Emakku, Perempuan Perkasa, Tagur ke-206
Emakku, Perempuan Perkasa
Hariyani
Sosok Emak di mataku adalah wanita yang kuat. Kuat dalam arti raga maupun batinnya. Kalau aku boleh menjulukinya, Emak adalah figur perempuan perkasa. Bekerja dari ujung pagi hingga ujung malam tak kenal kata lelah. Kalau toh merasa lelah, cepat-cepat berikhtiar menghilangkannya dengan meminum jamu buatannya sendiri agar esok bisa bekerja kembali. Tak ada waktu yang tidak berguna dalam kesehariannya. Dengan sebaik mungkin dia mengaturnya. Kebutuhan istirahat dipenuhinya hanya pada malam hari. Kalau toh pada siang hari tak kuat menahan kantuk, Emak hanya tidur sambil duduk di kursi.
Emak berwirausaha sebagai penjual nasi. Beraneka menu yang dihidangkannya. Nasi pecel, rawon, kikil, sayur lodeh, sayur bobor, lele, bahkan untuk sayur bening diupayakan selalu berganti setiap hari. Karena mayoritas pembeli adalah pelanggan tetap, jika ada menu yang berganti setiap hari seperti masak di rumah sendiri.
Usaha ini dirintis sejak putra-putrinya masih kecil. Sejak anak pertama sampai semua anaknya sudah dapat berdikari karena semua telah berumah tangga. Tak bisa kubayangkan bagaimana sibuknya menjalani aktivitas rutinnya ini. Sementara, selain berjualan, Emak juga masih harus mengurus suami, anak, dan rumah tangga. Benar-benar membutuhkan tenaga yang ekstra.
Lalu bagaimana Emak mengatur kegiatannya ini? Emak melakukan pekerjaannya dengan begitu jeli. Kedisiplinan dan kerajinan sangat dibutuhkan dalam hal ini, meskipun tak pernah mengenal pendidikan tentang mengelola warung. Yang ia tahu hanyalah bekerja dengan giat, ulet, dan teliti sebagai modal dasar menjalankan usaha. Tanpa prinsip ini tak akan bisa menuntaskan semua tugas dan kewajibannya.
Setiap hari Emak akan menyiapkan bahan-bahan yang dibuat sajian masakan untuk esok hari. Memasak sejak dini hari, lalu membuka warung, menjual, membersihkan, sampai menutup warung. Sesibuk ini tak pernah ada pembantu. Hasil penjualannya masih hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Selama aku masih kuat, gak usah cari pembantu, Pak.” Pernah disampaikannya kepada Bapak.
Persiapan memasak sudah dilakukan sejak dini hari selagi anak dan suaminya masih tidur. Menu yang sudah dipikirkan dan telah diracik bumbu-bumbunya sejak kemarin tinggal dicampunya. Semua hidangan harus baru. Mengapa harus baru? Memenuhi selera konsumen yang diutamakan. Jika masakan kemarin dijual hari ini, pembeli akan jera dan tidak akan kembali lagi. Jika masih ada sisa masakan kemarin, untuk dikonsumsi sendiri. Emak sangat menjaga selera konsumen. Meskipun kadang pula menerima complain karena masakannya kurang garam atau bahkan kelebihan. Selera pembeli yang berbeda hanya dijawabnya dengan senyuman lalu mengatakan
“Iya, maaf Ibu, tidak akan saya ulangi lagi.“Jawaban yang menyenangkan pelanggan.
Selain persiapan masakan, juga penataan tempat yang harus bersih dan rapi agar calon pembeli merasa nyaman dan senang. Peralatan dan ruang dibersihkan dan diatur sedemikian menarik sampai siap untuk menerima pembeli. Mengelap, menyapu, mengepel, merapikan, menata, dan menyusun adalah kegiatan yang diperlukan dengan hati-hati. Bersih, mengkilap, dan rapi penampilan sajian agar kelihatan siap saji dan menggoda untuk dikunjungi.
Merasa sudah layak disajikan, Emak pergi ke pasar berbelanja kebutuhan untuk bahan olahan yang akan dijual esok hari. Sehabis salat subuh berangkat dengan jalan kaki dan kadang juga naik sepeda. Hanya bila menerima banyak pesanan sehingga lebih berlipat belanjaan, Emak akan naik becak. Perhitungan yang begitu jeli agar tidak terlalu banyak pengeluaran tak berarti sehingga laba bisa digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
“Biarlah gaji Bapak disimpan untuk kebutuhan sekolah kalian.” Itulah yang dikatakan Emak sebagai alasan mengapa begitu keras membanting tulang agar gaji Bapak tak pernah tersentuh untuk kebutuhan harian. Sebab kebutuhan esok masih banyak menanti dengan tujuh anak. Emakku memang perempuan yang cerdas. Meski tak pernah mengenyam pendidikan ankuntansi. Menghitung dengan cepat sekali sebagai kasir yang tak pernah salah meski manual.
Emak tak pernah berhutang se sen pun kepada orang. Pernah Bapak menawari berhutang di bank untuk memperbaiki rumah. Emak tidak setuju. Juga koperasi tempat bapak bekerja selalu menawari, Emak tetap bersikukuh. Satu prinsip hidup yang sulit diikuti di zaman ini.
“Seseorang yang sudah merasakan berhutang, akan kecanduan. Hutang dijadikan dalih sebagai pemenuhan kebutuhan. Padahal, jika mau menahan diri untuk tidak berhutang, kebutuhan bisa saja diatur dan akan tercukupi.” Ini yang sering dipesankan Emak.
Entah Emak mendapat ilmu itu dari mana. Emak hanya sempat mengenyam pendidikan selama dua tahun. Masa kecilnya terkatung-katung. Meski Emak dijadikan anak asuh oleh seorang guru SD. Namun, tak bisa menempuh pendidikan sampai selesai. Pekerjaan dituntut oleh ibu angkatnya tanpa rasa kasih sayang. Emak tak pernah mengenal siapa bapak aslinya. Ibunya sudah memberikan Emak kepada orang tua asuhnya sejak kecil.
Pada usia 14 tahun Emak sudah dinikahkan dengan seorang duda. Di sinilah Emak banyak belajar tentang hidup yang sEmakin susah. Bagaimana menjalani kehidupan tanpa pernah mengenal rasa disayang oleh ibunya, orang tua asuhnya, bahkan oleh suaminya sendiri yang jauh lebih tua darinya. Emak tidak pernah mengerti apa artinya bahagia. Baginya yang penting bisa makan itu sudah cukup kebutuhannya karena mencari makan ternyata juga sangat sulit dirasakannya.
Penggemblengan yang diberikan oleh nasib kepadanya ini yang membuatnya terbiasa dengan hidup serba kesusahan. Menurutnya kesusahan tidak ada artinya jika semuanya dijalani dengan cara yang nrimo. Susah atau pun senang sudah tidak ada bedanya baginya.
Pelajaran hidup yang didapatkannya inilah membuat Emak sEmakin yakin bahwa menjalani kehidupan ini harus tegar dan kukuh pada pendirian. Siapa yang akan mengasihani kalau tidak berusaha sendiri. Orang hanya bisa melihat dan berkomentar. Orang yang mencibir lebih banyak daripada orang yang peduli. Inilah fenomena nyata hidup ini. Emak sudah banyak belajar, nasik yang mengajarinya.
Tak kuat hidup berumah tangga yang tak jelas, membuat Emak pergi dari rumah. Dia ikut bekerja di tempat orang sebagai pembantu rumah tangga. Di sinilah Emak dipertemukan dengan Bapak yang juga seorang duda dengan dua anak perempuan.
Menikah dengan Bapak dikaruniai lima anak. Tiga perempuan dan dua laki-laki. Pergolakan batinnya sebagai Emak tiri juga cukup menguras pikiran dan tenaganya. Namun, Emak-tetaplah Emak yang berkasa. Emak yang sudah menyatu dengan hidup keras dan susah. Tak dihiraukannya omongan orang, yang penting Emak berdiri dengan prinsipnya ingin membentuk keluarganya yang teguh, tegar, dan sukses anak-anaknya di masa depan.
“Emak, ilmu duniamu sungguh dalam, luas, dan berliku. Ingin kami – anak-anakmu—mengikuti langkahnya. Langkah yang tetap panjang dan tegap. Emak perempuan perkasaku.”
***
Emak mendidik kami dengan keras. Mendidik dengan membiasakan kedisiplinan. Pembagian kerja dilakukan setelah kami mengerti akan tugas dan tanggung jawab. Masing-masing dari kami mendapat bagian. Urusan keluarga lebih ringan bagi Emak ketika kami sudah melakukan tugas sesuai kemampuan.
Pernah suatu hari, adikku yang bungsu sakit panas. Emak merawatnya sambil meladeni pembeli. Tiba-tiba adikku pingsan. Pembeli ikut kebingungan. Mereka membantu Emak membawa adikku ke rumah sakit. Kakak sulung yang sudah tidak bersekolah yang menggantikan menjuali. Ternyata terkena radang paru-paru. Penyebabnya adalah kamar yang bersebelahan dengan kamar mandi mengakibatkan udara yang selalu lembab. Selain itu, sinar matahari juga tidak bisa masuk sehingga kamar tidak pernah hangat.
Langganan Emak yang mayoritas pegawai memberikan berbagai saran. Itulah ilmu yang baru bagi Emak. Pergaulan dengan pelanggan yang berlatar belakang pendidikan tinggi membuat Emak juga berpikiran maju.
Namun, beban berubah. Tidak beban fisik tetapi pikiran harus selalu berputar dengan keras. Bagaimana Emak menyekolahkan kami semua, membiayai sekolah untuk tujuh anak. Kami tak pernah bisa membayangkan kalau ternyata Emak mampu menyekolahkan kami sampai di perguruan tinggi. Kuatnya daya pikir Emak menghadapi semua ini.
Justru yang aneh bagi kami, Emak masih menjadi tumpuan harapan tetangga-tetangga. Ketika mereka merasa kesulitan keuangan, mereka akan meminjam uang kepada Emak. Emak tak pernah mengerti tentang rentenir. Tentang uang yang berbunga. Ketika Emak bisa membantu mereka, rasa senang dan bahagia masuk ke jiwa inilah makna bunga baginya.
Itupun baru kami tahu tatkala Emak sudak berpeluk dengan bumi. Mereka datang mengembalikan pinjaman. Emak, tulusnya caramu menjalani hidup ini menginspirasi kami. Kerasnya sikapmu mendisiplinkan kami menjadi teladan kami.
***
Emakku, perempuan Perkasa
Angin di pagi buta membisik
Perempuan dengan netra memendar
Bangkit menyambut dengan gelora hati
Di matanya tergambar tujuh anak
Menengadah minta dikasihani
Anak-anak yang mengharap penuh pasti
Akan masa depan tergali
Emak melangkah dengan keyakinan
Menggapai mimpi
Tak kenal malam atau pagi
Tak tahu ramai atau sepi
Emak, kami gantungkan nasib
Pada pundakmu sekuat besi
Tak tertandingi hingga kini
Anak-anakmu tak bisa menyerupai
Kini lantunan doa kami yang mengaliri
Pada tanah merahmu abadi
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kereeen cerpennya, Bunda. Sukses selalu. Salam literasi
Terima kasih Bapak
Semoga emak yang.perkasa bahagia di sanay ya ibu Hariyani? Semoga sehat dan sukses selalu
Aamiin..ya Allah..mksh Bpk..smg sukses buat Bapak
Sosok emak yang luar biasa bu..benar2 perempuan perkasa. Mantab ulasannya. Sukses selalu
Terina kasih Bun..sukses juga untyUk ibu