Haryanti, M.Pd

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Di Ujung Senja Kota Jogja

Di Ujung Senja Kota Jogja

Baru saja Prilly sedang membereskan buku di meja kantornya, tiba-tiba saja ia melihat seorang laki-laki melewati ruang kantor guru menuju ke ruangan kepala sekolah. Prilly merasa yakin bahwa ia mengenal laki-laki yang barusan saja dilihatnya.

Prilly melongok ke luar dari ruangan guru untuk memastikan apakah benar laki-laki yang ia lihat itu adalah kakak tingkatnya ketika kuliah. Ketika Prilly melongok ke luar, ia melihat laki-laki itu sudah memasuki ruangan kepala sekolah.

“Laki-laki yang kulihat tadi seperti Kak Mumtadz, kakak tingkatku dulu”, benak Prilly. Ia pun mengingat kembali memori empat tahun yang lalu ketika ia masih kuliah di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Prilly menaruh hati pada kakak tingkatnya yang bernama Mumtadz. Ia seorang ketua Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Mumtadz di mata Prilly adalah laki-laki yang berwibawa, ganteng, dan jika tersenyum sangat manis. Selain itu ada satu hal yang membuat Prilly menyukai kakak tingkatnya itu, ia selalu menundukkan pandangannya ketika bicara dengan lawan jenis. Namun, semenjak kakak tingkatnya itu lulus, Prily sudah hilang kontak. Ia tak pernah mengetahui lagi kabar orang yang ia sukai itu.

Mengingat hal itu semua membuat Prilly senyum-senyum sendiri. Ia tak menyadari bahwa Bu Dewi teman mengajarnya memperhatikan sedari tadi.

“Hei Prilly, kok senyum-senyum sendiri?”, tanya Bu Dewi yang ternyata Prilly masih saja tak mendengar apa yang dikatakan oleh Bu Dewi.

“Halooooo Prillyyyyy….”, teriak Bu Dewi dengan sedikit kencang. Mendengar namanya dipanggil, Prilly sangat kaget sekali.

“Ehh Bu Dewi. Ada apa sih kok manggilnya kencang begitu. Memangnya nggak bisa pelan ya?”, tanya Prilly dengan sewot.

“Aduhhh, aku tuh udah manggil pelan tapi kamu nggak dengar juga, makanya aku teriak. Memangnya kamu lagi halu apa sih, sampai-sampai aku panggil nggak dengar”, Bu Dewi kembali bertanya pada Prilly dengan penasaran.

“Hehe…aku nggak ngehalu apa-apa kok bestiee…’, ucap Prilly.

“Bohong ahh, masa nggak ngehalu apa-apa tapi senyum-senyum sendiri” sahut Bu Dewi sewot.

“Ehh masih juga nggak percaya ya kalau aku nggak ngehalu apa-apa. Ayo kita masuk ke ruang guru sebentar lagi mau pulang”, ajak Prilly yang langsung memegang tangan Bu Dewi untuk segera ke ruangan guru.

***

Prilly melihat jam di tangannya menunjukkan pukul 06.25 WIB. Tinggal lima menit lagi waktunya untuk absen finger. Selesai absen, ia pun buru-buru masuk ke ruangan guru. Namun, saking terburu-burunya berjalan, tak sengaja ia menabrak seseorang sehingga buku yang dipegang orang tersebut pun jatuh berantakan.

“Ohh maaf, saya tidak sengaja. Saya bereskan bukunya”, sahut Prilly dengan rasa ketakutan karena khawatir orang yang ditabraknya akan marah.

“Sudah saya bereskan. Ini Pak bukunya”, ucap Prilly yang ketika melihat orang yang ditabraknya ia menjadi kaget.

“Kak Mumtadz? Betulkan ini Kak Mumtadz?”, tanya Prilly dengan heran.

“Iya benar, saya Mumtadz. Maaf ibu ini siapa ya?” tanya Mumtadz kembali yang ternyata tak mengenali Prilly.

“Kak Mumtadz sudah tak mengenaliku? Aku Prilly kak, adik tingkat di kampus dulu. Aku satu jurusan dengan kakak di Kampus UMM. Sudah ingat Kak?” kembali Prilly bertanya pada Mumtadz apakah ia sudah mengingat dirinya.

“Ohh iya saya ingat. Kamu Prilly yang pernah pingsan ya ketika kita sedang ada acara baksos di Banten?”, ucap Mumtadz sambil mengingat siapa Prilly.

“Iya benar Kak. Alhamdulillah Kak Mumtadz sudah ingat siapa aku. Ohh iya Kak Mumtadz ada perlu apa di sekolahku. Apa Kak Mumtadz akan mengajar di sini?” tanya Prilly yang wajahnya makin bersinar karena Mumtadz sudah mengingat siapa dirinya.

“Iya, Insya Allah saya akan mengajar di sekolah ini. Saya baru saja mendapatkan SK PNS dan ditugaskan di sini”, jelas Mumtadz yang sedari tadi hanya menundukkan pandangannya saja. Mendengar Mumtadz akan mengajar di sekolah yang sama, betapa senangnya hati Prilly. Berarti ia akan bertemu tiap hari dengan orang yang pernah ia sukai dan sampai saat ini pun ia masih manaruh hati padanya.

Kepala sekolah mengenalkan Mumtadz pada semua guru di ruangan kantor. Selama kepala sekolah mengenalkan Mumtadz, mata Prilly tak mengedip sedikit pun menatap Mumtadz.

“Hei….tahan itu mata. Aku perhatikan dari tadi kamu memandang Pak Mumtadz tanpa mengedip. Kamu suka ya?” tanya Bu Dewi iseng.

“ohh…nggaklah. Bagaimana aku suka, aku aja baru mengenalnya”, ucap Prilly dengan berbohong. Namun, bukan namanya Bu Dewi yang terkenal dengan keponya. Ia tak percaya jika Prilly tak menyukai Mumtadz.

“Jangan bohong kamu. Aku tahu tatapan orang yang sedang jatuh cinta dengan yang tidak. Hayooo kamu ngaku ajalah kalau kamu suka dengan Pak Mumtadz”, sahut Bu Dewi dengan memaksa agar Prilly mengakui jika suka dengan Mumtadz.

“Ssstttt….nanti aku bakalan cerita deh”, ucap Prilly dengan menatap Mumtadz. Melihat tingkah laku Prilly yang aneh membuat Bu Dewi geleng-geleng kepala.

Setelah Prilly bercerita hal yang sebenarnya tentang Mumtadz, Bu Dewi pun memberikan komentarnya.

“Prill, apa kamu tidak bertanya pada Pak Mumtadz, apakah ia sudah menikah atau belum. Kamu jangan terlalu berharap pada apa yang sebenarnya kamu tidak mengetahuinya sama sekali, nanti kamu akan kecewa berat”, pinta Bu Dewi pada Prilly.

“Tapi Bu Dewi, aku yakin ia belum menikah karena aku mencari info ke TU (Tata Usaha) di lamaran mengajarnya tertulis ia belum menikah. Apakah aku salah berharap pada seseorang yang belum menikah dan orang tersebut pernah bersemayam di hati bahkan sampai saat ini”, tanya Prilly kembali pada Bu Dewi.

“Jika belum menikah, apakah ia tidak punya kekasih atau pasangan. Ia bukan laki-laki yang buruk rupa lho, ia termasuk good looking”, ucap Bu Dewi.

“Kalau itu aku nggak tahu Bu, tapi aku yakin jika Pak Mumtadz itu masih single. Ia tak pernah pacaran karena baginya pacaran itu haram”, sekali lagi Prilly meyakinkan Bu Dewi bahwa Mumtadz adalah laki-laki yang masih sendiri.

Semenjak kedatangan Mumtadz di sekolah itu, Prilly sangat semangat. Ia selalu datang lebih pagi, dengan begitu ia bisa mengobrol lebih lama di kantor dengan Mumtadz.

Hari ini ada acara pelepasan kelas 9 yang berlangsung di Jogja. Semua siswa kelas 9 dan guru-guru pun ikut hadir. Acara pelepesan kelas 9 direncanakan berlangsung selama empat hari. Selama di Jogja, Prilly selalu mengikuti ke mana Mumtadz pergi. Bu Dewi yang melihat tingkah Prilly hanya geleng-geleng kepala. Ia tahu sifat Prilly yang sudah dianggap adik itu, kalau sudah ada maunya, maka Prilly akan berusaha untuk mendapatkannya.

Acara puncak pelepasan pun berlangsung. Semua berjalan sesuai dengan rencana. Pukul enam sore, sebelum berakhir kepala sekolah mengumumkan sesuatu. Ia meminta semua yang hadir untuk mendengarakan apa yang ingin ia sampaikan.

“Baiklah, sebelum acara ini selesai. Ada hal yang ingin saya sampaikan yaitu kabar bahagia untuk kita semua. Kalian tahu apa kabar tersebut?” tanya kepala sekolah pada kami semua yang hadir.

“Tidak Pak, memangnya kabar bahagia apa Pak?” tanya salah satu guru yang pertanyaannya mewakili penasaran kami semua.

“Baik, kabar ini akan disampaikan oleh Pak Mumtadz. Silakan Pak Mumtadz sampaikan kabar bahagianya”, ucap kepala sekolah. Mendengar Mumtadz yang akan memberikan kabar bahagia, ada rasa deg-degan pada hati Prilly. Apa gerangan kabar yang ingin disampaikan oleh Mumtadz. Apakah ia akan melamar dirinya. Namun, jika ingin melamar dirinya mengapa ia tak diberi tahu terlebih dahulu, tapi bisa saja ini merupakan surprise yang akan diberikan oleh Mumtadz pada dirinya. Pikir Prilly.

“Baik semuanya, saya akan memberikan kabar bahagia itu, Insya Allah sepulang dari Jogja, saya akan melangsungkan pernikahan. Saya telah mengkhitbah seorang perempuan yang bekerja sebagai dokter anak di salah satu rumah sakit. Saya mohon doa untuk semuanya agar pernikahan saya bisa berjalan lancar dan saya berharap pada anak-anak dan teman-teman guru untuk hadir di acara pernikahan saya. Itulah kabar bahagia yang bisa saya sampaikan”. Ucap Mumtadz.

Bagai petir di siang bolong, Prilly sangat kaget sekali mendengar apa yang disampaikan oleh Mumtadz, Bu Dewi pun langsung mendekati Prilly khawatir Prilly jatuh pingsan.

“Sudahlah Prill jangan menangis terus. Aku kan’ pernah bilang belum tentu Pak Mumtadz itu belum punya pasangan. kamu doakan saja agar Pak Mumtadz bahagia. Aku doakan juga agar kamu mendapatkan yang lebih baik dari Pak Mumtadz. Prill, sekuat apapun kamu mengejar seseorang jika Allah belum berkehendak maka sampai kapanpun tidak akan berjodoh, yakinlah itu”, ucap Bu Dewi dengan pelan karena ia tahu betapa hancurnya hati Prilly mendengar orang yang ia cintai akan menikah.

“Tapi Bu, mengapa Allah kirimkan Mumtadz kembali kepadaku kalau hanya untuk menghancurkan hatiku. Bukankah dengan begitu Allah tak sayang padaku?” tanya Prilly pada Bu Dewi yang tangisannya semakin tersedu-sedu.

“Justru Allah sangat sayang padamu. Jika ia tak sayang, kamu akan berlama-lama berharap pada sesuatu yang semu. Sekarang serahkan semuanya pada Allah. Yakinlah bahwa kamu akan mendapatkan yang lebih baik dari Pak Mumtadz”. Mendengar nasihat seperti itu hati Prilly sedikit lega.

Di ujung senja kota Jogja, hati Prilly sangat tergores. Ingin rasanya ia buru-buru pulang ke Jakarta dan menumpahkan kesedihannya di pangkuan ibundanya. Prilly kini hanya pasrah. Ia serahkan jodoh untuknya pada Sang Pencipta.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post