Hariyani

Hariyani adalah nama asli sejak lahir dari Ibu bernama Marsini dan Bapak bernama Paniran yang tinggal di Blitar. Berlatar pendidikan SDN Jatituri 2 Blitar, SMPN...

Selengkapnya
Navigasi Web

Selamat Jalan, Kakek, Cerbung Tagur ke-195

Selamat Jalan, Kakek

Mendung bergelayut di langit. Temaram cahaya mentari disebabkan tertutup awan pekat. Waktu masih menunjuk pada pukul 07.00 WIB. Seharusnya aktivitas Lita diselimuti udara yang hangat karena sinar surya. Namun, tidak terjadi pada hari ini. Lita duduk termenung di lantai rumah sakit yang beralaskan karpet. Pikirannya mengembara pada sang kakek yang terbaring di kamar inap di sebelah dia duduk.

Tadi malam tiba-tiba kondisi tubuh kakek sangat lemah. Matanya terpejam dan tak sepatah kata pun terucap. Nenek dan ayahnya segera membawa kakek ke rumah sakit. Kata dokter serangan stroke. Karena masih belum sadar, dokter belum menindak lanjuti untuk tindakan citiscan. Yaitu tindakan rongten di otak untuk melihat apakah terjadi penyumbatan pembuluh darah ke otak atau terjadi pecah pembuluh darah. Lita tak tahu istilah kedokteran itu. Yang ia tahu hanya seperti orang pingsan.

"Akan tetapi, mengapa pingsan sebegitu lamanya?" Pikir Lita.

Lita pernah menemui kejadian pada temannya yang sedang pingsan karena dikagetkan oleh suara keras. Namun, ketika dirangsang dengan bau yang menyengat, akan segera tersadar. Sedangkan kakeknya? Mengapa sudah 16 jam ini belum juga terbangun dari tidurnya.

Lita tidak masuk sekolah hari ini. Nenek dan ayahnya sibuk mengurusi kakek. Jadi tak ada yang mengantarnya . Ia ikut juga tidur di rumah sakit. Jarak rumah dan sekolah cukup jauh. Membutuhkan waktu 30 menit jika diantar dengan sepeda motor.

Ia tak tahu apa yang harus dilakukannya. Bibir mungilnya hanya terus membaca Al-Fatihah. Kata guru madrasahnya itulah yang sebaiknya dibaca saat pikiran sedang bingung, kacau, atau sedih.

Mata Lita yang bulat dan lebar, hanya memandangi perawat yang berseliweran melakukan tindakan medis kepada kakeknya. Lamat-lamat ia mendengar ucapan dokter kepada neneknya.

"Ibu, Saat ini Bapak sedang kritis. Semua dimohon untuk terus berdoa, ya Ibu. Agar Bapak bisa segera keluar dari masa kritisnya."

Sebenarnya tidak hanya saat ini Lita komat-kamit. Bahkan sejak kemarin ia berdoa untuk kesembuhan kakeknya. Ia sangat berharap kakeknya bangun, menciumnya, dan membelai rambutnya seperti yang dilakukan ketika ia bermanja.

"Kakek, sembuh ya Kek," Lita bergumam dalam hati sambil melihat kakek yang masih terpejam. Ia begitu kasihan. Bagaimana tidak? Banyak slang membentang di tubuh kakeknya. Ada yang dihubungkan dengan hidungnya dan juga tangannya. Ada juga kabel-kabel yang tertempel di dada. Hati lita semakin tersayat melihat itu semua. Tak terasa butiran bening mulai menetes pelan di pipinya. Nafasnya sesak tertahan. Bibirnya bergetar sambil tetap melantunkan doa-doa.

Lita mulai lelah. Dia kembali pada posisi duduknya. Masih tetap membaca Al Fatihah untuk kakeknya. Kadang sambil menyandarkan punggungnya dengan meluruskan kakinya, kadang pula duduk bersila. Lelah pada satu posisi berganti ke posisi yang lain.

Diberi nasi bungkus tak tersentuh pula. Rasa kenyang sudah memenuhi perutnya. Bahkan dirasa begah penuh makanan meski belum.makan sejak semalam. Dia teringat bagaimana kakek sering menyuapinya ketika ia terburu-buru mau berangkat sekolah. Sambil berpakaian, bersepatu, atau menyisir rambutnya yang tebal dan panjang itu kakek mengikutinya dengan suapan-suapan sayang.

Hari ini kakek sedang tidur panjang. Sejak semalam belum juga bangun. Meski Lita berusaha menggoyang-goyangkan tubuh kakek, namun tidak ada juga reaksi, menggerakkan jarinya pun tidak.

Lita merasakan hal yang aneh. Lita merasakan kakek begitu jauh dari jangkauannya. Kakek tak lagi menghiraukannya.

"Ka ... kek di ... mana sekarang. Apakah ... kau tak lagi mendengar ... bisik hatiku, Kek?" Lita terbata-bata menanyai batinnya.

Tiba-tiba Lita tersentak karena dikejutkan suara nenek yang menjerit histeris. Lita segera bangkit dari duduknya. Dilihatnya suara nafas kakek yang berhenti. Lita berlari menuju kamar inap. Lita ikut memeluk kakek seperti nenek. Pelukan Lita pada bahu kiri sedangkan nenek pada bahu kanan. Lita menangis terisak-isak. Dia sadar bahwa kakeknya sudah tiada.

"Kek, si .. a... pa.. yang ngantar Lita ke sekolah, Lita mengaji.. siapa, Kek? Bangun Kek, … bangun … kasihani LIta, Kek.” Tangisan Lita semakin menyayat hati. Dipeluknya dengan kuat tubuh kakeknya.

Ayah Lita menggendongnya. Mengajaknya keluar dari ruangan karena perawat dan dokter meminta semua untuk menepi. Kesempatan memberikan pelukan terakhir sudah dicukupkan. Jenazah akan diurus.

Mereka semua melihat betapa cekatannya para perawat. Alat-alat kesehatan dilepas semuanya. Oksigen, infus, kabel-kabel yang dihubungkan dengan perekam jantung. Pakaian dilepas dengan cara digunting. Tubuh kakek dibersihkan dari noda dan kotoran. Kemudian menyedekapkan kedua tangan dengan tangan kanan di atas tangan kiri. Bantal diletakkan di bawah kepala. Kelopak mata ditutup dengan kapas basah. Rahang dan mulut dikatupkan dengan menggunakan perban. Kepala ditutup dengan kain tipis. Diberi tanda pengenal pada ibu jari kaki. Jenazah kakek dibungkus dengan kain panjang.

Suara isakan tangis masih terdengar dari nenek, Lita, dan adik-adik nenek yang sudah berdatangan setelah diberi kabar melalui telepon genggam.

Lita semakin teriris. Orang yang mengasihinya pergi satu per satu. Ibunya jauh di negeri orang. Mencari pekerjaan ke Hongkong. Ibunya nekad berangkat karena ayah Lita masih belum mempunyai pekerjaan yang mapan. Dia merasa kebutuhan semakin membesar sedangkan hanya mengandalkan pekerjaan suami belum tercukupi. Lita semakin besar. Kebutuhan juga akan semakin banyak.

Keberangkatan ibunya sebenarnya tidak mendapatkan restu diri ayahnya. Namun, bagaimana lagi jika kehidupan berumah tangga tetap bergantung kepada orang tua. Orang tua hanya mempunyai tenaga. Lama-lama tenaga juga akan menurun kekuatannya. Itulah sebabnya ibu Lita nekat berangkat juga.

Lita menangis sesenggukan dengan dipangku ayahnya. Lita ingin ikut bersama kakek di mobil ambulance. Inilah saat-saat terakhir Lita mendampingi kakeknya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren bu. Salam sukses selalu.

07 Oct
Balas



search

New Post