Lapor, Pak!. Tidak asing bagi kita sebagai guru mendengar kalimat itu. Hampir setiap hari selalu saja ada laporan yang kita terima. Terlebih lagi, bagi guru yang mengajar di kelas rendah. Baru sampai di sekolah pun sudah ada siswa yang siap memberi laporan.

Tak harus ada kasus, terkadang hal sepele pun siswa laporkan.Tak ada tuntutan yang diharapkan. Mereka sudah merasa lega jika permasalahan yang dialami sudah tersampaikan pada walikelasnya.

Kewajiban kita sebagai guru adalah mendengarkan laporan mereka dan mengambil tindak lanjut jika memang diperlukan. Terkadang yang terjadi malah sebaliknya, masih saja ada guru yang kurang simpati pada laporan mereka.

"Sudah, gak usah laporan-laporan terus." Kata-kata itulah yang tak jarang mereka terima bahkan sebelum laporan tersampaikan seluruhnya. Ironis memang, sesibuk apakah kita hingga tidak sempat mendengarkan laporan mereka? Bukankah guru adalah pengganti orang tua siswa selama di sekolah?

Kondisi akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Media sosial banyak memberitakan kekerasan yang terjadi pada anak-anak. Pelakunya pun beragam, mulai dari anak-anak, orang dewasa, bahkan terkadang justru orang-orang terdekat.

Psikolog Mellisa Grace menjelaskan bahwa jika kita mengajarkan anak untuk diam saja ketika mengalami kekerasan, maka dikemudian hari ia menganggap perilaku buruk orang lain terhadap dirinya adalah layak. Untuk itu, penting bagi kita sebagai orang tua dan guru menanamkan pada anak untuk segera lapor apabila mengalami kondisi yang tidak menyenangkan.