Harnieti

HARNIETI, M. Pd, lahir 6 Agustus 1973 di Pilubang Kecamatan Harau Kabupaten Lima Puluh Kota. Ia menyelesaikan pendidikan menengahnya di SMEAN Payakumbuh...

Selengkapnya
Navigasi Web
KETIKA CINTA MENEMUKAN JALANNYA

KETIKA CINTA MENEMUKAN JALANNYA

KETIKA CINTA MENEMUKAN JALANNYA

Part ke-41

Ekstra Part

(Tamat)

Sore itu cuaca cukup bersahabat. Angin berhembus sepoi menambah suasana sore itu jadi nyaman. Aku dan mama duduk di teras depan, sambil menikmati secangkir teh yang disiapkan mama. Kebetulan anakku yang masih berumur 2 bulan sedang tidur. Ia tampak pulas, karena semalam kurang tidur. Ia semalam agak rewel entah apa sebabnya.

Kami asyik bercerita berdua. Tiba-tiba terdengar sebuah notifikasi masuk dari HPku.

“Assalamualaikum Dek, selamat sore, lagi ngapain? Tanya seseorang dalam pesan whatsApp.

Kulihat nomor ini sama dengan nomor yang mengirim pesan ketika aku baru sampai di bandara sekembalinya dari Australi. Ada rasa penasaran menyelimuti hatiku. Bahasa pesannya kok terasa nggak asing bagiku. Aku coba cari tahu dengan mengklik nomor yang tertera di layar. Ternyata dugaanku tidak meleset. Ya, Mas Rendi.

Hatiku mulai diliputi ragu, antara mau membalas pesan itu atau mengabaikannya. Sebenarnya antara kami sudah berakhir. Sudah ada kesepakatan untuk tidak lagi saling berkirim kabar, agar kami mampu saling melupakan. Tetapi, saat ini kondisinya sudah beda.

“Siapa?, tanya mama membuyarkan lamunan tentang pria yang selama ini ingin kulupakan, kukeluarkan dari hati dan pikiranku.

“Mas Rendi Ma”, jawabku singkat.

“Kamu masih mencintanya?, tanya mama seakan memojokkanku.

Sebab mama tahu, Mas Rendilah alasanku meninggalkan Indonesia satu setengah tahun yang lalu.

“Putri, jika kalian masih saling mencintai sampai saat ini, berarti cinta kalian memang kuat, Mama sarankan kalian sama-sama berjuang untuk itu”, lanjut mama mengejutkanku. Aku tidak percaya dengan ucapan Mama barusan.

“Apalagi keadaan kalian saat ini sudah beda, dulu ia punya istri, dan kamu juga sudah memilih Rian. Nah, saat ini kalian sudah sama-sama sendiri. Jika cinta itu masih ada, berarti kalian memang jodoh” papar mama panjang lebar.

Aku cuma termangu mendengarkan ucapan Mama. Apa memang kami ada takdir untuk bersatu? Entahlah, aku tidak berani membayangkan lebih jauh. Namun ucapan mama barusan menggerakkan jemariku untuk mengetik balasan pesan Mas Rendi.

“Mas Rendi ya? balasku singkat dan balik bertanya.

“Iya, Dek…apa kabar?” balasnya lagi.

“Aku baik Mas, terimakasih ya kunjungannya ke rumah sakit sore itu”.

Mama beranjak dari kursinya dan masuk ke dalam rumah. Wanita yang kusayangi itu seakan mengerti dan membiarkan kami saling balas pesan WhatsApp.

***

Siang itu aku datang ke pengadilan agama. Surat pisah dari Mas Rian berhasil kukantongi. Berarti tidak ada lagi ikatan antara kami. Cuma kami sama-sama bertangungjawab terhadap Ahsan, Ahsan adalah buah perkawinan kami, walaupun perkawinan tanpa cinta. Tapi Ahsan tidak bersalah dalam hal ini. Kamilah orang tuanya yang bersalah.

Ada rasa lega dihatiku, setidaknya lepas dari laki-laki pengkhianat seperti Mas Rian. Kuambil gawai dari dalam tas. Aku ingin kabari Mas Rian, bahwa surat pisah darinya sudah kuambil. Beberapa kali kutelepon tapi tidak diangkatnya. Mungkin ia sedang bersama Halena. Aku tidak peduli, kufoto surat itu dengan camscanner dan kukirim lewat WhatsAppnya, selesai. Aku pun kembali ke rumah dengan rasa lega. Baru separoh jalan tiba-tiba terdengar notifikasi masuk. Kupinggirkan mobil untuk membaca pesan tersebut. Aku senyum sendiri membacanya, Mas Rendi kambuh lagi sifat romantisnya.

I love u, meskipun langit akan runtuh”, pesannya dilengkapi emoticon gambar hati.

Tampa membalas pesan itu, aku kembali injak gas untuk melanjutkan perjalanan, nggak enak juga lama-lama berhenti yang bukan pada tempatnya. Belum sampai lima menit aku jalan, terdengar bunyi nada dering panggilan telepon.

“Ya Mas”, jawabku singkat.

“Kok nggak balas pesannya Dek?, tanya Mas Rendi dengan nada sedikit kecewa.

“Ini aku lagi nyetir Mas”, jawabku singkat.

“Emangnya Dek lagi dimana?, desak Mas Rendi ingin tahu.

“Tadi aku dari kantor pengadilan agama Mas, ngambil surat pisahku secara resmi dari Mas Rian”, jawabku menjelaskan.

“Alhamdulillah, berarti kita bisa nikah secepatnya kan?, desak Mas Rendi penuh harap.

‘Entahlah Mas, aku tidak tahu. Jika memang ada jodoh antara kita kenapa tidak?" jawabku sekenanya.

***

Semakin hari, hubunganku dengan Mas Rendi kembali seperti dulu. Kami semakin dekat, bahkan ia sering mendesakku untuk segera meresmikan hubungan kami dalam ikatan perkawinan. Walaupun aku merasakan ketulusan cintanya Mas Rendi, tetapi aku masih trauma dengan kegagalan pernikahanku dengan Mas Rian. Mama lah yang sering mendesakku untuk menerima Mas Rendi.

***

“Cinta akan menyatu ketika ia menemukan jalannya. Mungkin jalan cinta kalian memang seperti ini Put. Mama tahu, kalian pernah saling kecewa satu sama lain, bahkan kamu rela meninggalkan Indonesia untuk melupakan Nak Rendi. Nyatanya sampai sekarang kamu tidak bisa kan?" ucap mama malam itu. Mama semakin berambisi untuk meyakinkanku. Mungkin mama ingin menebus rasa bersalahnya, karena dulu pernah memaksaku untuk menikah dengan Mas Rian. Padahal mama tahu, aku tidak mencintai laki-laki itu.

***

Enam bulan setelah aku kembali ke Indonesia, tepat pada hari ulang tahunku. Aku dan Mas Rendi melangsungkan pernikahan kami. Acaranya diadakan secara sederhana saja. Tidak semeriah ketika aku menikah dengan Mas Rian. Tetapi bagiku sekarang semua seremonial itu tidak penting. Saat ini yang terpenting adalah kesungguhan cinta kami untuk sama-sama mendayung biduk rumah tangga. Aku bahagia, begitu juga dengan Mas Rendi.

“Terimakasih ya Sayang, telah bersedia menjadi istriku”, ucap Mas Rendi sambil mencium keningku. Tak terasa ada bulir bening mengalir di sudut netraku. Aku bahagia, laki-laki yang dulu pernah kucintai sampai ke lubuk hatiku yang paling dalam, bahkan aku pernah ingin membenci untuk bisa melupakannya. Tapi tidak pernah bisa berhasil. Saat ini laki-laki itu berada di sampingku dengan status sebagai suamiku.

Mas Rendi mengusap pipiku, menyingkirkan bulir bening di pipiku.

“Jangan pernah menangis lagi Sayang”, katanya sambil merangkulku.

“Perjalanan cinta kita memang sungguh berat, tetapi kita berhasil melewatinya. Mulai saat ini Mas tidak rela ada lagi air mata yang keluar dari matamu yang indah ini”. kata Mas Rendi, yang semakin mempererat pelukannya. Kami hanyut dalam suasana bahagia yang tiada tara.

***

Semenjak itu Mas Rendi memboyong kedua anak hasil pernikahannya terdahulu ke rumahku. Bahkan ia juga mengurus kepindahannya ke kantor cabang yang ada dekat kota ini. Mas Rendi memintaku untuk tidak lagi bekerja di perusahaannya Pak Gunawan. Aku pun menyetujui, karena keinginan untuk mengabdi pada suamiku. Apalagi saat ini aku harus mengurus ketiga anak-anak kami. Inikah rasanya bahagia, hidup dalam perkawinan penuh cinta. Mas Rendi, I love you, I love our family.

#Episode Terakhir cerpen"Sebuah Pengkhianatan#

TAMAT

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

kereen bisa jadi 1 novel bun

04 Jun
Balas

Terimakasih bu Ida, Inshaa Allah dijadikan novel. ada 41 episode. Terimakasih sarannya bu, sukses selalu

04 Jun

Makasih Pak Jova, sukses juga buat Pak Jova. Tapi saya sdg urus upgrade gurusiana premium. Informasih yg saya terima baru bisa saling follow jika sama- sama premium. Inshaa Allah nanti jika sdh ok akan saya follow Pak.

04 Jun
Balas

Jempol bu...

04 Jun
Balas

Makasih bu Iswatun, sukses terus ya bu

04 Jun

Mantap, bisa jadi novel buk

04 Jun
Balas

Mantap buk, bisa jadi novel

04 Jun
Balas

Terimakasih Pak, Inshaa Allah dijadikan novel. Melatih imajinasi aja pak..sukses selalu

04 Jun

Waw keren ceritanya bu,sukses selalu,jangan lupa follow akun saya ya

04 Jun
Balas

Tapi sudah saya coba juga follow Pak

04 Jun



search

New Post