Hasrida Nengleli

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Sendu Mengusik Jiwaku ke Masa Lalu (Part 35)

Tantangan Hari ke-88

#TantanganGurusiana

. . .

Panas garang menunjukan ganasnya hari ini, terik, menyengat kulitku. Setiap garis lekuk tubuh dialiri banjiran keringat. Aku sudahi berbenah tanaman yang ada di sekitar rumah. Tanah dalam pot bunga sudah aku gemburkan. Tanaman sayur, cabai, kunyit, jahe, serai, lengkuas, kencur dan yang lainnya sudah aku beri pupuk. Demikian juga tanaman yang dalam polibet dan karung plastik juga sudak aku sirami. Aku bersihkan dan aku kemasi peralatan yang sudah aku pakai. Aku bakar sedikit tumpuk kan sampah di sudut halaman bagian belakang.

Tiba-tiba saja aku dikejutkan oleh suara ibu yang memekik menggil aku. Aku berlari ke dalam rumah. Aku lihat di sana mama dan ibu saling tarik menarik sebuah tas. Tas itu aku kenal. Tas tempat penyimpanan file penting surat-surat berharga milik keluarga. “Ibu... Mama, ada apa ini?” Tanya ku kepada mereka. “Aku meminta surat tanah dan ruko, aku perlu uang untuk mengobat ayahmu.” Bentak mama ke mukaku. Aku lihat ibu hanya menangis. “Mama, kalau ayah sakit, mari kita bawa berobat dulu, jangan kita ributkan masalah surat tanah ini.” “Enak saja kamu bicara, kamu pikir untuk berobat tidak perlu uang. Semenjak ayah mu sakit mana ada iya mendapatkan uang.” “Mama,... uang simpanan ayah kan ada. Biasanya ayah selalu punya buku tabungan dan deposito. Kenapa surat tanah yang ada sama ibu pula yang mama minta?” Aku sudah mulai tak enak hati melihat cara mama yang terlalu lancang. Aku rebut file itu aku lemparkan ke dalam kamar, kemudian kamar aku kunci dari luar. Aku simpan kunci dalam kantong celana panjangku. “Mama, maafkan aku, mama jangan coba menyentuh apa yang sudah menjadi hak Ibu. Selama ini kami diam. Semua apa yang ayah peroleh selama bersama ibu, itu adalah hak kami anak-anaknya dan hak ibu. Semenjak ayah menikah dengan mama ayah tak ada memberikan hak untuk ibu. Semuanya sepenuhnya mama kuasai. Selama ini kami mengalah, mama. Kami tak pernah usik itu semua, mama. Padahal kami tahu, di situ juga ada hak kami dan ibu.” Aku tetap menahan diri, berbicara dengan nada datar, aku tak ingin melawan mama. Mama diam dan heran dengan bantahanku. Mungkin ia tak menyangka aku mulai berani kepadanya. “Sekarang mama, Veny mohon pulang, pulang lah, masalah ayah yang sakit, nanti kami yang akan mengobat ayah.” Aku mulai tegas pada mama. Dengan wajah kesal mama pergi meninggalkan kami. Aku alihkan pandanganku mencari sosok ibu, ibu pastilah sangat terpukul dengan kejadian ini. Aku lihat ibu menangis duduk di kursi panjang jati yang berada di ruang tengah. Aku sangat paham bagaimana persaan ibu saat itu. Aku ajak ibu masuk ke kamar dan segera kami berwdhuk, supaya emosi kami bisa reda. “Yang sabar ya, Bu.” Aku tenangkan ibu. Kemudian aku sodorkan sajadah, al Qur’an dan mukena ibu. Biasanya ibu kalau lagi ada masalah untuk mengendalikan emosi Beliau selalu berwuduk dan dilanjutkan dengan mengaji.

Untung saja Fauzi dan Aan tak ada di rumah, Bang Darmanpun belum pulang dari istirahat kerja. Kalau mereka ada menyaksikan kejadian ini, tentu akan lebih ribut lagi. Aku tak ingin keributan keluarga di dengar oleh tetangga. Aku juga tak ingin membuat tetatangga menjadi tidak nyamn dengan pertikaian yang ada di keluarga kami.

Aku mulai berpikir keras, ke rumah sakit mana aku harus membawa ayah, kali ini aku harus bisa merawat ayah. Ayah harus sembuh. Aku tak ingin kelakuan Mama semakin menjadi-jadi. Ternyata yang dikejar oleh mama adalah harta ayahku saja. Aku tidak pernah mendengar kalau ayah pernah di rawat di rumah sakit. Kami mencari hal itu, karena kami ingin berjumpa ayah. Mungkin saja ayah sangat marah ke pada kami. Bisa saja ayah berpikir kami tak mau jenguk ayah, bisa saja Beliau pikir kami tidak peduli dengan ayah. Padahal setiap kali kami ingin jenguk ayah, berkali-kali pula mama menghalangi kami. Rasa sabar aku menghadapi prilaku mama semakin berkurang. Aku takut kesabaranku juga akan habis dengan cara mama seperti ini. Ya, Allah... tetapkanlah hati Hamba dalam kesabaran, Aamiin.

-BERSAMBUNG-

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post