahli

Hasil analisis penilaian model oleh Dosen Prodi PLS Universitas Muhammadiyah Bulukumba (UMB), sebagai berikut:

a. Secara teknis, model ini sudah layak diujicobakan secaras konseptual, karena komponen penyelenggaraan program sudah ditentukan kriterianya, seperti pendidik, peserta didik, kurikulum yang digunakan serta alur penyelenggaraan pelaksanaan program sudah dirumuskan dalam model ini.

b. Secara akadmis, peserta didik secara homogen dari agama tertentu dalam satu rombel sebagai kriteria model ini untuk penyelenggaraan program keaksaraan dasar tidak ada masalah untuk dilakukan, karena menyesuaikan dengan tokoh agamasebagai tutor.

3. Penilaian Praktisi

Hasil analisis penilaian model oleh oleh praktisi, sebagai berikut:

a. Ketua Forum PKBM Sulawesi Barat

Isi model ini sudah sangat baik tetapi perlu diperpanjang waktu ortek untuk pengembangan model ini,dan lebih teliti dalam melihat persentase jumlah buta aksara yang ada untuk di masukkan dalam data pengembangan model ini.

b. Pendeta dari GTM Jemaat Bukit Zaitun Mamuju

Isi model yang dikembangkan sudah luar biasa atau sudah baik, semoga melalui model ini dapat diperoleh hasil yang maksimal dan mutu pendidikan keaksaraan lebih baik. Namun ada pada bagian penulisan pendeta, majelis, penatua, syamas, dan guru injil, diubah urutannya menjadi majelis: pendeta, penatua, syamas dan guru injil.

c. Guru Bahasa Indonesia dari MTsN 1 Mamujua

Dari segi bahasa sudah memenuhi standar, artinya pengguna model ini sudah bisa memahami isidari model ini.

C. Hasil Ujicoba Model Konseptual

Ujicoba model konseptual dilaksanakan di PKBM Anugerah Tawalian, dengan jumlah peserta didik 20 orang, terbagi dalam 2 (dua) kelompok belajar, kelompok belajar El-Shaday dan Kelompok Belajar Ooster. Berdasarkan hasil observasi pelaksanaan pembelajaran, dan hasil wawancara dengan tutor dan penyelenggaraserta dokumentasi penyelenggaraan program, diperoleh data sebagai berikut:

1. Kelompok Belajar El-Shaday

a. Pelaksanaan Proses Pembelajaran

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kelompok belajarElseday, sebanyak 10 orang peserta didik dan 1 orang tutor dari tokoh agama.

Hasil wawancara terhadap peserta didik menunjukkan hasil yang baik terkait pelaksanaan pembelajaran, meliputi:

1) Motivasi datang belajar

Motivasi peserta didik datang belajar bervariasi, tetapi dapat dikelompok menjadi 3 (tiga) alasan. Pertama, agar dapat membaca seperti orang pada umumnya, alasan ini paling banyak disampaikan oleh peserta didik. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Ibu Lola, bahwa “Ingin pintar membaca dan menulis, supaya tidak “dibodoh-bodohi oleh orang”. Alasan kedua agar dapat membaca alkitab, hal yang menarik disampaikan salah satu peserta didik bernama Ibu Rara, bahwa “saya mengenal Tuhan, tetapi saya tidak bisa membaca firmannnya”. Peryataan ini terlihat sangat jujur dari perasaan peserta didik yang disampaikan saat dilakukan wawancara di Kelompok Belajar El-Shadday. Alasan ketiga, “supaya kami tidak kesulitan menulis, saat menerima bantuan” bantuan yang dimaksud yakni bantuan program keluarga harapan dari pemerintah.

2) Tokoh agama mengajar apakah lebih mudah dipahami

Hasil wawancara kepada peserta didik menunjukkan bahwa peserta didik lebih mudah menerima pembelajaran dari pendeta, karena mengenal secara dekat. Hal tersebut diperkuat oleh Pernyataan Ibu Tasik ”Kami lebih nyaman belajar dari Bapak Pendeta karena merasa akrab dan beliau juga pendeta kami di Gereja ini”.

3) Kesulitan dirasakan belajar membaca, menulis dan berhitung

Kesulitan yang paling dirasakan selama mengikuti pembelajaran yaitu membaca dan menulis. Hal tersebut sesuai penjelasan dari Ibu Lola, bahwa “menyambung huruf menjadi kata dan menulis terasa sangat kaku, karena sebelumnya tidak pernah tau menulis”.

b. Tingkat Kehadiran Peserta Didik

Berdasarkan hasil wawancara kepada ketua PKBM Anugerah Tawalian, bahwa “kehadiran peserta didik untuk kelompok belajar El-Shaday 100 persen hadir”. Hal yang sama diungkap oleh Pdt. Petrus tutor dari unsur tokoh agama, menyatakan bahwa “tidak ada peserta didik tiga kali berturut-turut tidak datang belajar, coba lihat absennya, dari sekian bulan pembelajaran hanya 2 orang pernah tidak datang, itupun hanya sehari saja”.Tingkat kehadiran peserta didik kelompok belajar El-Shaday berdasarkan pengecekan daftar hadir peserta didik mencapai 84 jam pembelajaran (28 kali x 3 jam per pertemuan) atau mencapai 73,69% selama 4 bulan, dari bulan Juli hingga bulan Oktober.

c. Keterlibatan Tokoh Agama

Hasil wawanacara dengan Ketua PKBM Anugerah Tawalian, menyatakan bahwa “Keterlibatan tokoh agama sebagai tutor sangat berpengaruh terkait tingkat kehadiran peserta didik” Hal yang serupa disampaikan Pdt. Petrus bahwa “kahadiran pendeta sebagai tutor cukup berpengaruh terkait kehadiran peserta didik”.

2. Kelompok Belajar Ooster

a. Pelaksanaan Proses Pembelajaran

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kelompok belajar Ooster sebanyak 10 orang peserta didik dan 1 orang tutor dari tokoh agama. Hasilnya tidak berbeda dengan kelompok belajar El-Shaday,Hasil wawancara terhadap peserta didik menunjukkan hasil yang baik terkait pelaksanaan pembelajaran, meliputi:

1) Motivasi datang belajar

Motivasi peserta didik datang belajar ditemukan yakni agar dapat membaca seperti orang pada umumnya, dan tidak kesulitan menulis, saat menerima bantuan” bantuan yang dimaksud yakni bantuan program keluarga harapan dari pemerintah.

2) Tokoh agama mengajar apakah lebih mudah dipahami

Hasil wawancara kepada Bapak Demianus peserta didik mengatakan bahwa “lebih senang diajar sama Ibu Pendeta, karena sudah akrab”

3) Kesulitan dirasakan belajar membaca, menulis dan berhitung

Kesulitan yang paling dirasakan selama mengikuti pembelajaran yaitu membaca dan menulis. Hal tersebut sesuai penjelasan dari Bapak Markus, bahwa “mengenal huruf dan menyambung huruf”

b. Tingkat Kehadiran Peserta Didik

Berdasarkan hasil wawancara Ibu Pendeta Novianti bahwa, “pendeta sebagai tutor berpengaruh, tapi kadang juga mereka tidak hadir karena pekerjaan, mereka bertani dari pagi sampai sore. Namun kami bicarakan lagi waktu pelaksanaan belajarnya”. Lebih lanjut Ibu Pendeta Novianti “Ada juga peserta didik 1 orang tiga kali berturut tidak hadir bahkan tidak hadir lagi, kami sudah mencari penyebab tidak hadir, alasan sangat masuk akal, yakni anggota keluarganya sakit harus dirawat.

Tingkat kehadiran peserta didik kelompok belajar Ooster berdasarkan pengecekan daftar hadir peserta didik mencapai 54 jam pembelajaran (18 kali x 3 jam per pertemuan) atau sudah mencapai 47,37% selama 3 bulan. Bulan agustus 8 kali pertemuan, September 8 kali pertemuan, dan Oktober 2 kali pertemuan.

Berdasarkan urain diatas, maka dapat disimpulkan pelaksananan proses pembelajaran terhadap dua kelompok berjalan dengan baik. Sedangkan tingkat kehadiran peserta didik tiap pertemuan berjalan dengan dengan baik, kelompok El-Shaday 73,69% selama 4 bulan dan kelompok belajar 47,37% selama 3 bulan, hingga bulan Oktober. Jika diperhatikan rata-rata pertemuan pembelajaran tiap bulan sebanyak 24 jam x 6 bulan, maka dapat mencapai 114 jam hingga bulan desember. Sehingga dapat disimpulkan kehadiran tokoh agama sebagai tutor sangat berpengaruh terhadap kehadiran peserta didik dalam setiap pertemuan pembelajaran, selain itu ditunjang dengan motivasi peserta didik untuk mengikuti pembelajaran keaksaraan dasar.

PENUTUP

A. SIMPULAN

Berdasarkan dari pertanyaan penelitian dan pengembangan Model Keaksaraan Dasar dengan pelibatan Tokoh Agamaberikut:

1. ModelKeaksaraan Dasar dengan Pelibatan Tokoh Agama valid berdasarkan hasil validasi draft Model konseptual dan operasional oleh pakar, tenaga ahli dan praktisi.

2. ModelKeaksaran Dasar dengan Pelibatan Tokoh Agama layak untuk digunakan dalampelakasanaan pembelajaran untuk mengurangi angka buta aksara dan lebih efektif bagi warga buta aksara disebabkan mereka lebih memiliki kepercayaan terhadap Tokoh Agama berdasarkan hasil ujicoba lapangan.

3. Model Keaksaraan Dasar dengan Pelibatan Tokoh Agama dapat meningkatkan motivasi belajar warga buta aksara dalam belajar keaksaraan dasar.

4. Model Keaksaraan Dasar dengan Pelibatan Tokoh Agama dapat meningkatkan jumlah kehadiran peserta didik dalam mengikuti pembelajaran keaksaraan dasar sehingga lebih banyak mendapatkan sasaran warga buta aksara yang menjadi melek aksara.

B. SARAN

Berdasarkan dari simpulan tersebut, maka saran dalam pemanfaatan Model ini, sebagai berikut:

1. Hendaknya Model Keaksaran Dasar dengan Pelibatan Tokoh Agama digunakan secara menyeluruh untuk digunakan pada kelompok belajar keaksaran dasar untuk percepatan memberantasan angka buta aksara.

2. Hendaknya ModelKeaksaraan Dasar digunakan oleh penyelenggara SKB dan PKBM dan lembaga lainnya agar proses dan hasil program keaksaraan dasar dilaksanakan secara berintegritas.

DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat.(2016).Peraturan Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat Nomor 02 Tahun 2016 Tentang Petunjuk Teknis Pengembangan Model Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Lexy J. Moleong. (2007. Metodologi Penelitian Kualitatif.Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Saleh Marzuki. (2010). Pendidikan Nonformal Dimensi Dalam Keaksaraan Fungsional, Pelatihan, dan Andragogi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mustofa Kamil. (2011).Pendidikan Nonformal Pengembangan Melalui PKBM di Indonesia. Bandung: Alfabeta.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post