Ingin Pindah Rumah, Cerbung Tagur ke-139
Ingin Pindah Rumah
“Sayang, kita cari rumah, yuuk,” Mas Robby mengajak pindah rumah. Entah apa alasannya. Mungkin karena rumah yang kami tempati ini terlalu kecil dan panas. Tempat parkir mobil juga tidak punya. Sementara mobil diparkir di halaman. Namun, halaman ini juga milik umum. Kenapa milik umum, karena tidak tersertifikasi, siapa pun boleh memanfaatkan .
Cerita asal-usul hunian di lingkunganku ini sebenarnya adalah tanah pekuburan. Makam dari keluarga ningrat. Karena posisinya yang di tengah kota, maka pada tahun 1972 ditutup, tidak dipakai lagi sebagai tempat pemakaman. Dengan demikian para pendatang membangun rumah di lokasi ini. Ada makam yang dipindah, tetapi ada juga yang masih tetap dibiarkan saja bahkan di dalam rumah.
Aku coba mencari informasi di internet. Foto-foto ruah aku tnjukkan Mas Robby. beberapa alamat aku catat. Tujuan yang pertama adalah aku cari yang dekat rumahku ini. Rumah yang kami tuju ini ternyata rumah seorang duda. Istrinya meninggal, sementara anak-anaknya sudah mempunyai keluarga dan tinggal ber-sama keluarganya. Sebenarnya kondisi rumah sangat bagus. Hanya saja terkesan sempit karena per ruang terpisah dengan tembok, jadi, tak bisa dibuka ketika kita membutuhkan untuk acara tertentu.
Sebagai bukti ada perhatian kami mencoba menawar dengan harga yang serendahnya agar tidak diberikan dan agar pemilik rumah tidak kecewa jika kami tidak mengajukan penawaran. Hanya basa-basi saja maksud kami. ternyata pemilik rumah belum memberikan dengan alasan bahan-bahan yang digunakan untuk membangun adalah bahan pilihan dan super.
Menelusuri jalan-jalan sesuai dengan alamat yang aku catat. Karena tidak tertulis nama jalan atau RT dan RW maka, kami tidak menemukan gambar rumah yang sudah kami catat alamatnya. Yang penting dalam desa yang sama aku mencoba bertanya kepada seorang ibu yang duduk di depan rumah.
“Bu, numpang tanya ya, apakah Ibu tahu rumah yang ada pada gambar ini?” Aku menunjukkan gambar rumah yang aku simpan di galeri. Si Ibu mengamati dengan teliti.
“Oh, ya, tahu Bu, dari sini Ibu belok kanan mentok kemudian belok kiri. Tiga rumah nyampe.”
“Terima kasih, Bu.” Kami jalan lagi menuju rumah sesuai petunjuk. Alhamdulillah. Benar. Rumah sesuai gambar dan ada tulisan ‘Rumah Dijual’ pada pagar besi hitam. Kami menghentikan mobil. Tiba-tiba ada wanita yang mendatangi kami.
“Bu, mau lihat rumah, ya?”
“Iya Bu.”
“Kebetulan sekali, saya pemiliknya Bu. Sebentar saya ambilkan kuncinya, ya.”
Kami menanti kunci diambilkan. Dalam hati aku berjanji akan mengikuti saja apa yang diinginkan Mas Robby. Aku tidak punya uang sepeser pun. Jika ini yang dipilihnya aku ikut.
Kunci datang, ibu dan Bapak pemilik rumah membukakan pintu gerbang lalu menyilakan kami masuk. Melihat kondisi bangunan yang baru dan model yang modern dengan warna cat rumah yang hampir sama dengan rumah Mas Robby, tampaknya sudah senang. Mas Robby senang, apalagi aku. Kalau aku bandingkan dengan rumahku, rasanya 3 : 10.
Kami masuk mengecek kondisi rumah. Memang rumah baru karena penjualnya memang seorang kontraktor. Dia membangun rumah kemudian dijual. Rumah sudah ditawar berkali-kali tetapi belum ada yang cocok. Mas Robby mengajukan penawaran, tetapi pemilik tetap tidak bergeming. Karena sudah ada yang pernah menawar sebelum kami juga tidak diberikan. Mungkin Mas Robby membandingkan dengan rumah-nya yang terjual. Harga rumah ini hanya sepertiganya. Lumayanlah menurutnya. Aku hanya mengikuti saja dari belakang. Aku mengambil gambar dari semua ruang. Kukirim kepada adik-adik. Saran mereka:
[“Robb, hati-hati dengan surat-suratnya, ya.”]
Urusan sertifikat rumah memang harus berhati-hati. Ada luas tanah yang lebih sempit dari luas bangunan. Ini artinya bangunan memakai tanah milik siapa? Urusannya akan panjang kalau seperti ini.
Tawar-menawar akhirnya mencapai kesepakatan. Mas Robby menelepon adiknya. Mytha menyetujui. Kalau bisa kami diminta datang ke Jakarta.
***
Bus yang kami tumpangi Blitar-Jakarta berangkat pukul 11.00 WIB. Karena hari Jumat, aku izin pulang agak pagi. Alibi pulang cepat siap aku isi dengan alasan kepentingan keluarga ke Jakarta. Sedangkan untuk hari Sabtu aku membuat surat Izin dengan alasan yang sama. Di sana nanti hanya sehari semalam karena Senin kami harus sudah sampai di Blitar. Jadwal mengajar kebetulan jam ketiga jadi aku bisa masuk, tetapi harus mengisi alibi terlambat. Tak apalah. Memang ada kepentingan yang sangat mendesak.
Kenapa kami memilih naik bus? Karena lebih murah dan mendapat fasilitas. Diberi air mineral, juga ada jatah makan sore ketika sampai di Solo. Selimut pun disediakan tanpa harus menyewa. Tempat duduk sudah nyaman dipakai untuk tidur.
Bepergian dalam jarak yang cukup jauh harus mencari yang murah, mudah, dan nyaman. Ini semua karena memang kondisi yang belum memungkinkan untuk menggunakan trasportasi yang nyaman tetapi mahal. Kami nikmati kondisi ini. Masih suasana bulan madu yang kami rasakan. Duduk berdua, bepergian berdua sangat membahagiakan. Bagaimana pun kondisinya.
Mas Robby lebih suka duduk di depan karena bisa mengawasi jalan. Sampai-sampai tak tidur menemani sopir yang mengemudi. Sedangkan aku, rasa kantuk selalu datang dalam perjalanan. Apalagi bus yang ber-AC menambah keinginan tidur lebih cepat.
***
Sampai di Jakarta turun di Kampung Rambutan. Pukul 03,00 WIB. Taksi sudah menawari kami. Mas Robby tahu bagaimana cara memilih taksi. Tak mengi-kuti antrean urutan. Bagaimana kita tahu antrean urutan jika semua sopir maju mendekati calon penumpang menawari? Begitu jawabnya ketika ada sopir yang menegurnya. Dikiranya Mas Robby takut dengan teguran mereka. dikiranya Mas Robby bukan orang Jakarta. Setelah mendengar bagaimana logat bahasa dialeg Jakarta yang dipakainya, mereka diam.
Jalan-jalan mana yang harus dilalui didikte juga sama Mas Robby. Sopir taksi kadang juga pendatang, sehingga mereka belum tahu jalan mana yang paling cepat dilewati agar cepat sampai tujuan.
Alhamdulillah tiba di rumah Manggarai pukul 05.00 WIB. Adik-adik sudah membuka pintu pagar karena diberitahu Mas Robby pada sepuluh menit yang lalu sehingga kami datang bisa langsung masuk tanpa menelepon terlebih dahulu.
Tidak ada rasa capek jika sudah bertemu adik-adik. Banyak sekali yang diceritakan. Selama Mas Robby di Blitar, ini adalah kunjungan yang ketiga. Yang pertama ketika lebaran, kedua ketika ada undangan reuni teman-teman SMP, dan ini yang ketiga. Ada saja cerita selama tidak bertemu. Rasa kangen, rasa sayang, rasa bahagia berbaur jadi satu. Waktu selama berjauhan ini seakan tidak cukup dirumpahkan hanya dalam waktu seharu ataau dua hari. Begitulah mereka. keluarga yang saling akrab dan selalu rukun bersama.
***
“Pagi-pagi aja kita berangkat ke Cibubur ya. Kita bersih-bersih barang-barang yang masih ada kita ambil semua. Di sana mau dipakai untuk usaha katanya.” Mytha mengajak pagi karena memang kondisi Jakarta yang selalu macet.
Kakak dan adik ternyata sama lihainya menge-mudikan mobil. Hobinya yang suka trekking kelihatan sekali dari kelincahannya memegang setir. Mobil ma-nual yang dipakai ini justru membuatnya semakin ceka-tan. Sering menggerutu juga ketika ada pengendara motor yang melanggar aturan.
Memburu waktu agar tidak terkena macet. Sebab dari Manggarai ke Cibubur yang seharusnya setengah jam sampai, jika kena macet akan menjadi dua jam baru sampai. Ketelitian memperhitungkan waktu sangat dibutuhkan dalam hal ini.
“Nah, sampai deh.”
Pembeli sudah berada di rumah karena memang sudah pelunasan, tetapi barang-batang belum diambil semua. Masih diberi kessempatan satu bulan. Sungguh murah hati pembelinya ini.
Selama ngobrol, eee.. ternyata si Ibu berasal dari Jawa Timur. Lamongan tepatnya. Pembicaraan tentang wisata Lamongan menjadikan obrolan kami semakin menyenangkan. Juga tentang anak-anak yang sekolah di sekolah Islami menambah obrolan menjadi berse-mangat. Ditambah lagi dengan hobi trekking, Nah, kalau yang satu ini Mytha yang nyambung. Pengalaman di bidang ini sudah banyak karena memang sejak muda menggeluti.
“Myth… !” teriakku karena kulihat dia gesit sekali mengepaki dan memindahkan barang-barang. Televise akan diangkutnya sendiri. Aku segera berlari mem-bantunya. Mungkin rasa sungkannya kepadaku se-hingga tak berani minta tolong ke aku. Dia ketawa saja. memang adik ini sangat friendly. Anaknya humoris juga. Kuingat kali pertama aku datang ke Manggarai, dia menyambutku begitu gembira dan tampak sekali pandai berbicara. Sehingga betah ngobrol tentang apa saja dengannya.
Mas Robby tidak bisa membantu. Penyakitnya yang membuatnya cepat sekali lelah dan gemetar. Biarlah ini ada wonder women yang siaga. Siap antar dan menjaga.
Mas Robby berbincang-bincang dengan tetangga di luar. Sudah lima bulan mereka tidak bertemu karena Mas Robby pindah ke Blitar untuk tinggal denganku.
“Sayang, itu.. Bu Ilyas ingin bicara.” Mas Robby mendekatiku. Ada tetangga yang ingin berbicara denganku.
“Selamat ya, Bu.. semoga Ibu dan Bapak bisa membina keluarga yang sakinah mawaddah warahmah. Bahagia selalu sampai kakek-nenek.” Bu Ilyas menyalamiku.
“Terima kasih ucapan selamat dan doanya, ya Bu.”
“Bapak kelihatan tambah sehat lo Bu.”
“Alhamdulillah.”
“Ya tentulah Bu, kan sekarang ada yang merawat.”
Semua tertawa mendengar Bu Ilyas menggoda kami yang lima bulan sebagai pengantin baru. Pembicaraan dilanjut dengan menanyaiku tentang mengajarku. Mere-ka mengagumi Bapak yang begitu kukuhnya langsung pindah rumah dan mengejar kebahagiaannya. Ya, memang di Cibubur hidup sendiri. Kebahagiaan model apa jika seseorang hidup hanya sendirian. Itu penilaian mereka.
Hampir tiga jam kami berada di Cibubur. Truk pengangkut barang sudah datang. Semua barang sudah dikemas dengan rapi dan dinaikkan ke truk. Aku dan Mas Robby jalan dulu karena Mas Robby mempu-nyai urusan dengan temannya di toko HP.
Urusan di Jakarta telah selesai dan tertuntaskan. Alhamdulillah keinginan yang baik dan ikhlas akan diridloi. Kepuasan kami selesai menuntaskan perun-dingan dengan pembeli. Pembeli adalah teman Adji. Teman dalam komunitas trekking. Kehidupan sesame penggemar memang sangat menyenangkan. Kekeluar-gaan juga selalu terjada di antara mereka.
***
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
enak membaca ceritanya bu
terima kasih Bun.. salam Literasi
Menarik ceritanya Bun. Semangat berliterasi, sukses selalu.
terima kasih Bapak, salam balik, doa yang sama buat Bapak
Cerpen nya asik di baca bu..sukses selalu