Love Bird Lambang Cinta

...........................

Love bird ini burung kesayangan Mas Joedi. Kadang dia menyuapinya jika memegang makanan apa pun. Ayam disuwir lalu disodorkan sampai paruh-paruh kedua burung itu mematuknya. Itulah yang membuatnya tertawa lebar. Ayam yang disuwir diperebutkan seperti sedang bermain tarik tambang. Yang mana yang menang akan membuatnya semakin bangga pada sebuah kemenangan.

Seperti halnya manusia. Kemenangan adalah sesuatu yang membanggakan. Kemenangan akan menjadi bahan perbincangan. Kemenangan kadang membuat orang membusungkan dada. Euforia sesaat adalah luapan kebahagiaan.

Love bird itu kembali berebut. Saling mematuk dan menelan. Tingkahnya yang lucu ketika ayam suwir itu sudah sampai pada ujungnya. Kedua paruh itupun beradu. Bahkan sesekali paruh itu masuk pada paruh yang lain. Seperti sedang menyuapi.

Insting rasa sayang begitu nampak jelas dari perilakunya yang menggemaskan. Posisi yang berhimpitan, saling pandang, saling suap, bahkan jika sudah musim kawin akan saling menindih, melihat perilaku burung bercinta membuatku menjadi teraliri juga dengan nafsunya. Begitu agresif si jantan memperlakukan si betina. Meloncat-loncat pada dinding sangkar dan di tangkringan ke sana ke mari.

Kicaunya pun yang sangat keras memekakkan telinga. Sering aku berteriak.

“Hei berhenti .. berisik… berisik … ,” mendengar teriakanku, Mas Joedi membela.

“Biarlah, kalau gak bunyi juga bingung.”

Bagaimana tidak berisik jika dua pasang love bird berbunyi berbarengan ditambah lagi dengan burung kenari yang terus-menerus berkicau itu. Senjata pamungkasku aku keluarkan. Aku tutup semua sangkar burung itu dengan kerodong.

Burng-burung ada dalam kerodong yang gelap. Gelap membuat mereka diam. Burung akan tenang dan tidur dalam suasana yang gelap. Karena gelap identic dengan malam.

***

“Sayang, kok burungnya gak mau naik ke tangkringan.”

“Hla, kenapa?”

“Sakit kali.”

“Terus kalau sakit diobati apa coba?”

“Tauk.” Jawaban yang mematikan. Jawaban yang menghentikan pembicaraan. Jika sudah keluar kata itu, dia akan diam tak peduli. Aku pun tidak mengerti bagaimana merawat burung. Aku hanya tahu bagaimana membersihkan tempat makan, minum, dan kotorannya. Itu pun aku lakukan dengan mas Joedi seminggu dua kali.

Tangkringan kotor juga harus dicuci bersih. Makanan ditiup agar keluar cangkangnya. Sisa biji akan tertinggal. Tinggal menambah dengan biji makanan yang baru. Tempat air juga dibersihkan dan diganti dengan yang baru. Kondisi sangkar yang bersih ini membuat nyaman yang melihat.

Burung perlu juga dijemur. Penjemuran dilakukan setelah sangkar dibersihkan. Sampai sekitar dua jam sudah dipindah pada tempat yang teduh.

***

Lampu dinyalakan. Yang dilihat pertama adalah burung yang tidak mau naik ke tangkringan. Masih di dasar sangkar.

“Sayang, mati burungnya,” suara parau Mas Joedi menahan kesedihannya. Aku segera melihat kondisi love bird betina. Memang diam tak bergerak. Tergeletak. Kuambil lalu kuserahkan padanya. Diambilnya dari tanganku lalu dibungkusnya dengan tissue. Perlakuannya begitu penyayang kepada setiap yang bernyawa.

Dikuburnya burung itu pada pot bunga besar dengan lunglai. Dan dia akan berkata.

“Maafkan aku burung, jika aku kurang perhatian dalam merawatmu.”

***