Hasrida Nengleli

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Sendu Mengusik Jiwaku ke Masa Lalu (Part 30)

Tantangan Hari ke-83

#TantanganGurusiana

. . .

Malam itu enggan kami beranjak dari ruang keluarga, walau mata sudah mulai mengantuk, tubuh sudah mulai letih, bahkan sudah waktunya beristirahat, tak kunjung kami lakukan. Bahkan aku rebahkan badanku di samping ibu sembari mendengar cerita ayah menguak tingkah kami masa kecil dulu. Prilaku lucu kadang membuat kami tertawa terpingkal-pingkal, prilaku sedih yang membuat kami kadang menghiba. Ayah tak habis bahan untuk menceritakan semua. Tak sadar jam berapa kami terlelap. Tak satupun beranjak ke kamar tidur. Aku tersadar dan terjaga ketika mendengar adzan subuh. Aku lihat ayah, ibu, dan adik-adikku bergelimpangan di tempat kami berkumpul tadi malam. Semua tergolek di posisi tempat duduk masing-masing.

Perlahan aku bangunkan ibu, ayah dan adik-adiku. “Ibu, ayah, sudah waktu salat subuh.” Ayah dan ibu bangun segera menuju kamar mandi. Demikian juga dengan aku segera mandi dan berwuduk. Oh, Tuhan aku sudah mandi dan berwuduk ternyata Fauzi dan Aan masih terkapar tidur nyenyak. “Fauzi, Aan, ayo bangun!” aku tarik tangan Aan, yang terlihat masih mengantuk berat.” Entah jam berapa mereka tadi malam tertidur akupun tak tau pasti. “Ayo segera berwudhuk, kita salat subuh berjamaah.” Aku tak ingin lagi lewatkan kebersamaan ini untuk salat berjamaah bersama ayah.

Pukul enam tiga puluh menit, aku segera menuju dapur,masak air, nanak nasi, dan menyiapkan bahan untuk nasi goreng pagi ini. Tak lama aku di dapur, ibu pun menyusul membantu aku mengiris bawang merah untuk taburan nasi goreng. Aku siapkan teflon untuk mengoreng tiga butir telur mata sapi dan dua telur dadar kesukaan ayah dan aku, sebagai lauk sarapan pagi nanti.

Ayah, Fauzi, dan Aan sudah selesai mandi pagi. Segera aku suguhkan teh manis di meja makan. Masak nasi goreng karya ku dan ibupun telah tersaji ke lima piring untuk kami sarapan pagi. Ada sedikit sebagai penambuh nasi goreng yang ibu masukkan ke dalam mangkuk pun sudah terhidang. Segera aku bereskan dapur yang berantakan seusai kami masak. Lalu aku dan ibu segera menuju ruang makan untuk sarapan pagi bersama. Lagi-lagi suasana yang indah dan damai aku rasakan. “Ayah, nanti ayah untuk makan siang mau di masakan apa?” tanyaku pada ayah. “Tak usah, ayah nanti siang akan pulang ke rumah mama kalian. Tidak enak terlalu lama ayah tinggal, karena iya juga kurang sehat badan.” Aku terperangah, aku lupa kalau ayah punya rumah tangga selain rumah ini. “Oh, iya, ayah, maaf. Jadi ayah nanti pulang istirahat makan siang langsung ke rumah mama?” “Iya, boleh kan?” aku hanya tersenyum menjawab pertanyaan ayah. Aku pandang juga Ibu yang hanya menganggukan kepala tanda Beliau juga ikhlas melepas ayah.

“Tapi ingat ayah, janji ayah untuk datang hari minggu depan sekalian berjumpa dengan Bang Darman.” Aku ingatkan ayah yang menurut aku itu juga amatlah penting. “Iya, insha Allah ayah akan datang.” Ayah menyanggupi dengan anggukan yang sangat pasti.

-BERSAMBUNG-

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Insha Allah Bu Mardianis...semangat jg untuk ibu. Terima kasih doanya. Doa terbaik juga buat ibu. Aamiin...salam kenal ya Bu.

07 Apr
Balas

Terima kasih Pak Edi sutopo...salam kenal...

07 Apr
Balas

Siiiaapp menjadi buku, keren Bu, semangat terus ya, semoga selalu dalam lindungan Allah, Aamiin Aamiin YRA

06 Apr
Balas

Mantab, sudah sedemikian banyak naskahnya, Bu. Sip!

06 Apr
Balas



search

New Post