Haryanto25

SMP Negeri 1 Kalibagor Bimbingan dan Konseling BK UNNES 2012 Berbuat Saja Titik ! ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Tuhan tak Butuh Pulsamu

Tuhan tak Butuh Pulsamu

16 tahun, remaja kelas X di sebuah SMA negeri. Canggung, antusias perpaduan yang dialami siswa baru, candra namaku. Penerimaan siswa baru kala itu, aku salah satu diantara mereka yang ditempa melalui proses bernama masa orientasi sekolah kala itu. Dengan penuh atribut pelengkap dari papan nama dan pernak-perniknya, kami siswa baru menjalankan rentetan kegiatan yang telah disiapkan bagi kami siswa yang akan menempuh kurang lebih tiga tahun di sekolah ini. 3 hari lama kami di tempa dan beradaptasi, sampai pada hari pertama kami masuk dan mengikuti kegiatan belajar mengajar untuk pertama kali.

Aku adalah satu siswa baru yang berbeda, lingkungan baru dengan semangat baru adalah hal umum yang kita dijumpai. Sementara aku dalam lingkungan baru, masih bersahabat dengan kekecewaan. Kekecewaan kepada orang tua yang memaksaku untuk sekolah ditempat ini. Rian, salah satu teman baruku berasal dari kota yang menurutnya nyasar di tempat ini. Mengatasnamakan persamaan nasib, kami berdua jauh dari antusias teman-teman baru lainnya. Lempar pertanyaan dan senyum sangat tampak dalam satu bulan pertama kami memakai putih abu-abu.

Bisikan kekecawaan berdampak pada kebosanan, rian temanku adalah orang yang hampir senasib denganku. Senin pagi sebelum masuk gerbang kami merealisasikan obrolan minggu malam. Rental PS adalah hasil perbincangan kami untuk senin pagi, stik PS menjadi saksi kami dalam beradu sklll mengolah kulit bola dalam dunia maya. Tak seperti teman baru di sekolah itu, PS memutar pagi ke siang begitu cepat dan rapi. Siang tiba, saatnya pulang.

Selasa menyapa dengan problema yang terlewatkan. Bulan kedua di minggu pertama tiba, kulalui hari demi hari melawan pilu ditengah keriangan anak baru. Hal yang sama di hari senin beberapa kali kulakukan, entah sendiri atapun dengan rian temanku yang mempunyai nasib yang sama. Pada suatu senin di semester pertama, seperti sebelumnya rian menemaniku dan bertemu, bukan di parkiran sekolah. Tidak ada perbincangan pada malam sebelumnya dan tujuan utama, berbekal bensin penuh pada motor kami melewati hari mengukur jalan. Lapar dan dahaga datang, di sebuah dataran tinggi kami tiba dan berhenti pada sebuah warung untuk mengganjal perut dan dahaga dengan uang seadanya.

Tak jelas memang, sore tiba dan kami harus pulang. Hujan turun, menyapa pipi yang kering terpapar matahari sedari pagi. Kami putuskan menepi pada sebuah warung klontongan. Kulihat ditempat yang sama segerombolan remaja dengan sepatu boot, pakaian dan gaya rambut tak sedap di pandang. Menghitung uang dan membeli makan, mie rebus telor tiga piring untuk enam orang saat itu yang kulihat. Mereka berbagi dengan porsi di piring yang disajikan.

Melamun adalah hasil dari perpaduan hujan dan pemandangan di warung itu. Hari mulai malam dan hujan tak kunjung reda, tidak ada pilihan lain selain pulang karena beberapa kali orang tua kami menghubungi. Memikirkan alasan, hujan dan riuhnya jalam akibat ujan serta jam pulang kerja ditambah lamunan di warung itu. Bunyi ambulance kudengar saat itu, tak lama kubuka mata nampak bapak dan ibuku. Tak nampak gurat murka kedua orang tuaku, menangis dan meminta maaf kulakukan pada mereka.

Satu minggu dengan kondisi pergelangan kaki retak memakai tongkat, dalam masa pemulihan kembali kuingat segerombalan remaja itu. Kuberpikir pada sebuah malam, merenung perihal kehidupam mereka yang asik namun timbul penolakan bahwa menurutku hidup demikian merupakan kehidupan yang nyaman sekejap. Bagaimana tidak, mereka harus berjibaku dengan panas terik dan hujan untuk mendapatkan uang guna membeli mie telor. Kupikirkan lagi ketika mereka sakit nanti, tua nanti dan penantian-penantian yang tidak seorang pun bisa menjamin sebuah nama yang disebut masa depan.

"Aaaaaargh..." berontak dalam diri. Kuambil tas dan kubuka buku paket dan menyoba mengerjakan soal, kubuka buku catatan. "argh sial" teriakku sambil kuhajar meja belajarku. Bahkan buku catatanku masih bersih, aku di tempar oleh keadaan, tertunduk di hadapan lampu belajar yang cukup redup. Gumam dan remasan pada buku-buku disekelilingku menambah kompleks perdebatan batin dan logikaku. Tak tau apa yang harus kulakukan saat itu hanya ada sebuah pena dan buku kecil yang kuambil, aku menulis pemyesalanku dan kuputuskan berubah saat itu. Kutuliskan pula apa yang dulu menjadi impianku. Guru, impian kecilku kala itu sebelum baca, tulis, hitung aku kuasai.

Kondisi tubuh yang semakin baik, ku putuskan untuk berngkat sekolah. Jam istirahat, kucari Ibu Sri, wali kelas yang tau kelakuan dan sangat sabar membimbingku. Kucium tangannya dan ku ucapkan terimakasih dan maaf serta memohon restu padanya perihal impianku. Dari tulisan di buku kecil yang kutulis pada sebuah malam, salalu kuletekan sejajar dengan sujudku diatas sajadah yang ku gelar pada lima kali waktu shalat.

Lihatlah, seorang Candra. Masuk dengan kekecewaan yang diawali dengan tamparan sebuah malam dan dibantu dengan hal-hal kecil yang terus kulakukan secara tulus. Tuhan terimakasih, kau jawab tulisan pada buku diatas sajadahku.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post