Hariyani

Hariyani adalah nama asli sejak lahir dari Ibu bernama Marsini dan Bapak bernama Paniran yang tinggal di Blitar. Berlatar pendidikan SDN Jatituri 2 Blitar, SMPN...

Selengkapnya
Navigasi Web

Miss You, Ay ... !

Miss You, Ay … !

Hariyani

Azan subuh berkumandang menyerukan waktu salat telah tiba. Lantunan indahnya menggetarkan hati untuk memenuhi panggilan Sang Kuasa. Reza membuka mata seutuhnya lalu menyingkap coverlet1 yang menyelimuti tubuhnya. Duduk sebentar di tepi ranjang untuk menata keseimbangan dan lancarnya aliran darah lalu bangkit dan menata tempat tidur dan menutupkan coverlet pada tempat tidurnya.

Dengan langkah gontai ia menuju kamar mandi. Rasa capek semalam belum terbayarkan dengan tidurnya yang belum genap 8 jam. Pekerjaan akhir pekan ini sangat melelahkan.

"Pulang salat, aku mau tidur lagi." Inginnya dalam hati.

Baju koko putih, sarung, kopyah, sajadah, dan tak lupa masker yang dikenakan menjadi lengkaplah penampilannya untuk salat jamaah ke musala. Sesekali saling tegur sapa tanpa bersalaman dengan calon jamaah yang lain ketika berpapasan. Mereka sudah begitu terbiasa akan kegiatan di awal hari ini. Tak peduli hawa dingin yang membebani niat salat subuh tepat waktu dan mengajak bermalasan di balik selimut.

Seusai salat, dia melanjutkan tafakurnya dengan berzikir menyebut asma Allah meskipun ada beberapa jamaah yang langsung bangkit keluar. Doa dipintakan untuk almarhum bapaknya, ibuknya, adik, saudara-saudaranya,, teman, lalu dirinya sendiri. Ay, ya, tentu tak boleh ketinggalan. Untuk Ay lebih lama. Apalagi sekarang berjauhan. Hanya doa yang bisa mempertemukan. Dalam bayangannya, kini Ay juga sedang berdoa.

“Semoga doa kami dipersatukan.” Harapan Reza begitu menyebut nama Ay dalam setiap gerak-gerik bibirnya. Dimohonkannya agar Ay selalu dalam lindungan-Nya, berada di jalan-Nya, dan selalu bahagia.

"Ya, Allah yang Maha Pengasih lagi Penyayang, hanya kepada-Mulah aku mengharap dan memohon karena Engkaulah yang Maha Mengatur. Hanya Engkaulah yang

membolak-balikkan hati manusia. Aku mohon, ya, Allah tetapkan hati kami dalam

______________

Coverlet1 selimut ringan

iman dan islam. Kuatkanlah kami untuk selalu berada di jalan lurus-Mu. Ya, Allah Yang Maha Pemurah, hanya karena kemurahan-Mulah kami bisa bertemu. Kini kami terpisah oleh jarak. Namun, yakinkan kepada kami bahwa perpisahan ini untuk sementara, untuk menguji kekuatan hati, dan kesetiaan kami. Ya Allah, tetapkanlah hati kami untuk selalu mengharap rido-Mu. Selalu dalam bimbingan-Mu. Selalu tenteramkanlah hati kami ya, Allah. Kami yakin jalan-Mu selalu terbaik untuk kami. Aamiin.” Reza mengusap muka dengan kedua telapak tangannya.

Masih menunduk, mengambil napas panjang lalu dihembuskannya seirama dengan denyut jantungnya. Perlahan dia bangkit kemudian berjalan menuju pintu keluar. Jalan itu ditelusuri dengan tatapan pada ujung sandalnya. Dia seperti sedang menghitung langkah-langkah kakinya. Entah sudah sampai langkah ke berapa, tak terasa sampailah di depan pintu indekosnya. Dikeluarkannya kunci pintu lalu dibukanya dengan cukup satu kali putaran. Dia ingin membayar kantuk dan lelahnya seperti yang diinginkan tadi.

Kembali dia merebahkan diri di tempat tidur. Dipandanginya sudut-sudut kamar. Matanya menerawang dan terpaku pada sebuah bayangan di dinding. Ada senyum Ay di sana. Bagaimana ia bisa tidur lagi kalau senyum itu selalu menggodanya. Senyum dengan kerlingan mata yang bulat berbinar. Sayup-sayup terdengar pula kata-kata manja Ay, saat minta diantar ke pasar swalayan.

“Mas, besok anterin, ya!”

“Ke mana, Ay?”

“Swalayan.”

Cewek, kalau sudah mau minta diantar belanja, tidak cukup hanya sejam dua jam. Harus benar-benar mencari waktu longgar. Perlu menyiapkan diri untuk sabar. Karena yang dibeli tak sesuai dengan yang direncanakan. Semula beli tiga macam akan menjadi sepuluh macam.

Reza tersenyum. Menertawai dirinya sendiri. mengapa dia begitu kolokan, padahal hal yang biasa ketika cowok mengantar belanja ceweknya. Namun, itu dulu. Sepuluh bulan yang lalu adalah waktu yang terakhir mereka berbelanja bersama. Kini, Ay sudah tak akan memintanya lagi. Sadar sepenuhnya hal ini tak akan mungkin terjadi entah sampai berapa lamanya.

Reza benar-benar suntuk. Waktu terasa begitu lama. Dia berbaring masih sejam, tetapi terasa semalaman. Hari ini tidak ada tugas kantor. Tidak ada tambahan pekerjaan. Tidak ada rencana ke mana-mana. Inilah yang sangat menyiksanya. Andai dia sibuk dengan tugas-tugas kantornya, tentu pikirannya tidak berkelana ke mana-mana.

“Ay, sedang apa ya, sekarang ini? Memasak. Mencuci pakaian, menyeterika, atau masih belanja ke pasar?” Reza tersenyum mengajukan pertanyaan bodoh ini pada dirinya sendiri. Pertanyaan yang tak akan pernah ada jawabannya jika dia tidak langsung menghubungi Ay. Ia mencari-cari ponselnya.

Nama Ay, tertulis pada bagian paling atas di kontak WhatsAppnya. Mata itu seakan hidup mengerjap-kerjap. Dia harus mengirim pesan.

[“Lagi apa, Ay?”]

Benar juga. Masih centang satu. Itu artinya ponsel Ay masih belum nyala. Reza memiringkan tubuhnya. Dia scroll2 ke atas percakapannya dengan Ay. Dibacanya perlahan setiap pesan. Senyumnya sedikit tersungging. Reza sedikit terhibur. Ingatannya melayang pada masa-masa perkenalan mereka.

“Selamat, ya, nilai try out 3 kamu tertinggi, lo.” Ay kaget, bagaimana kakak kelasnya ini sudah mengetahui nilainya. Dari mana ia tahu namanya? Reza membiarkan keterpanaan Ay waktu itu. Inilah caranya memberikan kesan pertama bahwa ia memperhatikan Ay.

Ternyata Ay diterima di kampus tempat Reza belajar. Ketertarikan Reza yang dulu berlanjut. Dalam setiap event di kampus, mereka sering bersama karena Reza sebagai ketua organisasi dan Ay sebagai anggota. Tugas-tugas organisasi memberi kesempatan mereka untuk sering bertatap muka. Grup WhatsApp pun dibentuk. Dari sinilah Reza mengetahui nomor ponsel Ay.

[“Ay, besok ikut kumpul ,kan?”]

[“Mau ngadakan acara apa, Mas?”]

[“Kan mau ada Elemen Kampus Festival.”]

[“Apa itu, Mas?”] Ay , terus bertanya dan Reza dengan telaten memberi penjelasan.

______________

2 gulir 3 uji coba

Karena mahasiswa baru, banyak yang ingin diketahui dari Reza sebagai ketua organisasi mereka. Inilah kesempatan terbuka bagi Reza untuk berdekatan. Reza makin tertarik. Selain cantik, Ay juga ramah dan humble 4. Sangat menyenangkan berbincang-bincang dengannya.

Teman Ay, kebetulan satu indekos dengan Reza. Satu rumah yang dihuni mahasiswa dari kota asal yang sama. Kota Blitar. Reza mulai bertanya-tanya tentang Ay pada Arif. Arif pun meledeknya.

“Cie … cie …!” kalau sudah begitu, mereka tertawa. Reza tidak lagi bertanya. Dipendamnya saja beberapa hal yang ingin diketahuinya.

***

` Pada suatu kesempatan.

“Mas, ikut nggak?” Arif bertanya sambil mengerling.

“Ke mana?”

“Ini, besok malam minggu, rencananya kami mau nonton film.”

“Kami, siapa maksudnya?”

“Aku, teman-teman seangkatan, dan tentunya ada Ay di sana.” Reza tersenyum. Seperti gayung bersambut.

“Boleh.”

Begitulah, mereka beramai-ramai nonton film. Jebakan yang menyenangkan diberikan. Arif cukup tanggap akan senyum bahagia dua insan. Arif harus memberi kesempatan. Dia sengaja membagikan nomor kursi dengan menyandingkan Reza dan Ay. Ay, ketakutan karena memang film horor yang diputar. Ketakutan Ay menjadi kebahagiaan Reza. Reza tertawa melihat tingkah Ay. Arif mencubiti Reza dari belakang. Ay tak tahu itu.

***

Reza mengirim pesan WhatsApp.

"Ay, besok jalan, yuk," ajak Reza.

"Ke mana, Mas?"

"Ke mana aja asal bisa makan berdua."

________

4 merendah

"Iya, Mas."

Begitulah hari-harinya saat Emilia tinggal sekota dengannya. Di sela-sela kesibukannya pun ketika Ay mendapatkan masalah, mereka akan bertemu untuk mencari penyelesaian. Reza teringat bagaimana mereka akan berbincang-bincang sambil makan bersama.

Namun, kini posisi berjauhan. Berbeda pulau bahkan. Lalu bagaimana cara mereka membicarakan persoalan yang menimpa?

["Mas, nanti malem Video Call, ya, ada yang mau aku omongin!"] Pinta Ay.

[“Sambil makan apa?”]

[“Aku makan pizza, Mas. Nanti aku pesan.”]

[“baik, sama aja, ya, aku juga pesan pizza nanti.”]

Lalu mereka akan berbicara sambil bertatap muka. Mereka merasa berada dalam ruang dan waktu yang sama. Mereka merasakan sedang makan bersama entah di Domino’s Pizza atau di Pizza Hut seperti yang pernah mereka kunjungi.

Reza tersenyum mengingat semua itu. Kebersamaan, saling memotivasi sejak masih dalam pendidikan, sampai sudah bekerja. Namun, karena SK penempatan sudah turun untuk sementara mereka harus terpisah. Sampai kapan pun mereka terima. Sebab keyakinan akan segala aturan sudah ditetapkan Yang Maha Kuasa itulah yang menjadi motivasi mereka. Mereka yakin akan rencana Allah selalu lebih indah daripada yang mereka inginkan. Mereka yakin Allah akan memberikan kejutan menyenangkan pada saatnya.

Allah selalu memberi sesuai kebutuhan bukan keinginan. Allah lebih tahu apa yang mereka butuhkan nantinya. Inilah saat-saat yang paling tepat untuk mereka lebih memacu karirnya. Lebih berkonsentrasi untuk kesuksesan masa depan.

“Begitulah hidup Ay, tugas kita hanya menjalani dengan sabar dan ihlas. Pasti kita akan memetik hasilnya nanti.” Batin Reza seakan memberi motivasi pada Ay.

***

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post