Sekembalinya Wildan ke Makassar, rumah kembali sepi. Walau karakternya terkesan irit bicara dan tidak jeboh-hebo amat, tetapi keberadaanny saat berlibur bersama kami, menghadirkan kehangtan. Kehangatan bercengkrama bersama kami. Kini dia membawa kehangatan itu ke kota dengan harapan dapat menjadi penyemangat baginya.

Beberapa saat setelah Wildan berlalu, Aku terus memegang HP. Aku selalu menunggu kabarnya. Sudah sampai di mana. Berada di titik lokasi mana. Aku berharap seperti sebelumnya, kalau dia kembali ke Makassar, dia selalu mengabarkan titik lokasi yang disinggahi. Biasanya dia singgah di rumah tantenya di Soppeng dan nenek dari garis bapaknya di poros Camba.

Setelah kurang lebih dua jam keberangkatannya, aku perkirakan dia sudah sampai di tempat saudara yang biasa disinggahi. Waktu perjalanan normal dari tempat kami ke tempat saudara, biasanya membuthkan waktu dua jam. Aku mulai gelisah karena HP ku masih senyap sejak tadi. Belum ada bunyi tanda WA ataupun telepon masuk.

Segera aku periksa Hp. Rupanya sudah ada kabar melalui Wa kalau dia sudah singgah di rumah tantenya. HP rupanya dalam kondisi nol volume suara.

"lettu'na akki bolana tante." begitu bunyi chatnya dalam Bahasa Bugis.

Bersambung