Energi Diammu, Cerbung Tagur ke-174
Energi Diammu
"Mas, keluarlah, Itu loo ada lomba lompat katak!" Bujukku agar Mas Joedi mau bergabung dengan tetangga-tetangga yang sedang mengadakan lomba lompat katak di sebelah kiri rumah. Mas Joedi keluar menuju teras mengikutiku. Pemandangan yang jelas dari rumah kami karena posisi tanah lebih rendah dari tempat kami berdiri. Lahan kosong yang biasanya penuh rumput itu disulap menjadi lapangan sehingga bisa dimanfaatkan untuk kegiatan warga.
Seperti hari ini adalah acara peringatan HUT Kemerdekaan RI dengan mengadakan berbagai macam lomba. Perlombaan yang digelar ada berbagai jenis. Tarik tambang untuk ibu-ibu dan bapak-bapak, lomba makan krupuk dengan tangan diikat sehingga anak tidak bisa curang memegang kerupuk untuk ansk-anak, dan lompat katak ini yang paling menggelikan.
Setelah dia ikut melihat acara itu, kembali aku merajuknya untuk turun bergabung agar cepat mengenal tetangga. Dia hanya menggelengkan kepala lalu menonton anak-anak yang sedang melompat-lompat seperti katak. Mereka berebut saling mendahului untuk cepat sampai tujuan. Mas Joedi melihat sambil tersenyum. Dipasangnya videonya untuk.merekam lompatan-lompatan katak berhelm itu.
"Aaaaaaa...!" Aku berteriak dan terpingkal-pingkal ketika melihat ada anak yang terjungkal lalu menggelinding terus menabrak-nabrak peserta yang lain. Akhirnya, secara berantai berjatuhanlah mereka. Kalau sudah terjatuh mereka akan kesulitan untuk bisa bangun dan jongkok lagi. Para petugas pun segera mengejar dan menghentikan lalu membantu untuk kembali kepada posisi berjongkok seperti semula agar bisa melompat-lompat lagi.
Permainan balap lompat katak adalah permainan yang unik dan menimbulkan gelak tawa. Peserta masuk karung dengan posisi jongkok lalu diikat samping kiri kanan sehingga tangan di dalam karung tak bisa memegang apa pun. Kepala ditutup helm yang dipasang dengan kuat agar tidak sakit ketika terjungkal. Semua berebut untuk paling awal mencapai garis finish. Permainan dibagi beberapa kelompok. Ketika masing-masing kelompok sudah ditentukan pemenang maka akan diadu lagi dalam final untuk menentukan juara.
Tawaku yang terpingkal-pingkal tak seimbang dengan senyum mahal Mas Joedi. Kejahilanku muncul kalau melihatnya jutek begitu. Aku menggodanya dengan berjoget di depannya mengikuti irama music dangdut yang diputar mengiringi lompatan kodok. Mas Joedi tetap dengan senyumnya yang seperti biasa dan mengomentariku.
"Guru centil!" sambil tertawa.
Akhirnya aku berhasil membuatnya tertawa namun tawanya tak bersuara. Hanya menampakkan gigi-giginya dan mendongakkan wajah sampai terpejam matanya. Itu artinya tak kuat dia menahan tawanya. Begitulah mahalnya tawa suamiku. Justru membuatku makin suka menggodanya.
Sebentar saja dia menyaksikan lomba itu. Meski aku masih asyik menikmatinya dengan gelak tawaku. Bagiku pemandangan ini sangat sayang dilewatkan begitu saja. Seumur hidupku baru kali ini aku melihat berlangsungnya lomba semacam itu. Begitu kreatifnya jenis lomba rakyat yang murah meriah menjadikan suatu hiburan tradisional yang mengocok perut. Apalagi ketika mendengar para komentator yang juga kocak dan menggelitik..
Anak-anak begitu antusias ingin meraih kemenangan. Saling mendahului dengan lompatan-lompatan yang kadang nakal. Kelicikan yang muncul saat merasa terkalahkan dengan cara menjatuhkan diri agar segera menggelinding. Jika hal itu terjadi, panitia segera menghentikan dan mengembalikan lagi pada posisi semula. Sorak-sorai penonton saling menyemangati jago mereka. Dan..legalah jika sudah ada yang memenangkan.
Perlombaan berakhir dengan pembagian hadiah. Hadiah juga dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Telur 1 kilogram, angsa, ayam, yang diperoleh dari sumbangan warga yang punya usaha sebagai peternak. Senyum kemenangan tampak pada wajah-wajah mereka. Kecerdikan dan kekuatannya telah menghasilkan sebuah hadiah yang menjadi bukti kejuaraan sanggup menghilangkan rasa lelahnya.
Emak-emak menyambut dengan gembira sebab sebentar saja anak-anak mereka yang memegang hadiah akan pindah tangan. Selanjutnya berubah menjadi masakan-masakan yang lezat. Seperti balado telur, rica-rica angsa. Ayam goring lalapan, atau soto ayam.
Lugunya anak-anak. Masa-masa yang mereka alami dengan ciri khas anak masih tetap berusaha dipertahankan. Kelincahan dan kelucuan tingkah mereka masih bisa dilihat dan dinikmati sebagai pemandangan yang khas.
Namun, bagaimana nanti? Zaman yang terus bergulir ini apakah permainan rakyat semacam itu tetap bertahan atau tergerus? Miris rasanya jika terbayangkan lapangan-lapangan akan berganti gedung -gedung pencakar langit. Di manakah lahan bermain anak-anak? Akankah lahan bermainnya berganti laptop, komputer, gadget, android. Akan hilangkah gerakan fisiknya yang lincah, teriakan kekanakan, tawanya yang renyah dari bumi ini?
Mesti diuri-uri. Permainan rakyat ini suatu saat akan dirindukan, akan dicari lagi. Dalam ilmu sastra termasuk ranah kajian foklor. Akan diteliti asal-usul, teknik permainan, atau bahkan unsur filosofi di baliknya.
"Mas.." aku panggil Mas Joedi ternyata sudah berbaring di kamar. Waktu belum begitu malam. Suara anak-anak masih mengemasi peralatan.lomba tadi. Ragilku turut pula membantu.
*
Seperti biasa Mas Joedi minta digosok kaki dan punggungnya. Katanya kakinya terasa kebas dan tebal. Setelah digosok dengan minyak hangat berkurang pegalnya. Memang itulah salah satu efek dari sakit yang dideritanya. Komplikasi kata orang. Kadar gula yang naik turun sangat berpengaruh pada syaraf kakinya.
Sakit di kakinya itu jugalah yang menyebabkan dia enggan bergabung dengan kegiatan warga. Apalagi jika harus duduk di bawah. Tak pernah bisa dilakukannya. Kalau toh memaksakan diri, pasti kesulitan mau bangun dari duduknya.
Jawaban-jawaban hanya diberikannya dengan diam. Aku selalu berusaha menerjemahkan apa arti diamnya itu. Kadang aku masa bodoh. Kutebalkan saja rasaku agar aku tak terlalu gundah. Toh nanti akan bicara sendiri kalau dirasanya sangat perlu.
Namun demikian kucoba mengoreknya. Lagi-lagi tak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Suatu saat aku akan menemukannya sendiri. Inilah caranya mengajariku memahaminya.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren. Semangat berliterasi, semoga sukses selalu. Amin.