Mengelola Risiko (Tagur 102)
Tak seorangpun bisa sembunyi dari yang namanya risiko. Pasti semua pernah mengalami. Menilik KBBI, risiko didefinisikan sebagai akibat yang kurang menyenangkan (merugikan, membahayakan) dari suatu perbuatan atau tindakan.
Ada sebuah puisi berjudul Risk merujuk pada pemahaman risiko. Terjemahan bebas dari puisi Willian Arthur Ward berikut ini.
Tertawa berisiko terlihat bodoh,
Menangis berisiko terlihat cengeng/lemah/sentimental,
Membantu orang berisiko terlibat,
Menunjukkan perasaan berisiko menampilkan diri yang sebenarnya,
Menyampaikan ide dan mimpimu di depan orang lain berisiko kehilangan mereka,
Mencinta berisiko tidak dicinta atau ditolak,
Berharap berisiko rasa sakit,
Mencoba berisiko gagal,
Namun risiko harus diambil, karena kegagalan terbesar dalam kehidupan adalah tidak mengambil risiko.
***
Keren sekali puisi di atas. Maka risiko harus dikelola dengan baik. Beberapa cara yang bisa ditempuh untuk meminimalkan risiko termasuk dampaknya adalah keterbukaan, membangun tim efektif, komunikasi efektif, pemahaman terhadap nilai-nilai organisasi, dan peraturan perundang-undangan yang terkait. Ibu Sinta, widyaiswara dari BNN juga menekankan pentingnya motivasi baik internal maupun eksternal. Keinginan untuk selalu meningkatkan kompetensi dan positif thinking akan menjadi energi yang luar biasa. Risiko sangat mungkin berubah menjadi tantangan yang mengasyikkan.
Sekarang kita hidup dalam kondisi riil penuh risiko dalam tatanan kehidupan new normal. Semua orang juga tahu. Inilah konteksnya. Pengelolaah selanjutnya dilakukan identifikasi risiko. Misalnya seorang widyaiswara, sudah tidak memungkinkan mengajar dengan kelas yang dihadiri oleh peserta. Ini baru salah satu risiko yang paling mendasar.
Risiko ini kemudian dianalisa. Pengembangan kompetensi tidak bisa berhenti. Widyaiswara perlu berpikir, bahwa tugasnya tidak saja mengajar. Banyak hal yang bisa dilakukan sesuai dengan kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab seorang widyaiswara. Lembaga juga mungkin sudah mengembangkan e-learning. Maka, widyaiswara perlu belajar teknologi pembelajaran berbasis e-learning. Misal belajar membuat video pembelajaran, memberikan materi yang menarik secara daring, dan ppt yang lebih menarik. Atau mungkin melaksanakan pengembangan profesi seperti menulis buku dan melakukan karya tulis ilmiah.
Maka widyaiswara bisa tetap eksis, bekerja memberikan pelayanan publik sesuai peraturan yang ditetapkan. Semua yang dilakukan harus terdokumentasi dengan jelas dilengkapi dengan bukti-bukti kinerja. Evaluasi juga dilakukan, sehingga ada proses perbaikan terus menerus.
Itulah contoh riil memanaje risiko widyaiswara di jaman now. Jadi, pahami konteksnya, lakukan identifikasi risiko, analisis, lakukan tindakan, dan evaluasi.
Selamat mencoba!
Semarang, 29 Juli 2020
Disarikan dari E-Sharing Manajemen Risiko
Salam Sehat, Sukses Mulia
Harini S.
WI BPSDMD Prov. Jateng
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Tambah ilmu lagi.. sukses selalu,Bu
Monggo Mbak Dwi.
Keren Bu Harini. kalau semua berisiko mending berbuat saja, jangan takut dan ragu. Yang penting kontrol diri dan perencanaan yang baik. Salam literasi, sukses selalu.
Asyik ya.
Bagus banget..full informasi yg bermanfaat
Amin.
Keren Bu sukses selalu
Terima kasih. We success together.