Menyambung Tali Silaturohim (2), Cerbung Tagur ke-188
Undangan resepsi pernikahan pada pukul 08.00 WIB. Waktu yang diperhitungkan untuk tamu yang jauh bisa langsung pulang selesai acara. Dik Erra yang asli Jakarta tentu saudaranya banyak yang berdomisili di Jakarta. Kehadiran saudara-saudara dari Jakarta akan menambah kedekatan kami. Mas Joedi akan memperkenalkanku kepada mereka. Rasa bahagiaku bertambah karena mempunyai saudara baru.
Rencana ke Semarang bersamaan dengan barepku yang berangkat ke Jakarta. Liburan usai masa perkuliahan akan dimulai dua hari setelah menghadiri acara pernikahan. Sekalian kami bertiga yang berangkat menghadiri undangan.
Tampat yang dipakai resepsi adalah sebuah hotel bintang lima. Memang dari keluarga berada. Suaminya adalah pegawai bank ternama yang selalu identic dengan gaji besar.
Menghadapi kondisi ini tak membuatku ciut. Aku tetap yakin bahwa semua hanyalah titipan. Kaya miskin seseorang cuma ditentukan oleh keperluan. Gaji kecil tapi kalau selalu bisa mencukupi kebutuhan adalah suatu kebahagiaan.
Hotel pun tidak asing lagi bagiku. Aku sering mengikuti pelatihan yang bertempat di hotel atau pun di villa. Siatuasi di tempat sepeerti ini sudah taka sing lagi bagiku. Meski hanya karena pelatihan yang penting sudah pernah jaddi tak membuatku kikuk.
Mas Joedi menemui saudara-saudaranya dan mengajakku untuk diperkenalkan dengan mereka.
“Rani.” Wanita setengah tua mengulurkan tangannya. Aku segera menyambutnya. Agak sinis dia melihatku.
“Oh, Joedi nikah lagi ya. Mbaknya, juga ceraikah?” senyumku hambar menyambutnya.
“Suami meninggal.” Aku berusaha menjawab dengan tegar. Setiap mengulang kata ‘meninggal’ dari bibirku, sontak mataku berkaca-kaca. Pertanyaannya cukup tajam menusuk.
“Berapa tahun?” dia bertanya lagi.
“Lima tahun.” Aku tak mengerti dengan pertanyaan yang lagi-lagi membuatku agak jengkel.
“Aku juga dirtinggal suamiku sudah dua belas tahun.”
Dug! Benar. Ternyata dia menyindirku. Seakan mengejek statusku yang tidak kuat hidup sendiri. Kehadiranku ternyata kurang menyenangkan di antara mereka. aku hanya tersenyum kecut.
“Mbak Yani, ya? Dari Blitar? Wah, selamat datang di Semarang ya Mbak.” Sambutan ini begitu hangat. Inilah obat hati yang sedkit terluka karena sindiran dari Dik Rani tadi.
Ratna namanya. Memang ramah orangnya. Senyumnya lebar. Cantik orangnya. Dari penampilannya juga wanita berkelas. Rasa syukurku dipertemukan dengan orang seperti ini. begitulah pribadi manusia. Pribadi yang anggun dan ramah akan menyenangkan bagi orang-orang yang halus dan mudah tersinggung. Pribadi yang kritis cocok bergaul dengan orang yang berwatak judes. Jika mereka bertemu akan saling adu argumentasi.
Sambutan yang hangat juga dari saudara-saudara yang lain. Mengajak foto-foto bersama sebagai kenangan dari cucu-cucu. Inilah ajang merekatkan tali silaturohim yang lama terpisah. Memang Mas Joedi lama tak berkumpul dengan keluarga besarnya seperti ini.
Rasa bangga ketika aku sanggup mengikatkan lagi. Inilah tujuan utamaku untuk mau hadir dalam acara itu. Sebagai wakil dari adik-adik di Jakarta yang tidak bisa datang.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar