Hasrida Nengleli

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Sendu Mengusik Jiwaku ke Masa Lalu (Part 36)

Tantangan Hari ke-89

#TantanganGurusiana

. . .

Aku lihat Bang Darman baru saja masuk “Asalamualaikum!” salam dari suamiku aku jawab “Walaikum salam!” Aku menyongsong kedatangan Beliau dan mengajaknya ke meja makan. Ya, Allah, aku lupa belum sempat menyiapkan sajian makan siang untuk bang Darman. Peristiwa tadi membuat aku lalai dan terlupakan hal ini. Segera aku ambil makanan di lemari. Satu persatu aku sajikan untuk Bang Darman. “Tumben, Dik, kenapa makanan belum tersaji di meja makan, sibuk ya?”Aku tak menjawab, aku hanya tersenyum. Aku masukan nasi dan lauk ke piring Bang Darman, aku letakan piring yang sudah berisi nasi, lauk dan sayur di hadapan bang Darman. “Dik, Veny nggak makan?” Bang Darman memandangiku. Biasanya aku selalu makan bersama Beliau. Kali ini selerah makanku hilang karena kejadian tadi. Dalam pikiran tak lepas bagaimana cara aku membawa ayah ke rumah sakit. “Makanlah abang dahulu, Veny belum lapar, Bang?” Bang Darman tampak heran dengan perubahan ini. Terlihat juga di wajahnya ada rasa curiga, bahwa ada sesuatu yang aku sembunyikan darinya. “Sebenarnya ada apa, Dik? Tadi makanan lupa di hidangkan di meja makan, sekarang adik tak ada selera makan. Apa yang Dik Veny sembunyikan dari abang?” Selidik Bang Darman dengan rentetan pertanyaan ingin tahu.

Aku masih enggan bercerita pada Bang Darman. Aku tak ingin nanti semakin menambah beban pikirannya. Aku tak ingin kerja setelah istirahat makan siang ini, bang Darman akan terganggu kinerja karena cerita kejadian tadi yang aku alami. Biarlah nanti malam saja aku ceritakan. Tunggu suasana agak santai. Sudah terlalu banyak beban yang di rasakannya selama pernikahan dengan ku. Tapi bukan dari kami berdua. Ujung masalahnya pastilah dari masalah keluargaku pada situasi saat ini yang kurang baik. Pernah Bang Darman mengajakku pindah rumah, untuk coba hidup mandiri, terpisah dari ibu dan adik-adikku. Namun aku tunda secara halus. Aku tak sampai hati meninggalkan ibu dan adik-adik. Ibu dan adik-adikku sangat bergantung kepadaku tentang urusan apapun semenjak ayah sudah pokus di rumah mama istrinya yang ke dua. Memamg tanpa rasa kecewa bang Darman. Namun aku coba membujuknya untuk selalu bersabar. “Dik, Hari ini adi tak mengajar?” tanya Bang Darman. “Mengajar Bang, ini saya sudah bersiap-siap untuk berangkat bersama abang. Abang bisakan antar Veny ke tempat tugas?” “Ayolah cepat, jangan sampai kita terlambat. Kita harus di siplin waktu untuk kerja ya, Dik.” Bang Darman mengingatkanku untuk segera untuk berangkat kerja. Sebelum berangkat aku coba lihat ibu di dalam kamar, sambil pamitan untuk berangkat mengajar siang ini. “Ibu, Veny mau berangkat ke sekolah dulu ya, ibu bisakan Veny tinggalkan sendiri. Sebentar lagi Fauzi dan Aan akan sampai di rumah. Tadi Veny telepon mereka masih di jalan.” “Bisa, veny. Pergilah cepat. Nanti kamu terlambat.” Desak ibu padaku. “Ibu, tidak apa-apa kok, kajian tadi pagi sudah ibu lupakan. Itu kasian suami kamu sudah lama menunggu.” Ibu mengantarku ke luar, bang Darman sudah menunggu di atas motor yang akan dikendarainnya. “Kami pamit ya, Bu.” Bang Darman mulai menstater motornya dan aku naik di boncengannya.

-BERSAMBUNG-

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post